TUGAS
TERSTRUKTUR SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Pornomedia
Yang Tidak Bisa Lepas Dari Media Massa (New Media)
Oleh
Endah
Hartimulyani Gumindar
F1C010016
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
ILMU KOMUNIKASI
2012
PENDAHULUAN
Latarbelakang
masalah
Dunia
saat ini menjadi semakin maju. Setiap hari setiap tahun, banyak sekali
perubahan yang terjadi. Apalagi dalam hal teknologi, tak terhitung jumlahnya,
banyak berserakan karena sudah ketinggalan zaman. Terlebih lagi isi dari teknologi-teknologi
itu atau yang di sebut dengan software biasa juga dipanggil dengan perangkat
lunak. Tak terhitung jumlahnya, hingga tak bisa diingat satu persatu.
Ahli
teknologi pun banyak sekali, bagai jamur di musim hujan. Berbagai aplikasi di
ciptakan mereka untuk memuaskan kebutuhan masyarakat. Dimulai lahirnya
internet, atau yang biasa disebut dengan
new media. Di sebut new media karena internet itu adalah sesuatu yang baru,
terlebih dibanding dengan surat kabar,
tape recorder, radio, ataupun televisi.
Saat
ini dunia maya menjadi tempat bercengkrama yang asyik. Seseorang tak perlu lagi
bertemu dengan orang lain jika hanya sekedar untuk ngobrol. Orang itu hanya tinggal membuka alat
teknologi mereka, bisa dalam bentuk PC atau perangkat computer, Handphone
ataupun alat teknologi lainnya yang dapat terhubung ke internet. Tempat ngobrol
yang asyik itu biasa di sebut dengan
jejaring social. Selain itu, di internet banyak pula situs-situs yang dapat memuaskan
golongan tertentu saja. Termasuk game online, dan Koran online. Ada juga situs
yang tak layak ada di internet, yaitu situ pornografi, atau lebih dikenal
dengan pornomedia.
Pornomedia
awalnya hanya berupa suara, kemudian berlanjut pada teks dan saat ini banyak
pula yang berbentuk video. Ini menjadikan banyak orang miris teutama di
Indonesia yang memang menganggap hal-hal yang berbau porno itu tabu.
Selain
itu, pornomedia merupakan tindakan porno di media, yang memang di tayangkan di
media massa dan akan menjadi konsumsi publik. Jika sudah sampai di sini,
pornomedia menjadi sangat berbahaya, dan mampu menciptakan kerusakan sosial
yang akan menciptakan kekerasan terhadap manusia terbesar di media massa.
Rumusan
masalah
1. Apa
itu pornomedia itu?
2. Apa
saja macam-macamnya?
3. Bagaimana
dampaknya jika diakses terlalu sering?
4. Apa
alasan pornomedia ini sebagai eksploitasi manusia terbesar di media massa?
5. Adakah
penyelesaiannya?
Tujuan
makalah
1. Mengetahui
arti dari pornomedia
2. Mengetahui
macam pornomedia
3. Mengetahui
dampaknya jika diakses terlalu sering
4. Mengetahui
alasan pornomedia sebagai eksploitasi manusia terbesar di media massa
5. Mengetahui
penyelesaian untuk masalah ini
Manfaat
makalah
Manfaat
dari adanya makalah ini adalah untuk memberi tahu pembaca jika pornomedia itu
ada, dan mudah di temukan. Maka dari itu, kita harus tetap waspada dan menjaga
iman kita, agar tidak terjerumus pada dunia pornomedia. Selain itu, penulis
berharap agar pemerintah lebih tegas lagi, terhadap penyebaran pornomedia itu.
Tinjauan Pustaka
Melihat
fenomena kemajuan teknologi saat ini,
banyak sekali public figure yang terjebak dalam dunia pornografi. Setelah
membaca buku Sosiologi Komunikasi karya dari Burhan Bungin, membuat penulis
tergerak untuk, membuat makalah dalam aspek pornomedia, sebagai salah satu
aspek yang tidak bisa lepas dari new media.
Landasan
Teori
Buku
Sosiologi Komunikasi karya Burhan Bungin, pada subab Pornomedia. Selain itu,
ada juga beberapa teori komunikasi, yakni teori komunikasi massa, dan teori
dependensi efek komunikasi massa.
PEMBAHASAN
Awal
dari Pornomedia
Berawal
dari wacana seks di berbagai Negara di dunia, yang menganggap perempuan itu
adalah objek seksualitas. Ada dua kelompok yang menilai tubuh manusia sebegai
seks. Pertama kelompok yang memuja-muja keindahan tubuh wanita, dan yang kedua
kelompok orang yang menganggap seks itu penyebab malapetaka. Pemikiran kedua
kelompok itu menasari semua argumentasi dan poleik tentang seks sebagai objek
pornodi masyarakat baik alas an pemuja-muja maupun penguasaan objek seks.
Walaupun kedua alasan itu hanya berbeda pada cara mereka mengeksploitasi seks,
akan tetapi target eksploitasi tetap saja seks sebagai objek.
Pada
jaman dulu di Amerika dan Inggris juga menganggap hal-hal yang berbau seks itu
tabu. Pada saat Ratu Victoria memerintah, hal yang berbau seks itu tertutup,
dan mejadi adat istiadat yang di patuhi masyarakat. Kemudian di Amerika pada
saat pemeran lukisan, karya Rodin termasuk dalam salah satu yang mewarnai
pameran itu. Namun, karena lukisan karya Rodin adalah seorang perempun yang
bertelanjang, maka lukisan itu di singkirkan ke sebuah kamar, dan yang melihat
itu hanya orang-orang tertentu saja.
Melihat
bahwa wacana porno itu selalu ditanggapi secara subjektif menurut konteks nilai
yang berlaku di masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu, maka perdebatan-perdebatan
tentang persoalan seks dan ihwal yang berhubungan dengannya, harus dimulai dari
pandangan intrasubjektif maupun intersubjektif tentang makna sebenarnya dari
porno yang diperdebatkan.
Konsep
Pornomedia
Pada
awalnya ketika masyarakat belum terbuka seperti sekarang, begitu pula media
massa dan teknologi komunikasi yang belum berkembang seperti saat ini, semua
bentuk pencabulan atau tindakan-tindakan jorok dengan menonjolkan objek seks
disebut dengan porno. Kemudian ketika ide-ide porno itu sudah dapat dilukis
atau diukir pada lembaran-lembaran kertas atau kanvas dan terutama ketika
ditemukannya mesin cetak di abad ke 14 sehingga masyarakat telah dapat
memproduksi hasil-hasil cetakan termasuk gambar-gambar porno, maka istilah
pornografi menjadi sangat sering digunakan untuk menandai gambar-gambar porno
saat itu sampai saat ini
Ketika
jaman semakin maju, masyarakatpun semakin terbuka, maka wacana porno atau
penggambaran tindakan pencabulan kontemporer, berubah menjadi beberapa varian.
Dan ketika varian-varian itu bergabung dalam satu media, maka disebut dengan
pornomedia.
Macam-macam
pornomedia
1. Pornografi
Pornografi
merupakan konsep yang paling umum
dikenali karena sifatnya yang mudah dikenali, mudah ditampilkan, dan mudah
cerna. Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak
menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang seronoh, jorok,
vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Pornografi
dapat diperoleh dalam bentuk foto, poster, lieflet, gambar video, film dan
gambar VCD, termasuk pula alat dalam bentuk alat visual lainnya yang memuat
gambar atau kegiatan pencabulan (porno).
2. Pornoteks
Adalah
karya pencabulan yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai
versi versi hubungan seksual, dalam
berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi
secara detail dan vulgar, termasuk pula cerita porno dalam bentuk komik,
sehingga pembaca seakan-akan menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan
sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks itu. Penggambaran yang detail secara
narasi terhadap hubungan seks ini menyebabkan terciptanya theatre of the mind pembaca tentang arena seksual yang sedang
berlangsung, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi menggebu-gebu terhadap
objek hubungan seks yang digambarkan itu.
3. Pornosuara
Pornosuara
yaitu, suara, tuturan, kata-kata dan kalimat-kalimat yang diucapkan seseorang,
yang langsung atau tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar melakukan
rayuan seksual. Pornosuara ini secara langsung atau tidak memberi penggambaran
tentang objek seksual maupun aktivitas seksual kepada lawan bicaranya atau
pendengar, sehingga berakibat kepada efek rangsangan seksual terhadap orang
yang mendengar atau penerima informasi seksual itu.
4. Pornoaksi
Adalah
suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan
bagian-bagian tubuh yang dominan member rangsangan seksual sampai dengan aksi
mempertontonkan alat vital yang tidak disengaja maupun yang disengaja untuk
memancing bangkitnya nafsu seksual bagi yang melihatnya. Pornoaksi pada awalnya
adalah aksi-aksi subjek-objek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari
seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi
seseorang termasuk menimbulkan histeria seksual di masyarakat.
Saat
ini varian-varian di atas menjadi satu dalam media jaringan, seperti internet
yaitu yang sering dikenal dengan cybersex, cyberporn dan sebagainya. Agenda
media tentang varian pencabulan dan penggunaan media massa dan telekomunikasi
ini untuk menyebarkan pencabulan tersebut inilah yang dimaksud dengan
pornomedia.
Kita
tidak dapat memungkiri dan tidak dapat juga menyalahkan media. Karena fakta
telah menujukan jika pornomedia dalam berbagai bentuk pernah diekspos oleh
media. Hal ini terjadi ketika:
a. Media
kehilangan idealism
b. Media
merasa tirasnya terancam menurun
c. Media
massa perlu bersaing dengan media massa lainnya
d. Media
baru memosisikan dirinya di masyarakat
e. Masyarakat
memerlukan pemberitaan pornomedia
Pada
kenyataannya media massa adalah komunitas sosial yang kadang penuh dengan
persaingan dan permusuhan sebagaimana juga institusi sosial lainnya. Media
massa bukanlah unit-unit social yang lepas dari nilai masyarakatnya secara
umum. Namun, ketika mereka harus memilih antara nilai dan persaingan, kadang
media terlepas pula dari control-kontrol sosial. Namun, meskipun begitu, media
juga seperti patologi sosial yang timbul di masyarakat, kehadiran problem
sosial tersebut bisa jadi sebuah refleksi kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Dalam
hal pornomedia, kebutuhan itu bersifat mendua. Pertama, dalam kasus tertentu,
objek pornomedia, umumnya memperoleh bayaran yang cukup besar atas pemuatan
gambarnya. Kedua, pornomedia dibutuhkan masyarakat, karena itu masyarakat
memiliki andil yang besar terhadap munculnya pornomedia.
Dampak
Pornomedia
Ketakutan
kita kepada porno sebenarnya berlebihan karena tidak ada satupun penelitian
yang akurat menunjukan bahwa konteks porno bisa menyebabkan perilaku orang
melakukan tindakan pelanggaran seks. Kalau itu ada pasti pandangannya bersifat
parsial.
Sejauh
ini beberapa kesimpulan mengenai bahaya pornomedia dapat dijelaskan seperti
berikut ini:
a. Tingkat
pertama mengubah perilaku normal menjadi abnormal (disorder)
b. Tingkat
kedua, meningkatkan kebiasaan menelusuri dan mengonsumsi pornomedia dan
menjadikan perilaku anomaly sebagai kebiasaan
c. Tingkat
ketiga, menumpulkan pandangan tentang pornomedia dan mengubah pandangan normal
terhadap anomaly pornomedia
d. Tingkat
keempaat, mencari kepuasan pornomedia di dunia nyata
e. Tingkat
kelima, sikap terhadap pencarian kepuasan pornomedia di dunia nyata dan anomaly
seksual sebagai tindakan normal dan wajar (order).
Jadi
pada mulanya terlihat pornomedia berada pada disorder, yaitu kondisi yang
melawan tatanan sosial yang ada berdasarkan struktur sosial masyarakat yang
melindungi seks dan aurat dalam bingkai norma tertutup dan memiliki nilai mulia
dalam keluarga, masyarakat, dan agama. Kemudian menuju keadaan order, yaitu
sebuah tatanan sosial baru yang meninggalkan tatanan sosial lama yang mengarah
ke seks bebas bebas yang menganggap seks dan aurat manusia sebagai komoditas,
media pemuasan biologis yang lepas dari normas-norma masyarakat dan agama serta
dapat dilakukan tanpa harus melalui lembaga perkawinan.
Adanya
porno di media itu sendiri sebagai keuntungan sosial bagi pelaku dan pemilik
media. Dengan iming-iming kapitalis yang tinggi, para pemilik new media menjual
dan mengeksploitasi manusia menjadi pelaku pornomedia. Ini sudah dalam tahap
tidak wajar, karena bentuk dari eksploitasi ini merupakan kekerasan terbesar di
media massa itu sendiri.
Biasanya
media dengan sengaja menggunakan objek perempuan untuk menguntungkan bisnis
mereka. Selain itu, objek media yang umumnya adalah tubuh perempuan dijadikan
suber kapita yang mendatangkan uang. Lalu, media massa yang telah mengabaikan
aspek-aspek moral dan perusakan terhadap nilai-nilai di masyarakat. Dan selama
ini berbagai pendapat yang menyudutkan perempuan sebagai subjek yang
bertanggung jawab atas pornomedia. Terakhir, media massa secara politik
menempatkan perempuan sebagai bagian kekuasaan mereka secara umum. Hal-hal itu
merupakan alasan mengapa pornomedia sebagai kekerasan terhadap manusia terbesar
di media massa.
Teori
yang mendukung kasus ini
a. Teori
Komunikasi Massa
Marshall
McLuhan mengungkapkan pernyataan jika kita sebenarnya hidup dalam suatu global.
Karena pada perkembangan media komunikasi yang semakin canggih, memungkinkan
orang didunia terhubung setiap saat. Komunikasi modern ini dibantu oleh media
massa, yang mampu menciptakan penataan public, menetukan isu, memberikan
kesamaan berfikir.
Konsep
komunikasi massa ini mengandung arti sebagai suatu proses institusi media massa
memproduksi dan menyebarkan pesan kepada public secara luas, namun pada sisi
lain komunikasi massa merupakan proses dimana pesan itu dicari, digunakan, dan
dikonsumsi oleh khalayak.
Terdapat
dua dimensi pada teori ini, yakni:
1. Dimensi
mikro, dapat menjelaskan hubungan antara media dengan audience, individu atau
kelompok. Hubungan antara media dengan audience ditekankan bahwa komunikasi
massa antara individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media.
2. Dimensi
makro, memandang dari sisi pengaruh media kepada masyarakat luas beserta
isi-isinya. Keterkaitan antar media dengan berbagai institusi lain di
masyarakat. Teori ini mengkaji posisi atau kedudukan media di masyarakat,
dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Pada
kasus konsumsi pornomedia ini, lebih cenderung pada dimensi mikro. Dimana
hubungan antara media massa dengan audience dalam artian sebagai individu ini,
akan menghasilkan sebuah kelompok. Biasanya jika kita pergi ke sebuah situs,
atau blog yang tidak berbau pornomedia, akan tercipta sebuah kelompok
pengonsumsi media itu. Mereka saling sapa dan seolah-olah sudah saling mengenal
luar dalam (karakter) dan sudah kenal dari sebelum-sebelumnya. Penulis
mengira-ngira, kamungkinan di situs pornomedia juga seperti ini. Karena tidak
mungkin institusi-institusi sosial mengonsumsi situs ini, kemungkinan hanya
individu-individunya saja, karena dalam institusi sosial ini masih ada norma
dan nilai yang berlaku.
Contoh
kasus: beberapa waktu lalu, ketika sidang DPR berlangsung ada seorang
anggotanya yang mengakses situs video porno. Kita dapat melihat di sisi ini,
jika yang mengkonsumsi pornomedia itu hanya individu-individunya saja, bukan
institusinya.
b. Teori
Dependensi Efek Komunikasi Massa
Dikembangkan
oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976, Sendjaja, 2002:5, 26)
memfokuskan perhatiannya pada kondisi structural suatu masyarakat yang mengatur
kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini dasarnya merupakan
suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat
suatu masyarakat modern. Dimana media merupakan bagian yang di anggap mempunyai
peranan penting dalam pemeliharaan, perubahan dan konflik di masyarakat.
Pemikiran terpentingnya adalah ketika manusia modern menjadi tergantung pada
media massa sebagai informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi apa yang
terjadi di masyarakat.
Sendjaja
mengungkapkan ada tiga efek dalam mengakses media massa dalam teori ini, yakni:
1. Kognitife,
menciptakan atau menghilangkan ambiguitas atau makna ganda, pembentukan sikap,
agenda-setting. Perluasan sistem keyakina masyarakat, penegasan/penjelasan
nilai-nilai.
2. Afektif,
menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan
moral
3. Behavioral,
mengaktifkan/menggerakan./meredakan, pembentukan isu tertentu atau
penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas
serta menyebabkan perilaku dermawan.
Ball-Rokeach
dan DeFleur menambahkan jika audience, sistem media, dan sistem sosial saling
berhubungan satu dengan lainnya meskipun sifat hubungan ini berbea antara
masyarakat satu dengan lainnya.
Pada
teori ini, penulis mengambil dari bagian terpentingnya, yaitu audience itu
ketergantungan terhadap media massa terutama dunia massa. Seperti yang sudah
terlihat saat ini, jika sebagian penduduk di Indonesia itu tidak dapat terlepas
dari dunia maya dan media massa. Maka dapat terjadi kemungkinan bahwa mereka
juga tidak bisa lepas dari pornomedia. Meskipun hanya berupa iklan seorang
perempuan yang tidak berpakaian tertutup.
Penyelesaiannya
Dapat
dijelaskan jika perempuan dijadikan sebagai ladang bisnis makan penggunaan
pornomedia dilakukan secara terencana untuk mengabaikan, menistakan dan
mencampakkan harkat manusia , khususnya perempuan. Selain itu, perempuan juga
sering kali menjadi objek yang di salahkan dan media tidak pernah melakukan
pembelaan dengan alasan pemberitaan harus berimbang.
Melihat
kasus ini, tidak mudah untuk di selesaikan. Karena kedua pelaku yakni new media
atau media massa dan manusia termasuk masyarakat itu saling membutuhkan. Yang
menyebabkan permasalahan ini semakin runyam ketika masyarakat terbelah menjadi
dua. Yakni kelompok yang pro adanya pornomedia dan yang kontra. Cukup pelik
memang, namun, akhirnya dapat disimpulkan jika hal ini harus dikembalikan pada
individu-individunya sendiri. Mereka yang akan menjaga diri mereka sendiri,
media hanya mencoba memuaskan individu lain yang mendukung adanya hal ini.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan dari uraian di atas, jika media massa itu tidak akan lepas dari
pornomedia. Apalagi dalam new media yang memang sangat mudah untuk memasukan
data-data pornomedia itu. Meskipun hanya berupa salah satunya saja, bisa berupa
gamabar, teks, suara, atau video saja. Dalam teori komunikasi massa pada bagian
dimensi mikro itu, menjelaskan hubungan individu dengan media saja. Ini yang
menyangkut pada kasus pornomedia, yaitu seorang anggota DPR yang mengakses
situs porno ketika sidang. Dalam teori dependensi efek komunikasi massa, menjelaskan
jika media massa itu akan menyebabkan seseorang ketergantungan. Karena
pornomedia tidak bisa lepas dari new media dan media massa, maka tidak dapat
dipungkiri juga, jika masyarakat juga akan ketergantungan pada hal yang berbau
porno yang ada di media itu.
b. Saran
Melihat
fenomena saat ini, apalagi mengenai pornomedia yang tidak bisa lepas dari
ponomedia, kita harus lebih waspada dan berhati-hati mengenai dampak yang akan
kita terima. Mempertebal iman mungkin satu saran yang dapat menjaga kita dari
hal itu.
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi
Komunikasi: Teori, Paradigma, Dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat.
Kencana Media Group. Jakarta
Santoso,
Edi & Mite Setiansah.2010. Teori Komunikasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar