"Indrajaya merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes. Konon katanya nama Indrajaya diambil dari seorang demang yang pernah memerintah. Demang Indrajaya mempunyai istri yang bernama Banowati. Banowati ini konon katanya sangat cantik, Banowatipun dijadikan nama salah satu dusun di Desa Wanoja. Kecantikan Banowatipun menurun pada wanita-wanita yang berasal dari dusun itu. Sementara Wanoja merupakan nama lain dari Mojang yang berarti Wanita Muda. Jadi Wanoja Banowati itu berarti Wanita muda yang bernama Banowati."
Cerita ini ditulis oleh Endah Hartimulyani Gumindar, seorang introver yang menyukai cerita-cerita klasik jaman dahulu kala. Tulisan ini merupakan pelarian dari jenuhnya mengerjakan Tugas Akhir Strata 1.
1 Juni 2014
Happy Reading :)
***
Sinar mentari fajar masih remang-remang, bersembunyi dibalik
awan. Burung-burung pun masih enggan menimpali kokokkan ayam jago yang baru
satu dua menjajakan suaranya, namun, Banowati sudah terjaga dari mimpi
panjangnya. Hari ini ia akan pergi ke pasar, berjalan kaki sekitar satu
setengah kilo meter. Jaraknya memang cukup jauh, karena rumah Banowati hanya
terletak di dusun kecil dekat hutan. Pasar sendiri berada di sentra kedua Kawedanan
Sajalur Lembah. Kawedanan ini memang terletak di tengah-tengah beberapa bukit.
Bukit-bukit yang mengelilinginya itu seolah-olah tembok pertahanan yang memang
dipersembahkan oleh alam untuk warga sekitar, maka dari itu nama Sajalur Lembah cukup pantas
untuk disematkan. Di bukit Barat Lautlah Banowati tinggal.
***
Banowati merupakan seorang gadis berparas cantik, berhidung
mancung mungil, berkulit putih, dan berambut hitam pekat dengan sedikit
gelombang. Di antara wanoja-wanoja (wanoja merupakan sebutan untuk “gadis”
selain mojang dalam bahasa sunda) yang ada, dialah yang tercantik. Langkahnya
gemulai namun tangkas, menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi diumurnya yang
masih 15 tahun, ia sudah mampu melaksanakan berbagai tugas rumah tangga,
seperti gadis-gadis desa lainnya.
***
“Bano, ayo berangkat, keburu siang, nanti kita tidak mendapat
apa-apa” teriak ibunya dengan cukup keras
“ia ibu, Bano cari tusuk konde dulu” jawab Bano
“tusuk kondemu di empang, tadi ketinggalan pas mandi” teriak
ibunya
Bano pun langsung berlari ke empang belakang rumahnya,
tangannya masih menenteng obor yang memang selalu digunakan ketika beraktifitas
di malam hari. Terdengar bunyi kecipak-kecipak ketika Bano mendekati empang.
Ikan gabus terus berdesakan menunggu makanan dari tuannya. Namun sayang, Bano
hanya mengambil tusuk konde saja.
“sabar ya ikan-ikanku, nanti aku bawakan daun-daunnan selepas
dari pasar” ungkap Bano dengan sayangnya
“Banoooooooo, ayooooooo” teriakan ibunya sungguh benar-benar
keras, otak Bano pun memberikan instruksi pada anggota tubuh lainnya agar segera
bergegas.
***
Sekitar dua jam lamanya Bano berjalan kaki ke pasar. Mataharipun
sudah mulai meninggi, pasar sudah ramai, kereta-kereta kudapun berjejer dengan
gagahnya. Hanya saudagar-saudagar kaya dan pejabat-pejabat pemerintah saja yang
memilikinya. Namun, bagi orang-orang dengan tingkat ekonomi seperti Bano hanya
mimpi belaka untuk memilikinya.
“huh, andai kita ada kereta kuda ya ambu, pasti tidak perlu
bangun pagi-pagi untuk pergi ke pasar” keluh Bano
“kalo kereta kudanya bisa dibeli pake daun kita pasti sudah
memilikinya Bano” seloroh ibunya sembari menawarkan kapulaga yang digendongnya
ke penjaja ikan asin
“hahahahaa, ibu bisa saja” Bano tertawa nyaring dan
mengundang pandangan dari orang-orang disekitarnya
“oops” Bano menutup mulutnya, di Kawedanan Sajalur Lembah
memang tidak memperkankan gadis-gadis untuk tertawa keras, menurut kabar yang
beredar, tidaklah terpuji seorang gadis jika tertawa menyamai kaum pria.
Ibu Bano hanya mengerlingkan mata pada anak gadis
satu-satunya itu. marahpun tidak akan berguna, karena Bano sudah terlanjur
melakukannya. Orang-orang disekitarnya terus berbisik saling melontarkan
tanggapan akan kelakuan Bano. Bano hanya tertuduk lesu karena ulahnya itu.
***
Di musim penghujan ini kapulaga yang dibawa Bano dan ibunya
cukup diminati oleh penjual-penjual lainnya. mereka saling bertukar, untuk
keperluan di rumah. Bano mendapatkan bumbu-bumbu masak yang cukup lengkap,
selain itu, beberapa jenis ikan asin pun mereka dapatkan. Untuk sayuran ibu
Bano hanya membawa kol saja, yang memang tidak terdapat di kebun mereka.
Setengah kilo beraspun menjadi makanan paling berharga bagi mereka kala itu.
Beras itu akan dimasak berasama dengan jagung ataupun singkong yang sudah
ditumbuk halus. Semua orang pasti akan makan dengan lahapnya, apalagi jika
dimakan di samping rumah bersama kakak-kakak dan ayahnya, selepas membajak
sawah.
***
Matahari sudah di atas kepala, ubun-ubun Bano terasa mendidih
ketika berjalan di bawahnya. Apalagi dengan berbagai macam kebutuhan pokok yang
mereka bawa, sungguh perjalanan yang cukup melelahkan, namun, yang paling
ditunggu oleh semua orang.
“wah, capek sekali ambu” lagi-lagi Bano mengeluh
“sudahlah jangan mengeluh terus, ayo bereskan semuanya, terus
garang ikan pedanya di atas tembikar itu” perintah ibunya
“baik ambu” dengan sedikit malas-malasan Bano pun langsung
mematuhi perintah ibunya.
Sementara itu ibunya menyiapkan pemasak nasi yang berbentuk
tabung yang cukup panjang dan di atasnya terdapat corong besar untuk tempat
pengukus nasi yang terbuat dari bambu dan berbentuk kerucut.
“Kang Asep sama Kang Dirman pulangnya kapan ya ambu?” tanya
Bano sembari mengelap keringatnya, karena panas dari bara api
“entahlah, Walanda terus membutuhkan mereka, katanya akan
dibuat jalan ke kadipaten” jawab ibunya
“huh, kenapa atuh, tidak Walandanya saja yang buat, kan
kasihan abah nyangkul di sawah sendirian” ungkap Bano
“untung saja abahmu masih disisakan di rumah ini, lihat wa
Tarim, semua lelaki di rumahnya di bawa sama Walanda itu, kita patut bersyukur
ke Gusti Pangeran, Bano” jelas ibunya
“baik ambu”
***
Sementara itu di Bukit Selatan
“kenapa ambu, habis dari pasar ambu biasanya bahagia?” tanya
Indrajaya
“ambu sedang kesal Indra, masak ada anak gadis tertawanya
kencang sekali, malu-maluin Kawedanan kita saja, mau ditaruh dimana muka
abahmu, jika ada tamu dari kawedanan lain” ungkap Talaga Jati ibu dari
Indrajaya
“sudahlah ambu, abahkan sedang ke kadipaten, lagian, tidak
ada tamu dari kawedanan lain hari ini” Indrajaya berusaha menenangkan ibunya
“huh, tetap saja, itu tidak baik” keluh Talaga Jati
“hahahaa, sudahlah ambu, eh wanita itu cantik tidak?”
Indrajaya bertanya dengan antusias
“entahlah, ambu juga tidak melihatnya, Mang Wadir tukang kain
yang mengatakannya, katanya ada gadis miskin tertawa keras sekali” Talaga Jati
bercerita panjang lebar
“wah sayang sekali, padahal aku penasaran dengan wanoja yang
sudah melanggar adat istiadat kawedanan kita” seloroh Indrajaya sembari
berjalan menuju pendopo.
***
Indrajaya merupakan seorang putra dari Demang Wanajaya yang
memerintah di kawedanan Sajalur Lembah. Indrajaya merupakan putra tertua yang
pasti akan menggantikan ayahnya. Umurnya saat ini baru menginjak dua puluh
tahun, namun, jiwa dan karisma pemimpin sudah terlihat diraut wajahnya.
Kecerdasan Indrajaya sudah tidak dapat diragukan lagi, pejabat kadipatenpun
sudah mengakuinya. Gadis-gadis dari para saudagar kaya maupun Demang-demang
lainnya terus ditawarkan untuk menjadi pendamping hidup Indrajaya. Namun,
Indrajaya selalu menolaknya, dengan alasan belum ingin memiliki istri. Padahal
dalam hatinya ia belum menemukan daya tarik dari gadis-gadis itu.
***
Di pendopo Indrajaya mengumpulkan kepala adat dari seluruh
penjuru bukit. Ada delapan ketua adat, yakni ketua adat Bukit timur, tenggara,
selatan, barat daya, barat, barat laut, utara dan timur laut. Kedelapannya
hadir di pendopo rumah Demang Wanajaya untuk mengadakan rapat pesta rakyat yang
biasa digelar satu tahun sekali. Seharusnya Demang sendirilah yang memimpin
rapat tersebut, namun karena dipanggil oleh bupati, maka Indrajaya yang turun
tangan. Indrajaya menyuruh beberapa pelayan kawedanan untuk mempersiapkan acara
itu. Misalnya dengan menyediakan beberapa kue yang jarang ditemui masyarakat
Kawedana itu sendiri. Ada Papais dari tepung beras yang berisi pisang ataupun
gula aren, ada pula kue cucur, lakar, opak dan kuping. Selain itu, Indrajaya
juga menyiapkan kopi dan bandrek untuk minumannya. Indrajaya memang cukup royal
dalam menyambut tamu-tamu, sehingga para tamupun bahagia setelah berkunjung ke
pendopo milik keluarganya.
“hari ini, kita akan membahas pesta rakyat yang biasa kita
gelar, mungkin para ketua di sini, mempunyai ide-ide yang berlian untuk
menyambutnya” ungkap Indrajaya
“saya punya ide, Den Indra, bagaimana jika kita mengadakan
pasar murah yang menyediakan kue-kue seperti ini” tanggap Ketua adat barat,
yang langsung disambut tawa semua orang
“hahhaha, boleh saja ketua adat barat, masyarakat memang
jarang memakan makanan yang terbuat dari beras ini” kata Indrajaya
“seperti biasa, saya mengusulkan wanoja-wanoja cantik yang
pasti akan siap dipilih oleh Den Indra” gelak tawa riuh kembali setelah ketua
adat Timur berpendapat
“hahahahaa,, hanya yang beruntung yang akan mendapatkan Den
Indra, saya kurang yakin, apakah di tempat saya ada gadis cantik yang menarik
perhatian Den Indra” ungkap ketua adat Utara
“Kalo saya, ingin sekali menampilkan dog-dog kaliwon, di
daerah saya cukup banyak pemuda yang menguasainya’ usul ketua barat laut
“wah saya setuju ketua adat barat laut, kita bisa menampilkan
itu untuk menyambut bupati, tentu saja gadis cantik yang menari di acara
puncaknya” tanggap Indrajaya, dan semua orangpun tertawa
“bagaimana dengan masyarakat yang bukan pemuda dan bukan
gadis cantik Den Indra?” tanya Ketua adat Timur Laut
“tentu saja, mereka terlibat, kita akan menjejerkan mereka
dengan makanan khas dari segala bukit, saya minta setiap bukitnya membawa
minimal dua makanan khasnya, dan saya pesan ke ketua adat barat laut, untuk
menjajakan lemper jagung makanan yang hanya saya temui pada saat pesta rakyat”
ungkap Indrajaya
“tentu saja Den Indra saya pasti akan menyediakannya” timpal
Ketua adat barat laut dengan semangat
“bagus, silahkan para ketua adat memikirkan makanan khas apa
saja yang akan ditampilkan dari bukitnya. Selain itu, saya harap ada delapan
tarian yang dibawakan, dengan setiap bukit membawa satu tarian, tidak perlu
tarian baru, kita bisa menggunakan tarian-tarian yang sudah umum diketahui oleh
masyarakat. Dan saya juga berusul, selain tarian dan dog-dog kaliwon, kita
dapat menyewa burok dari Kawedanan Barjo untuk lebih memeriahkannya” kata
Indrajaya
“saya akan mengusahakannya Den Indra” kata Ketua adat bukit
utara
“saya akan membawakan madu-madu murni dari daerah saya, namun
saya kesulitan untuk mendapatkan tempatnya, menurut sampean semua, tempat apa
yang kiranya dapat menampung madu-madu itu?” Ketua adat Barat gundah
“saya mempunyai botol-botol kaca, yang saya kumpulkan ketika
Walanda meminta para pemuda membangun jalan. botol-botol itu bekas minuman
mereka, kita dapat membersihkannya terlebih dahulu, karena baunya cukup
menyengat” jawab Indrajaya
“wah hebat sekali Walanda itu, minuman saja tempatnya dari
kaca” Ketua adat tenggara berdecak terkagum-kagum
“saya juga kagum melihatnya ketua adat tenggara” ungkap
Indrajaya
Rapat di pendopo kali itu usai setelah penjamuan makan siang,
mereka pun sepakat untuk melakukan pertemuan selanjutnya setelah menemukan apa
saja yang akan ditampilkan oleh setiap bukitnya. Indrajaya memberi waktu
delapan hari untuk para ketua adat menyiapkan konsepnya. Indrajaya sendiri akan
berdiskusi dengan pejabat kawedanan lainnya, untuk menampilkan acara yang
benar-benar lain, dari pesta rakyat seperti biasanya.
***
“ambu, tolong panggilkan Mang Kino, badan saya letih sekali”
pinta Indrajaya kepada ibunya
“memangnya pertemuan apa yang kalian bahas hingga kau letih
sekali anakku?” tanya Talaga Jati
“persiapan untuk menyambut pesta rakyat ambu” jawab Indrajaya
‘wah, pasti seru sekali” ungkap Talaga Jati sembari berjalan
menuju bale-bale tempat para pelayan keluarga demang berkumpul.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar