MAKALAH
FILSAFAT
ILMU PENGETAHUAN
“Napak Tilas Ilmu, Lahir dan Perkembangannya”
oleh
Nama : Endah Hartimulyani Gumindar
NIM :
F1C010016
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
ILMU KOMUNIKASI
2013
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Masalah
Masyarakat
pada saat ini, cukup dapat disebut sebagai manusia modern, dibandingkan dengan
generasi manusia sebelumnya. Manusia saat ini, sudah cukup maju dengan memiliki
ilmu yang dapat dibilang cukup tinggi, sehingga dapat menciptakan
teknologi-teknologi canggih, untuk menemukan ilmu yang lainnya. Maka tidak
heran jika berbagai cabang ilmu, siap dipilih untuk dipelajari oleh manusia.
Dari
mulai abad Sebelum Masehi hingga saat ini, ilmu yang memang pada dasarnya
adalah sebagai buah dari pengetahuan, terus mengalami perkembangan yang
signifikan. Berawal dari satu, lalu kemudian bercabang menjadi dua, dan hingga
beberapa, kini ribuan ilmu itu terus lahir, dan menelurkan ilmuan-ilmuan
handal.
Ilmu-ilmu
yang terus bertambah jumlahnya itu, memanglah menarik untuk dikaji. Dengan
bertambahnya jumlah manusia, maka tidak mengurangi kemungkinan jika ilmu itu
kian hari kian bertambah dan semakin spesifik. Menarik memang, apalagi jika
ilmu-ilmu itu memanglah sangat berguna untuk kehidupan masyarakat. Seperti
fungsi ilmu yang sepatutnya, yakni untuk membantu manusia dalam memecahkan
masalah praktis sehari-hari (Suriasumantri, Jujun: 1994: 77). Meskipun begitu, banyak pula ilmuan-ilmuan
yang “nakal” untuk menghancurkan manusia, misalkan saja, ilmuan yang
menciptakan virus penyakit.
Pada
dasarnya, untuk mencapai tahap setinggi ini, ilmu mengalami berbagai jalan yang
cukup fenomenal. Bahkan banyak ilmuan-ilmuan yang saling mengklaim, jika ilmu
yang ditemukannya adalah yang paling benar dan paling cocok untuk digunakan
manusia pada jamannya. Tidak jarang juga banyak ilmuan-ilmuan yang dihukum
bahkan hingga mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan pendapatnya. Dari
mulai Socrates, Copernicus, hingga Galileo Galilei, tak luput dari peristiwa
itu.
Melihat
itu semua, ilmu yang memang pada dasarnya berasal dari keingintahuan seseorang
terhadap sesuatu, memanglah cukup menarik bila dikaji. Apalagi jika kita
mengkajinya dari sisi sejarang ilmu, yang mungkin hanya segelintir orang yang
mengetahuinya. Menyenangkan memang, jika kita berusaha untuk menyelami lebih
dalam sejarah dari ilmu yang notabene
hingga saat ini mungkin berjumlah ribuan. Dari disiplin ilmu Kimia saja sudah
menyumbangkan 150 cabang ilmu (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer: Jujun
Suriasumantri: 1994: 94).
B. Rumusan
Masalah
Dari
latarbelakang masalah di atas, dari dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai
berikut:
1. Sebenarnya,
apa yang dimaksud dengan ilmu?
2. Bagaimana
perkembangan ilmu dari lahir hingga saat ini?
C. Tujuan
Melihat
dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan:
1. Untuk
mengetahui maksud dari Ilmu
2. Untuk
mengetahui perkembangan ilmu dari lahir hingga saat ini.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ilmu
Menurut
Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, ilmu
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan dapat disebut ilmu, karena untuk mencapai tahap pengetahuan sebagai
ilmu, memerlukan syarat-syarat tertentu. Selain, itu di halaman 237 Jujun juga
mengungkapkan jika ilmu itu merupakan hasil karya perseorangan yang
dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.
Asal
kata ilmu berasal dari bahasa Indonesia sendiri. Ilmu dalam artian disini
adalah sama maknanya dengan Sciene dalam Bahasa Inggris. Berbeda dengan kata
al-‘ilm dalam bahasa Arab yang berarti pengetahuan. Telah dijelaskan
sebelumnya, jika Ilmu atau science itu merupakan pengetahuan yang didapatkan
melalui metode ilmiah.
A.1.
Pengetahuan sebagai awal dari Ilmu
Pengetahuan
sendiri adalah semua yang diketahui. Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya
Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epitemologi dan Aksiologi Pengetahuan
menjelaskan pengetahuan diperoleh melalui dua cara. Pertama, diperoleh dengan
begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan, dan tanpa usaha.
Contohnya, ketika seseorang tertabrak becak dan itu sakit rasanya. Perasaan
sakit ini diperoleh dengan cara yang pertama. Kedua, pengetahuan yang didasari
motif rasa ingin tahu. Untuk memperoleh pengetahuan seseorang akan
mengusahakannya, biasanya dengan belajar.
Pengetahuan
merupakan kesimpulan dari proses berpikir yang diberi nama penalaran. Seperti
yang diungkap Decrates “aku berpikir maka aku ada”. Sebagai suatu proses
berpikir, penalaran mempunyai dua ciri. Pertama, penalaran adalah pola berpikir
dengan cara luas, hal ini disebut sebagai logika. Kedua, Penalaran adalah sifat
analitik dari proses berpikirnya. Analitik sendiri merupakan suatu kegiatan
berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Namun,
kadang pula, proses berpikir ini tidak menggunakan penalaran logika ataupun
analitik. Proses berpikir seperti ini biasa disebut dengan proses berpikir
nonanalitik. Yang termasuk dalam penarikan kesimpulan nonanalitik ini, perasaan
dan intuisi.
Penalaran
pada dasarnya bersumber pada rasio dan fakta. Penalaran yang bersumber pada
rasio selanjutnya berkembang menjadi paham rasionalis. Sedangkan penalaran yang
bersumber pada fakta, berkembang menjadi paham empirisme. Sedangkan penalaran
yang berkembang pada masa sekarang adalah penalaran ilmiah. Penalaran ini
didapat ketika penalaran induktif dan deduktif berjalan beriringan.
Penalaran
induktif ialah penalaran yang penarikan kesimpulannya dari khusus ke umum,
sedangkan penalaran deduktif atau deduksi ini sebaliknya. Proses berpikir yang
penarikan kesimpulannya berawal dari hal-hal umum kemudian dilanjutkan ke
hal-hal yang lebih khusus.
Untuk
mendapatkan pengetahuan, diperoleh dengan cara pengalaman dan rasio.
Orang-orang yang percaya jika pengetahuan berasal dari pengalaman dan sesuai
dengan fakta, ini tergabung dalam paham empirisme, sedangkan orang-orang yang
percaya jika pengetahuan itu berasal dari akal pikiran itu masuk dalam paham
rasionalisme. Hal ini, terjadi beberapa abad silam. Saat ini pengetahuan
beraliran netral, yakni memadukan dua paham yang merajai dunia beberapa abad
lalu. Seperti halnya yang dilakukan oleh Galileo dahulu kala. Dan gabungan
keduanya menjadikan syarat lahirnya sebuah ilmu. Jadi untuk menentukan sebuah
pengetahuan, termasuk ilmu atau tidak itu bisa dilihat dari cirinya yakni dapat
di indra dan juga masuk akal.
A.2.
Syarat Ilmu
Untuk
menjadi sebuah ilmu, pengetahuan harus memiliki syarat sebagai berikut:
- Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
- Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
- Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
- Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
B. Perkembangan
ilmu dari masa ke masa
Manusia
diciptakan dengan keingintahuannya yang tinggi. Nabi Adam AS, diturunkan ke
bumi karena keingintahuannya terhadap buah simalakama. Begitu juga dengan
lahirnya ilmu, karena keingintahuan manusia itu sendiri. Keingintahuan itu
berubah menjadi pengetahuan karena pengalaman dan/atau rasional (akal), dan
selajutnya akan berbuah menjadi ilmu. Ilmu berkembang dibeberapa peradaban,
Jerome R. Raverzt merangkumkanya dalam buku Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang
Lingkup Bersama (2009), berikut sedikit ringkasan dari buku tersebut, mengenai
perkembangan ilmu:
a. Ilmu
pada peradaban Yunani
Filsuf-Filsuf
Yunani mulai bermunculan pada abad ke-6 dan 5 Sebelum Masehi. Filsuf tertua di
dataran Mediteranian Timur ini adalah Thales yang mengungkapkan “semuanya
adalah air”, dan sebenarnya diikuti “dan dunia penuh dengan dewa-dewa”.
Meskipun demikian, para filsuf Yunani Kuno ini lebih berminat kepada penjelasan
fenomena indrawi.
Pada
Perikles memerintah Athena, di ujung abad ke-5 S.M, kecurigaan terhadap
keberagaman dikalangan filsuf semakin mencuat. Tersirat dengan penghukuman
terhadap Anaxagoras dan dalam serangan kepada Socrates dalam Awam-Awam karya
Aristophanes.
Pada
masa itu, ilmu yang sudah muncul dan mendekati kematangannya ada dua buah.
Pertama, ilmu kedokteran, dan geometri. Pada masa itu, keduanya sudah mencoba
menerapkan metode yang berdisiplin dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan.
Selanjutnya
pada abad ke-4 S.M., Plato, datang dengan karya-karyanya yang masih ada saat
ini. Dia dikenal sebagai Filsuf earliest tertua. Dia merupakan seorang
propagandis matematika yang sangat berpengaruh. Karyanya Timaeus merupakan karya
yang cukup berpengaruh di zaman-zaman yang lebih awal; dalam karya ini ia
membuat garis besar suatu kosmogoni disepanjang arah Pythagorean, yang meliputi
suatu teori musik yang ditinjau dari sudut perimbangan-perimbangan sederhana
dan suatu penyelidikan teori-teori fisika dan fisiologi yang diterima pada
waktu itu.
Pada
Abad ke-4 S.M., juga hidup murid dari Plato yang bernama Aristoteles. Aristoteles
adalah seorang filsuf terkemuka dan terbesar. Minat-minatnya terbentang luas
meliputi bidang alam dan manusia, termasuk etika dan metafisika. Melalui
pengamatan-pengamatannya yang akurat dan teorisasi yang berdisiplin, ia
menciptakan sebuah ilmu biologis dan sebuah ilmu taksonomi yang banyak mirip
dengan ilmu yang kita gunakan saat ini. sarjana-sarjana syang belakangan telah
mengenali kesalahan-kesalahan dalam deskripsi-deskripsinya, namun, ada
kasus-kasus klasik yang kelihatannya keliru, diperiksa ulang dan ternyata
terbukti benar. Ini terjadi pada spesies-spesies yang ajaran dan bersifat
lokal. Ia merupakan si empunya metode ilmiah. Pada saat itu, dia mendefinisikan
bidang permasalahn, lalu mendiskusikan dengan para pendahulunya, lalu
meneruskannya dengan pengalaman dan penalaran untuk mengembangkan argumennya.
Sebagian besar pembagian dasariah pengetahuan, dan juga pengungkapan
prinsip-prinsip metode dan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda-beda, yang
dapat dicapai dengan penggunaan penalaran.
b. Filsafat
Pada Perabadan Romawi
Romawi
sempat mendominasi dunia Mediterania. Peradabannya begitu canggih dan dan
nyata. Dengan mempelajari disiplin ilmu hukum, sangat progresif dalam
terknologi-teknologi perang negara dan kesehatan publik, dengan akses langsung
pada kumpulan karya-karya Yunani. Namun, sayang tidak menghasilkan satu ilmuwan
pun. Memang ada dua ilmuwan, namun itu juga berasal dari Yunani. Yakni, Galen
dari Pregamon, mensintesiskan dan memajukan studi kedokteran, anatomi dan
fisiologi. Lalu, Ptolemeus dari Alexandria, membawa astronomis matematis yang
mendekati kesempurnaan klasik dan juga membawa pendekatan matematis dan ilmiah
menuju ilmu sosial empiris yang paling awal serta prediksi astrologis.
Pada
masa itu di Romawi terdapat dua aliran terkemuka. Yakni Stoisisme dan Epikureanisme,
dan amanat yang ditawarkan keduanya menjanjikan kebahagiaan. Walaupun demikian,
pada abad 1 S.M., lahir sebuah karya yang spekulatif, De Rerun Natura (Tentang Hakekat Benda-benda), karya Lukretisus.
Penjelasan dari karya itu, bahwa roh yang bersifat immaterial itu hanya
merupakan fiksi yang berfungsi untuk menanamkan ketakutan dan kepatuhan
dikalangan orang banyak yang mempercayai tahayul.
Para
sejarawan mencoba berspekulasi tentang kegagalan orang Romawi dalam
mengembangkan ilmu. Kemungkinan akibat perbudakan yang menghambat dorongan bagi
inovasi industri, dan juga struktur sosial bangsa Romawi yang berkombinasi
dengan kelekatannya yang lama terhadap bentuk-bentuk magis.
c. Ilmu
di Abad pertengahan
Peradaban
Yunani dan Romawi mencapai penggenapan siklusnya pada tahun 1000, dengan
setengah abadnya sering disebut abad gelap. Sebaliknya Kerajaan Timur yang
diperintah Constantinopel, mengalami masa yang terang meskipun pada tahun 1000,
hanya sedikit menghasilkan ilmuan. Pada waktu itu pekerjaan besar sedang
dilakukan, yakni peloporan penebangan hutan dan pengeringan rawa untuk tempat
tinggal. Pada abad ke-11 M. sebagian besar ilmuan mempelajari cuplikan-cuplikan
kuano. Pada abad 12, renaissance terjadi yang disebabkan oleh pergaulan dengan
peradaban Islam di Spanyol dan Palestina, selain itu banyak dibangun kota kelas
atas yang melek huruf. Pada abad 13 mulai lahirnya universitas-universitas dan
kebesaran zaman pengetahuan skolastik, ilmuan Thomas Aquinas dan Roger Bacon
termasuk pada jaman ini. Namun, pada tahun1350, Eropa dilanda bencana finansial
dan penyakit pes. Pendapat-pendapat ilmuan pada abad ini masih simpang siur,
karena tidak semua orang terpelajarnya melakukan penelitian.
d. Peradaban
lain (Islam, India, Cina, dan Jepang)
Peradaban
Islam turut serta dalam meramaikan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada abad ke
-7 hingga abad ke-10 para ilmuan Islam (pengikut Nabi) menjadikan bahasa Arab
menjadi bahasa kaum terpelajar dari Persia hingga Spanyol. Pada umumnya, Islam
membawa perdamaian dan kemakmuran untuk negara-negara yang didudukinya, selain
itu, Islam juga menghormati keyakinan-keyakinan yang lain, sehingga orang-orang
Yahudi mendapat posisi tinggi di Islam. Pada abak ke-9, penguasa Arab memerintahkan
banyak orang untuk menerjemahkan karya-karya orang Yunani ke dalam bahasa Arab,
dan setelahnya, sarjana-sarjana Arab mengalami kemajuan dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Karena adanya hubungan yang cukup dekat dengan Eropa Latin,
maka pada abad ke-12 terjadi penerjemahaan karya dari bahasa Arab ke bahasa
Latin. Namun, meskipun begitu, sepanjang penerjemahan Islam berada di bawah
tekanan bangsa Barbar. Dan tak lama setelah itu, peradaban Islam mengalami
keruntuhan.
Sementara
di India, sudah mengalami peradaban tinggi sejak awalnya. Kontak India dengan
Eropa, biasanya melalui bangsa-bangsa Arab. Matematika di India berkembang
cukup tinggi pada masa itu, hal ini juga mempengaruhi sistem Aljabar dan
melengkapi bilangan bangsa Arab (1-9 dan satu angka 0). Pada peradaban ini ciri
khas ilmu berkenaan dengan kesadaran yang tinggi, sehingga jika dibandingkan
dengan Eropa, lebih dapat dikatakan saling melengkapi.
Di
Cina sendiri pada masa itu sudah terjadi kebudayaan, hal ini memacu tantangan
tersendiri bagi sejarawan ilmu Eropa. Meskipun begitu, keduanya yang memang
berbeda dari segi bahasa dan letaknya berjauhan, terdapat kontak yang
berkesinambungan walau hanya dari penjualan barang-barang antik saja. Pada abad
ke-13 terjadi kontak personal penting, salah satunya Marcopolo. Joseph Needham
menyampaikan penemuan-penemuan penting dari Cina, itu terjadi ketika Cina
mengalami Renaissan yang lebih maju dari Eropa. Pada abad 16, Francis Bacon,
juga mentransformasikan ilmunya, yang bersumber dari Cina. Namun, pada saat itu
bangsa Eropa tidak mengetahui asal usul barang-barang yang mereka pakai, jadi
mereka tidak menyadari akan kehadiran Cinal. Dan Cina sendiri tidak mencapai
peradaban modern yang jenius, selayaknya Eropa. Itu dikarenakan masyarakat
Cina, dipimpin oleh pemimpin yang tidak turun temurun, dan filsafat yang dikaji
berupa praktis bukan abstrak. Jepang yang merupakan jajahan Cina secara
kultural, mengalami masa mempesona pada abad ke-19. Pada abad 17, bangsa ini
memutuskan untuk menutup diri dari bangsa luar dan kembali berasimilasi pada
abad ke 19. Para teknisi Jepang, memutuskan untuk hidup dari dua sisi, yakni
sebagai manusia hiper-modern namun juga terikat tradisi sosial kuno yang ketat.
e. Ilmu
di Eropa
Di
Eropa sendiri terdapat dua fase dalam penciptaan ilmu, yakni fase praktis di
abad 16 dan filosofis abad 17. Itu terjadi setelah kelahiran ilmu di zaman
Reneissans. Pada 1413 merupakan awal untuk ekspansi Eropa, terjadi pemisahan
kekuasaan kekaisaran di Eropa. Pada adab-15 terjadi masa suram, universitas-universitas
runtuh dan gereja-gerejapun pecah. Namun, pada masa itu, para sarjana Humanis,
mengedit dan menerbitkan teks-teks berbahasa latin dan Yunani pada semua bidang
ilmu. Leonardo Da Vinci termasuk dalam abad ini. Pada abad 15 juga, bangsa
Spanyol dan Portugis, mulai menggerakan sayapnya untuk melakukan penjajahan.
Maka dari itu, mereka memaksakan diri untuk mempelajari astronomi dan
teknik-teknik peralatan matematis. Bahkan Spanyol, membiayai Colombus untuk
menemukan dunia baru. Pada tahun 1543 Copernicus, menerbitkan karya besar dengan
judul De revolutionibus, tentang
telaan revolusioner dalam bidang kosmologis. Dua tahun berikutnya Ars magna terbit, Gerolamo Cardano
penulisnya, mengembangkan konsep aljabar dan solusi umum persamaan kubik. Pada
abad ini terjadi pula peperangan reformasi gereja, sehingga penciptaan senjata
perang dan pembuatan benteng mengalami kemajuan cepat. Pada 1600, William
Gilbert menjelaskan bahwa jarum kompas dari sudut pandang keberadaan bumi
sebagai raksasa, adalah magnit bumi yang sangat lemah, hal ini untuk pembuktian
bahwa roh-roh berada dalam magnet. Pada 1609, Johanes Kepler menemukan
orbit-orbit planet yang sesungguhnya.
Pada
abad 17, terjadi penolakan mentah-mentah terhadap ilmu astronomi dan alkimia
yang ditemukan para terdahulu. Mereka menganggap ilmu itu tak menuntut adanya
pembuktian bahwa sesuatu itu tidak benar. Pada thaun 1567 dan 1564 Francis
Bacon dan Galileo Galilei lahir, dan menjadi tokoh revolusioner. Mereka
bertekad untuk mengubah sesuatu.kelahiran mereka memang tidak terlihat, namun
mereka mengilhami para juniornya. Francis Bacon mengilhami Decrates dalam
bidang aljabar dan fisika. Sementara Galileo Galilei yang ingin menghancurkan
filsafat skolastik dengan filsafatnya, menggunakan sistem copernican sebagai
senjata pelawan. Optimisme moral ilmu Eropa modern membangun fondasi-fondasinya
dan menjadi akal sehat yang dipersoalkan sampai jatuhhnya bom atom di Hiroshima
dan Nagasaki. Isaac Newton juga lahir di abad 17. Dia seorang ahli matematikus
yang terkenal sepanjang zaman. Citra ilmunya mendominasi di abad 18, seperti
sahabatnya John Locke dibidang filsafat. Awal abad 18 merupakan awal yang
gemilang, dan Eropa sembuh dari kekalutan dua abad terakhir.
Melihat
itu semua, ilmu Eropa berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan masa
lampau, dan karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan
metode-metodenya, ciri-ciri dasar masyarakat Eropa: individualisme agresif yang
ditempa oleh suatu prinsip bekerja sama untuk kemaslahatan umum.
f. Ilmu
di Revolusi Modern
Menjelang
abad 18, di Eropa terjadi revolusi indutri yang mentransformasikannya dari
masyarakat agraris ke masyarakat perkotaan. Pada abad ini juga lahir Revolusi
Prancis yang mana saat itu, ide-ide politik modern dipraktekan untuk pertama
kali.
Selama
revolusi industri, penemuan-penemuan mesin sederhana ditemukan. Diawali dengan
ditemukannya mesin uap di tahun 1711 oleh pneumatika dan diperbaharui oleh
James Watt, sejak tahun 1763 dst, dipandang erat kaitannya dengan perkembangan-perkembangan
teori panas. Dipenghujung abad 17, adanya kuliah-kuliah lepas untuk mencapai
kemajuan, dan publikasi jurnal-jurnal bagi spesies yang menguntungkan ekonomi.
Selain itu, banyak lembaga-lemabag yang dibiayai untuk menciptakan
pengrajin-pengrajin profesional. Sehingga tidak disadari masa ini mengalami
kemajuan, meskipun tidak langsung.
Ilmu
alam mempunyai peranan penting dalam Revolusi Prancis, terutama bidang
matematis. Metode-metode yang digunakannya berupa rasionalisasi. Hasil yang
sekarang masih ada sampai sekarang adalah sistem pengukuran runtut yang
didasarkan pada satuan-satuan alamiah dan desimal. Pierre Simon dkk dan
pengganti mereka Jean Baptis dkk, merupakan matematikus terkenal pada masa itu.
Begitupula dengan Antoine Lavoisier dkk, masih memperlihatkan gaya abstraksi
matematis yang abstrak. Senyawa-senyawa kimia dilukiskan dengan suatu skema
reguler dengan kombinasi nama-nama pada unsur induknya. Puncaknya revolusi
Prancis ini, ketika ilmu menyalahkan pendekatan matematis karena bersifat
steril dan elitis. Rosseau dan dipandu oleh fisikawan dan jurnalis senior Jean
Paul Marat menuntut ilmu untuk khalayak. Di bawah kekuasaan Napoleon ilmuan
terkemuka yang masih hidup dan murid generasi pertama mereka menikmati bantuan
dan pretise, tetapi “sekolah Laplace” mengalami keruntuhan setelah retorasi
Monarki di 1815. Sekelompok ilmuan baru mencoba mengambil alih, namun kemudian
menghilang juga. Meskipun Paris menjadi pusat dunia alamiah, namun terjadi
kemandegan juga di sana.
g. Zaman
matangnya ilmu-ilmu
Pada
abad ke-19 bangsa-bangsa industri maju di Eropa membaurkan akibat-akibat dari
revolusi industri dan Prancis. Masyarakat perkotaan terus menyebar dari suatu
negara ke negara lainnya, dengan basis industri, membuat birokrasi-birokrasi
negara berkembang dalam membuat aturan perdagangan dan kesejahteraan, serta
mengajak partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial politik.
Di
abad ini, merupakan abad yang gemilang. Ilmu-ilmu meluas dan menjadi bidang
penelitian-penelitian baru dan sangat berhasil. Di abad ini juga
diselenggarakan pertemuan-pertemuan internasional, baik mengenai ilmu atau
disiplin yang lain. Penelitian-penelitian diorganisir secara sosial menjadi
lebih efektif daripada dilakukan secara individu. Edisi-edisi ensiklopedi
Britanica, yang terbit dipenghujung abad ini, menjadi sumber informasi yang
sangat berharga bagi para pelajar. Pada abad ini, banyak gaya penelitian yang
berbeda. Di Inggris, masih menggunakan teknik individu, dan melahirkan Charles
Darwin dan kawan-kawan. Sementara di Jerman, ilmu-ilmu alam mempunyai andil
dalam memunculkan universitas yang standar dan bergengsi. Untuk pertama kalinya
didirikan laboratorium pelatihan penelitian oleh ahli Kimia Jerman Justus von
Liebig di sekolahnya.
Pada
awal abad 20, ilmu dipandang sebagai hasil karya murni. Pengajaran dipandang
kurang pokok. Hampir semua penelitian dilakukan para ahli yang dilatih dengan
sangat ketat, bekerja secara total satau seperlunya untuk pekerjaan ini di
bawah lembaga-lembaga khusus. Komunitas para ilmuan diorganisir, menikmati
otonomi yang tinggi, dan standari penelitian dalam pemberian sertifikat serta
pekerjaan dan imbalan yang tepat. Gaya pekerjaan dominan dalam periode ini
bersifat reduksionis. Jiwa positif ilmu juga terlihat dengan meningkatnya
pemisahan dari refleksi filosofis. Teori-teori relativitas Einstein (1905 dan
1961) dan prinsip ketidakpastian Werner Heisenberg, memunculkan diskusi-diskusi filosofis yang
bersemangat antara ilmuan dengan orang awam. Prestasi-prestasi ilmu di abad
ke-20 terlalu besar bahkan dapat dikatalogkan. Akan tetapi ada suatu pola umum
kemajuan. Ditiap bidang uatam, kemajuan didasarkan pada karya deskriptif yang
sangat berhasil di abad ke-19.
Permasalahan-permasalahan
untuk mencapai keberhasilan ilmu ini tidak luput dari berbagai peristiwa
penting di Eropa. Dengan mendefinisikan suatu masalah menjalani jalan yang
panjang menuju solusi-solusinya. Masalah itu hanyalah bagian yang bersifat
teknis. Sama halnya, ia merupakan salah satu sifat ilmu alamiah dalam peradaban
Eropa selama ia dikembangkan selama beabad-abad.
Dengan
begitu, penciptaan ilmu dan perkembangan-perkembangannya hingga menjadi masyhur
seperti saat ini, tidak terlepas dari berbagai peristiwa yang terus
mengikutinya. Jika diumpamakan seorang manusia, mungkin dia adalah yang paling
dewasa, setelah mengalami berbagai kesakitan dan kebahagiaan.
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan. Pada awalnya keinginan manusia tidak akan
pernah terbendung. Mereka terus mencari jawaban melalui proses berpikir, baik
itu penalaran maupun melalui perasaan dan intuisi. Hingga pada suatu tahap
mereka mencapai dua persimpanga, Rasionalis dan Empirisme. Namun, itu tidak
berlangsung lama, karena beberapa ilmuan menjadikannya mereka beriringan,
menjadikan suatu ilmu yang sempurna atau netral. Galileo termasuk di dalamnya.
Berabad-abad
ilmu mengalami simpang siur, terpontang panting, dari satu ilmuan ke ilmuan
lain. Berbagai penemuan baru terus berdatangan, meskipun halangan silih
berganti menerjang. Dari alasan keagamaan dan yang lainnya. Namun, rasa
penasaran manusia tak terkalahakan, hingga ia mencapai tahap yang gemilang di
abad ke-19 hingga saat ini. Dan tentu saja, ilmu-ilmu itu akan terus
berkembang, untuk membantu kehidupan sehari-hari manusia.
Daftar Pustaka
Raverts, Jerome R. 2009. Filsafat Ilmu:
Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Suriasumantri, Jujun, S. 1994. Filsafat
ilmu: Sebuah Pengantar Populer. PUSTAKA SINAR HARAPAN. Jakarta.
Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Ilmu:
Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar