Akhirnya
berani juga ke Jakarta, meskipun pas berangkat dilanda kecemasan yang luar
biasa. Maklumlah biasanya tinggal di kota kecil yang penuh kedamaian dan rasa
nyaman.
Jakarta,
Ibukota Indonesia yang dipenuhi oleh ribuan jiwa manusia. Berisik, sesak,
polusi merupakan bagian yang tak terelakan dari daerah ini. Banyak orang yang
menggantungkan nasibnya di sini. Dari kalangan pejabat tinggi hingga
orang-orang yang hanya bisa tidur di pinggir jalan. Semua bergantung pada
langit ibu kota.
Dua
hari di Batavia, culture shocked masih melanda. Terkaget-kaget kenapa seperti
itu, kenapa harus begitu hingga kok bisa begitu, terus menerawang dibalik otak
yang kurang pengalaman.
Harga
makanan bisa naik tiga kali lipat dari yang biasa didapatkan di lingkungan
kampus. Harga kosan?? Jangan ditanya, uang yang biasa dibayar untuk kosan satu
tahun, di sini hanya cukup untuk satu bulan. Benar-benar membuat shock.
Oke
mungkin katro ndeso atau apalah. Tapi sungguh, saya benar-benar merasa shock.
Ternyata pengalaman kos selama 10 tahun, tidak terlalu banyak membantu, ketika
diaplikasikan di Jakarta. Apalagi waktu di sini berasa cukup sempit, karena
dimakan oleh kemacetan yang luar biasa.
Meskipun
begitu tidak akan kapok untuk tinggal di sini. Tekad dan jiwa nekad yang sudah
dipupuk secara perlahan untuk menghancurkan rasa cemas, akan menjadi percuma
jika menyerah begitu saja. Saat ini tinggal berharap pada Tuhan, memohon diberi
tuntunan dalam melangkah. Agar tidak salah langkah, tidak salah pergaulan, dan
selalu berada dalam lingkungan yang sehat.
Harus
berani menjadi pribadi yang individualis dan tidak tergantung pada orang lain,
menjadi rumus utama untuk mendapat kehidupan yang layak di kota ini. Karena
tidak semua orang bersedia membantu sepenuh hati, karena mereka juga memiliki
persoalan sendiri.
Mungkin
itu saja, berharap cepet dapet kerja, dan tempat tinggal agar tidak selalu
merepotkan orang-orang.
SELAMAT
DATANG KESUKSESAN….