Sabtu, 08 Februari 2014

Filsafat Ilmu Pengetahuan



MAKALAH
FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
“Napak Tilas Ilmu, Lahir dan Perkembangannya”


oleh
Nama : Endah Hartimulyani Gumindar
NIM    : F1C010016


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
2013

PENDAHULUAN

A.    Latarbelakang Masalah
Masyarakat pada saat ini, cukup dapat disebut sebagai manusia modern, dibandingkan dengan generasi manusia sebelumnya. Manusia saat ini, sudah cukup maju dengan memiliki ilmu yang dapat dibilang cukup tinggi, sehingga dapat menciptakan teknologi-teknologi canggih, untuk menemukan ilmu yang lainnya. Maka tidak heran jika berbagai cabang ilmu, siap dipilih untuk dipelajari oleh manusia.
Dari mulai abad Sebelum Masehi hingga saat ini, ilmu yang memang pada dasarnya adalah sebagai buah dari pengetahuan, terus mengalami perkembangan yang signifikan. Berawal dari satu, lalu kemudian bercabang menjadi dua, dan hingga beberapa, kini ribuan ilmu itu terus lahir, dan menelurkan ilmuan-ilmuan handal.
Ilmu-ilmu yang terus bertambah jumlahnya itu, memanglah menarik untuk dikaji. Dengan bertambahnya jumlah manusia, maka tidak mengurangi kemungkinan jika ilmu itu kian hari kian bertambah dan semakin spesifik. Menarik memang, apalagi jika ilmu-ilmu itu memanglah sangat berguna untuk kehidupan masyarakat. Seperti fungsi ilmu yang sepatutnya, yakni untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari (Suriasumantri, Jujun: 1994: 77).  Meskipun begitu, banyak pula ilmuan-ilmuan yang “nakal” untuk menghancurkan manusia, misalkan saja, ilmuan yang menciptakan virus penyakit.
Pada dasarnya, untuk mencapai tahap setinggi ini, ilmu mengalami berbagai jalan yang cukup fenomenal. Bahkan banyak ilmuan-ilmuan yang saling mengklaim, jika ilmu yang ditemukannya adalah yang paling benar dan paling cocok untuk digunakan manusia pada jamannya. Tidak jarang juga banyak ilmuan-ilmuan yang dihukum bahkan hingga mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan pendapatnya. Dari mulai Socrates, Copernicus, hingga Galileo Galilei, tak luput dari peristiwa itu.
Melihat itu semua, ilmu yang memang pada dasarnya berasal dari keingintahuan seseorang terhadap sesuatu, memanglah cukup menarik bila dikaji. Apalagi jika kita mengkajinya dari sisi sejarang ilmu, yang mungkin hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Menyenangkan memang, jika kita berusaha untuk menyelami lebih dalam sejarah dari ilmu yang  notabene hingga saat ini mungkin berjumlah ribuan. Dari disiplin ilmu Kimia saja sudah menyumbangkan 150 cabang ilmu (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer: Jujun Suriasumantri: 1994: 94).

B.     Rumusan Masalah
Dari latarbelakang masalah di atas, dari dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1.      Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan ilmu?
2.      Bagaimana perkembangan ilmu dari lahir hingga saat ini?



C.     Tujuan
Melihat dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui maksud dari Ilmu
2.      Untuk mengetahui perkembangan ilmu dari lahir hingga saat ini.




PEMBAHASAN


A.    Pengertian Ilmu
Menurut Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu, karena untuk mencapai tahap pengetahuan sebagai ilmu, memerlukan syarat-syarat tertentu. Selain, itu di halaman 237 Jujun juga mengungkapkan jika ilmu itu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.
Asal kata ilmu berasal dari bahasa Indonesia sendiri. Ilmu dalam artian disini adalah sama maknanya dengan Sciene dalam Bahasa Inggris. Berbeda dengan kata al-‘ilm dalam bahasa Arab yang berarti pengetahuan. Telah dijelaskan sebelumnya, jika Ilmu atau science itu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah.
A.1. Pengetahuan sebagai awal dari Ilmu
Pengetahuan sendiri adalah semua yang diketahui. Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epitemologi dan Aksiologi Pengetahuan menjelaskan pengetahuan diperoleh melalui dua cara. Pertama, diperoleh dengan begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan, dan tanpa usaha. Contohnya, ketika seseorang tertabrak becak dan itu sakit rasanya. Perasaan sakit ini diperoleh dengan cara yang pertama. Kedua, pengetahuan yang didasari motif rasa ingin tahu. Untuk memperoleh pengetahuan seseorang akan mengusahakannya, biasanya dengan belajar.
Pengetahuan merupakan kesimpulan dari proses berpikir yang diberi nama penalaran. Seperti yang diungkap Decrates “aku berpikir maka aku ada”. Sebagai suatu proses berpikir, penalaran mempunyai dua ciri. Pertama, penalaran adalah pola berpikir dengan cara luas, hal ini disebut sebagai logika. Kedua, Penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Analitik sendiri merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Namun, kadang pula, proses berpikir ini tidak menggunakan penalaran logika ataupun analitik. Proses berpikir seperti ini biasa disebut dengan proses berpikir nonanalitik. Yang termasuk dalam penarikan kesimpulan nonanalitik ini, perasaan dan intuisi.
Penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio dan fakta. Penalaran yang bersumber pada rasio selanjutnya berkembang menjadi paham rasionalis. Sedangkan penalaran yang bersumber pada fakta, berkembang menjadi paham empirisme. Sedangkan penalaran yang berkembang pada masa sekarang adalah penalaran ilmiah. Penalaran ini didapat ketika penalaran induktif dan deduktif berjalan beriringan.
Penalaran induktif ialah penalaran yang penarikan kesimpulannya dari khusus ke umum, sedangkan penalaran deduktif atau deduksi ini sebaliknya. Proses berpikir yang penarikan kesimpulannya berawal dari hal-hal umum kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang lebih khusus.
Untuk mendapatkan pengetahuan, diperoleh dengan cara pengalaman dan rasio. Orang-orang yang percaya jika pengetahuan berasal dari pengalaman dan sesuai dengan fakta, ini tergabung dalam paham empirisme, sedangkan orang-orang yang percaya jika pengetahuan itu berasal dari akal pikiran itu masuk dalam paham rasionalisme. Hal ini, terjadi beberapa abad silam. Saat ini pengetahuan beraliran netral, yakni memadukan dua paham yang merajai dunia beberapa abad lalu. Seperti halnya yang dilakukan oleh Galileo dahulu kala. Dan gabungan keduanya menjadikan syarat lahirnya sebuah ilmu. Jadi untuk menentukan sebuah pengetahuan, termasuk ilmu atau tidak itu bisa dilihat dari cirinya yakni dapat di indra dan juga masuk akal.
A.2. Syarat Ilmu
Untuk menjadi sebuah ilmu, pengetahuan harus memiliki syarat sebagai berikut:
  1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
  2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
B.     Perkembangan ilmu dari masa ke masa
Manusia diciptakan dengan keingintahuannya yang tinggi. Nabi Adam AS, diturunkan ke bumi karena keingintahuannya terhadap buah simalakama. Begitu juga dengan lahirnya ilmu, karena keingintahuan manusia itu sendiri. Keingintahuan itu berubah menjadi pengetahuan karena pengalaman dan/atau rasional (akal), dan selajutnya akan berbuah menjadi ilmu. Ilmu berkembang dibeberapa peradaban, Jerome R. Raverzt merangkumkanya dalam buku Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bersama (2009), berikut sedikit ringkasan dari buku tersebut, mengenai perkembangan ilmu:
a.       Ilmu pada peradaban Yunani
Filsuf-Filsuf Yunani mulai bermunculan pada abad ke-6 dan 5 Sebelum Masehi. Filsuf tertua di dataran Mediteranian Timur ini adalah Thales yang mengungkapkan “semuanya adalah air”, dan sebenarnya diikuti “dan dunia penuh dengan dewa-dewa”. Meskipun demikian, para filsuf Yunani Kuno ini lebih berminat kepada penjelasan fenomena indrawi.
Pada Perikles memerintah Athena, di ujung abad ke-5 S.M, kecurigaan terhadap keberagaman dikalangan filsuf semakin mencuat. Tersirat dengan penghukuman terhadap Anaxagoras dan dalam serangan kepada Socrates dalam Awam-Awam karya Aristophanes.
Pada masa itu, ilmu yang sudah muncul dan mendekati kematangannya ada dua buah. Pertama, ilmu kedokteran, dan geometri. Pada masa itu, keduanya sudah mencoba menerapkan metode yang berdisiplin dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan.
Selanjutnya pada abad ke-4 S.M., Plato, datang dengan karya-karyanya yang masih ada saat ini. Dia dikenal sebagai Filsuf earliest tertua. Dia merupakan seorang propagandis matematika yang sangat berpengaruh. Karyanya Timaeus merupakan karya yang cukup berpengaruh di zaman-zaman yang lebih awal; dalam karya ini ia membuat garis besar suatu kosmogoni disepanjang arah Pythagorean, yang meliputi suatu teori musik yang ditinjau dari sudut perimbangan-perimbangan sederhana dan suatu penyelidikan teori-teori fisika dan fisiologi yang diterima pada waktu itu.
Pada Abad ke-4 S.M., juga hidup murid dari Plato yang bernama Aristoteles. Aristoteles adalah seorang filsuf terkemuka dan terbesar. Minat-minatnya terbentang luas meliputi bidang alam dan manusia, termasuk etika dan metafisika. Melalui pengamatan-pengamatannya yang akurat dan teorisasi yang berdisiplin, ia menciptakan sebuah ilmu biologis dan sebuah ilmu taksonomi yang banyak mirip dengan ilmu yang kita gunakan saat ini. sarjana-sarjana syang belakangan telah mengenali kesalahan-kesalahan dalam deskripsi-deskripsinya, namun, ada kasus-kasus klasik yang kelihatannya keliru, diperiksa ulang dan ternyata terbukti benar. Ini terjadi pada spesies-spesies yang ajaran dan bersifat lokal. Ia merupakan si empunya metode ilmiah. Pada saat itu, dia mendefinisikan bidang permasalahn, lalu mendiskusikan dengan para pendahulunya, lalu meneruskannya dengan pengalaman dan penalaran untuk mengembangkan argumennya. Sebagian besar pembagian dasariah pengetahuan, dan juga pengungkapan prinsip-prinsip metode dan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda-beda, yang dapat dicapai dengan penggunaan penalaran.
b.      Filsafat Pada Perabadan Romawi
Romawi sempat mendominasi dunia Mediterania. Peradabannya begitu canggih dan dan nyata. Dengan mempelajari disiplin ilmu hukum, sangat progresif dalam terknologi-teknologi perang negara dan kesehatan publik, dengan akses langsung pada kumpulan karya-karya Yunani. Namun, sayang tidak menghasilkan satu ilmuwan pun. Memang ada dua ilmuwan, namun itu juga berasal dari Yunani. Yakni, Galen dari Pregamon, mensintesiskan dan memajukan studi kedokteran, anatomi dan fisiologi. Lalu, Ptolemeus dari Alexandria, membawa astronomis matematis yang mendekati kesempurnaan klasik dan juga membawa pendekatan matematis dan ilmiah menuju ilmu sosial empiris yang paling awal serta prediksi astrologis.
Pada masa itu di Romawi terdapat dua aliran terkemuka. Yakni Stoisisme dan Epikureanisme, dan amanat yang ditawarkan keduanya menjanjikan kebahagiaan. Walaupun demikian, pada abad 1 S.M., lahir sebuah karya yang spekulatif, De Rerun Natura (Tentang Hakekat Benda-benda), karya Lukretisus. Penjelasan dari karya itu, bahwa roh yang bersifat immaterial itu hanya merupakan fiksi yang berfungsi untuk menanamkan ketakutan dan kepatuhan dikalangan orang banyak yang mempercayai tahayul.
Para sejarawan mencoba berspekulasi tentang kegagalan orang Romawi dalam mengembangkan ilmu. Kemungkinan akibat perbudakan yang menghambat dorongan bagi inovasi industri, dan juga struktur sosial bangsa Romawi yang berkombinasi dengan kelekatannya yang lama terhadap bentuk-bentuk magis.
c.       Ilmu di Abad pertengahan
Peradaban Yunani dan Romawi mencapai penggenapan siklusnya pada tahun 1000, dengan setengah abadnya sering disebut abad gelap. Sebaliknya Kerajaan Timur yang diperintah Constantinopel, mengalami masa yang terang meskipun pada tahun 1000, hanya sedikit menghasilkan ilmuan. Pada waktu itu pekerjaan besar sedang dilakukan, yakni peloporan penebangan hutan dan pengeringan rawa untuk tempat tinggal. Pada abad ke-11 M. sebagian besar ilmuan mempelajari cuplikan-cuplikan kuano. Pada abad 12, renaissance terjadi yang disebabkan oleh pergaulan dengan peradaban Islam di Spanyol dan Palestina, selain itu banyak dibangun kota kelas atas yang melek huruf. Pada abad 13 mulai lahirnya universitas-universitas dan kebesaran zaman pengetahuan skolastik, ilmuan Thomas Aquinas dan Roger Bacon termasuk pada jaman ini. Namun, pada tahun1350, Eropa dilanda bencana finansial dan penyakit pes. Pendapat-pendapat ilmuan pada abad ini masih simpang siur, karena tidak semua orang terpelajarnya melakukan penelitian.
d.      Peradaban lain (Islam, India, Cina, dan Jepang)
Peradaban Islam turut serta dalam meramaikan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada abad ke -7 hingga abad ke-10 para ilmuan Islam (pengikut Nabi) menjadikan bahasa Arab menjadi bahasa kaum terpelajar dari Persia hingga Spanyol. Pada umumnya, Islam membawa perdamaian dan kemakmuran untuk negara-negara yang didudukinya, selain itu, Islam juga menghormati keyakinan-keyakinan yang lain, sehingga orang-orang Yahudi mendapat posisi tinggi di Islam. Pada abak ke-9, penguasa Arab memerintahkan banyak orang untuk menerjemahkan karya-karya orang Yunani ke dalam bahasa Arab, dan setelahnya, sarjana-sarjana Arab mengalami kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karena adanya hubungan yang cukup dekat dengan Eropa Latin, maka pada abad ke-12 terjadi penerjemahaan karya dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Namun, meskipun begitu, sepanjang penerjemahan Islam berada di bawah tekanan bangsa Barbar. Dan tak lama setelah itu, peradaban Islam mengalami keruntuhan.
Sementara di India, sudah mengalami peradaban tinggi sejak awalnya. Kontak India dengan Eropa, biasanya melalui bangsa-bangsa Arab. Matematika di India berkembang cukup tinggi pada masa itu, hal ini juga mempengaruhi sistem Aljabar dan melengkapi bilangan bangsa Arab (1-9 dan satu angka 0). Pada peradaban ini ciri khas ilmu berkenaan dengan kesadaran yang tinggi, sehingga jika dibandingkan dengan Eropa, lebih dapat dikatakan saling melengkapi.
Di Cina sendiri pada masa itu sudah terjadi kebudayaan, hal ini memacu tantangan tersendiri bagi sejarawan ilmu Eropa. Meskipun begitu, keduanya yang memang berbeda dari segi bahasa dan letaknya berjauhan, terdapat kontak yang berkesinambungan walau hanya dari penjualan barang-barang antik saja. Pada abad ke-13 terjadi kontak personal penting, salah satunya Marcopolo. Joseph Needham menyampaikan penemuan-penemuan penting dari Cina, itu terjadi ketika Cina mengalami Renaissan yang lebih maju dari Eropa. Pada abad 16, Francis Bacon, juga mentransformasikan ilmunya, yang bersumber dari Cina. Namun, pada saat itu bangsa Eropa tidak mengetahui asal usul barang-barang yang mereka pakai, jadi mereka tidak menyadari akan kehadiran Cinal. Dan Cina sendiri tidak mencapai peradaban modern yang jenius, selayaknya Eropa. Itu dikarenakan masyarakat Cina, dipimpin oleh pemimpin yang tidak turun temurun, dan filsafat yang dikaji berupa praktis bukan abstrak. Jepang yang merupakan jajahan Cina secara kultural, mengalami masa mempesona pada abad ke-19. Pada abad 17, bangsa ini memutuskan untuk menutup diri dari bangsa luar dan kembali berasimilasi pada abad ke 19. Para teknisi Jepang, memutuskan untuk hidup dari dua sisi, yakni sebagai manusia hiper-modern namun juga terikat tradisi sosial kuno yang ketat.
e.       Ilmu di Eropa
Di Eropa sendiri terdapat dua fase dalam penciptaan ilmu, yakni fase praktis di abad 16 dan filosofis abad 17. Itu terjadi setelah kelahiran ilmu di zaman Reneissans. Pada 1413 merupakan awal untuk ekspansi Eropa, terjadi pemisahan kekuasaan kekaisaran di Eropa. Pada adab-15 terjadi masa suram, universitas-universitas runtuh dan gereja-gerejapun pecah. Namun, pada masa itu, para sarjana Humanis, mengedit dan menerbitkan teks-teks berbahasa latin dan Yunani pada semua bidang ilmu. Leonardo Da Vinci termasuk dalam abad ini. Pada abad 15 juga, bangsa Spanyol dan Portugis, mulai menggerakan sayapnya untuk melakukan penjajahan. Maka dari itu, mereka memaksakan diri untuk mempelajari astronomi dan teknik-teknik peralatan matematis. Bahkan Spanyol, membiayai Colombus untuk menemukan dunia baru. Pada tahun 1543 Copernicus, menerbitkan karya besar dengan judul De revolutionibus, tentang telaan revolusioner dalam bidang kosmologis. Dua tahun berikutnya Ars magna terbit, Gerolamo Cardano penulisnya, mengembangkan konsep aljabar dan solusi umum persamaan kubik. Pada abad ini terjadi pula peperangan reformasi gereja, sehingga penciptaan senjata perang dan pembuatan benteng mengalami kemajuan cepat. Pada 1600, William Gilbert menjelaskan bahwa jarum kompas dari sudut pandang keberadaan bumi sebagai raksasa, adalah magnit bumi yang sangat lemah, hal ini untuk pembuktian bahwa roh-roh berada dalam magnet. Pada 1609, Johanes Kepler menemukan orbit-orbit planet yang sesungguhnya.
Pada abad 17, terjadi penolakan mentah-mentah terhadap ilmu astronomi dan alkimia yang ditemukan para terdahulu. Mereka menganggap ilmu itu tak menuntut adanya pembuktian bahwa sesuatu itu tidak benar. Pada thaun 1567 dan 1564 Francis Bacon dan Galileo Galilei lahir, dan menjadi tokoh revolusioner. Mereka bertekad untuk mengubah sesuatu.kelahiran mereka memang tidak terlihat, namun mereka mengilhami para juniornya. Francis Bacon mengilhami Decrates dalam bidang aljabar dan fisika. Sementara Galileo Galilei yang ingin menghancurkan filsafat skolastik dengan filsafatnya, menggunakan sistem copernican sebagai senjata pelawan. Optimisme moral ilmu Eropa modern membangun fondasi-fondasinya dan menjadi akal sehat yang dipersoalkan sampai jatuhhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Isaac Newton juga lahir di abad 17. Dia seorang ahli matematikus yang terkenal sepanjang zaman. Citra ilmunya mendominasi di abad 18, seperti sahabatnya John Locke dibidang filsafat. Awal abad 18 merupakan awal yang gemilang, dan Eropa sembuh dari kekalutan dua abad terakhir.
Melihat itu semua, ilmu Eropa berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan masa lampau, dan karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan metode-metodenya, ciri-ciri dasar masyarakat Eropa: individualisme agresif yang ditempa oleh suatu prinsip bekerja sama untuk kemaslahatan umum.
f.       Ilmu di Revolusi Modern
Menjelang abad 18, di Eropa terjadi revolusi indutri yang mentransformasikannya dari masyarakat agraris ke masyarakat perkotaan. Pada abad ini juga lahir Revolusi Prancis yang mana saat itu, ide-ide politik modern dipraktekan untuk pertama kali.
Selama revolusi industri, penemuan-penemuan mesin sederhana ditemukan. Diawali dengan ditemukannya mesin uap di tahun 1711 oleh pneumatika dan diperbaharui oleh James Watt, sejak tahun 1763 dst, dipandang erat kaitannya dengan perkembangan-perkembangan teori panas. Dipenghujung abad 17, adanya kuliah-kuliah lepas untuk mencapai kemajuan, dan publikasi jurnal-jurnal bagi spesies yang menguntungkan ekonomi. Selain itu, banyak lembaga-lemabag yang dibiayai untuk menciptakan pengrajin-pengrajin profesional. Sehingga tidak disadari masa ini mengalami kemajuan, meskipun tidak langsung.
Ilmu alam mempunyai peranan penting dalam Revolusi Prancis, terutama bidang matematis. Metode-metode yang digunakannya berupa rasionalisasi. Hasil yang sekarang masih ada sampai sekarang adalah sistem pengukuran runtut yang didasarkan pada satuan-satuan alamiah dan desimal. Pierre Simon dkk dan pengganti mereka Jean Baptis dkk, merupakan matematikus terkenal pada masa itu. Begitupula dengan Antoine Lavoisier dkk, masih memperlihatkan gaya abstraksi matematis yang abstrak. Senyawa-senyawa kimia dilukiskan dengan suatu skema reguler dengan kombinasi nama-nama pada unsur induknya. Puncaknya revolusi Prancis ini, ketika ilmu menyalahkan pendekatan matematis karena bersifat steril dan elitis. Rosseau dan dipandu oleh fisikawan dan jurnalis senior Jean Paul Marat menuntut ilmu untuk khalayak. Di bawah kekuasaan Napoleon ilmuan terkemuka yang masih hidup dan murid generasi pertama mereka menikmati bantuan dan pretise, tetapi “sekolah Laplace” mengalami keruntuhan setelah retorasi Monarki di 1815. Sekelompok ilmuan baru mencoba mengambil alih, namun kemudian menghilang juga. Meskipun Paris menjadi pusat dunia alamiah, namun terjadi kemandegan juga di sana.
g.      Zaman matangnya ilmu-ilmu
Pada abad ke-19 bangsa-bangsa industri maju di Eropa membaurkan akibat-akibat dari revolusi industri dan Prancis. Masyarakat perkotaan terus menyebar dari suatu negara ke negara lainnya, dengan basis industri, membuat birokrasi-birokrasi negara berkembang dalam membuat aturan perdagangan dan kesejahteraan, serta mengajak partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial politik.
Di abad ini, merupakan abad yang gemilang. Ilmu-ilmu meluas dan menjadi bidang penelitian-penelitian baru dan sangat berhasil. Di abad ini juga diselenggarakan pertemuan-pertemuan internasional, baik mengenai ilmu atau disiplin yang lain. Penelitian-penelitian diorganisir secara sosial menjadi lebih efektif daripada dilakukan secara individu. Edisi-edisi ensiklopedi Britanica, yang terbit dipenghujung abad ini, menjadi sumber informasi yang sangat berharga bagi para pelajar. Pada abad ini, banyak gaya penelitian yang berbeda. Di Inggris, masih menggunakan teknik individu, dan melahirkan Charles Darwin dan kawan-kawan. Sementara di Jerman, ilmu-ilmu alam mempunyai andil dalam memunculkan universitas yang standar dan bergengsi. Untuk pertama kalinya didirikan laboratorium pelatihan penelitian oleh ahli Kimia Jerman Justus von Liebig di sekolahnya.
Pada awal abad 20, ilmu dipandang sebagai hasil karya murni. Pengajaran dipandang kurang pokok. Hampir semua penelitian dilakukan para ahli yang dilatih dengan sangat ketat, bekerja secara total satau seperlunya untuk pekerjaan ini di bawah lembaga-lembaga khusus. Komunitas para ilmuan diorganisir, menikmati otonomi yang tinggi, dan standari penelitian dalam pemberian sertifikat serta pekerjaan dan imbalan yang tepat. Gaya pekerjaan dominan dalam periode ini bersifat reduksionis. Jiwa positif ilmu juga terlihat dengan meningkatnya pemisahan dari refleksi filosofis. Teori-teori relativitas Einstein (1905 dan 1961) dan prinsip ketidakpastian Werner Heisenberg,  memunculkan diskusi-diskusi filosofis yang bersemangat antara ilmuan dengan orang awam. Prestasi-prestasi ilmu di abad ke-20 terlalu besar bahkan dapat dikatalogkan. Akan tetapi ada suatu pola umum kemajuan. Ditiap bidang uatam, kemajuan didasarkan pada karya deskriptif yang sangat berhasil di abad ke-19.
Permasalahan-permasalahan untuk mencapai keberhasilan ilmu ini tidak luput dari berbagai peristiwa penting di Eropa. Dengan mendefinisikan suatu masalah menjalani jalan yang panjang menuju solusi-solusinya. Masalah itu hanyalah bagian yang bersifat teknis. Sama halnya, ia merupakan salah satu sifat ilmu alamiah dalam peradaban Eropa selama ia dikembangkan selama beabad-abad.
Dengan begitu, penciptaan ilmu dan perkembangan-perkembangannya hingga menjadi masyhur seperti saat ini, tidak terlepas dari berbagai peristiwa yang terus mengikutinya. Jika diumpamakan seorang manusia, mungkin dia adalah yang paling dewasa, setelah mengalami berbagai kesakitan dan kebahagiaan.


PENUTUP

Kesimpulan
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan. Pada awalnya keinginan manusia tidak akan pernah terbendung. Mereka terus mencari jawaban melalui proses berpikir, baik itu penalaran maupun melalui perasaan dan intuisi. Hingga pada suatu tahap mereka mencapai dua persimpanga, Rasionalis dan Empirisme. Namun, itu tidak berlangsung lama, karena beberapa ilmuan menjadikannya mereka beriringan, menjadikan suatu ilmu yang sempurna atau netral. Galileo termasuk di dalamnya.
Berabad-abad ilmu mengalami simpang siur, terpontang panting, dari satu ilmuan ke ilmuan lain. Berbagai penemuan baru terus berdatangan, meskipun halangan silih berganti menerjang. Dari alasan keagamaan dan yang lainnya. Namun, rasa penasaran manusia tak terkalahakan, hingga ia mencapai tahap yang gemilang di abad ke-19 hingga saat ini. Dan tentu saja, ilmu-ilmu itu akan terus berkembang, untuk membantu kehidupan sehari-hari manusia.


Daftar Pustaka

Raverts, Jerome R. 2009. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Suriasumantri, Jujun, S. 1994. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer. PUSTAKA SINAR HARAPAN. Jakarta.

Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pernikahan

Maaf kalo Mbak Blog kaget dengan tulisanku kali ini. Maaf.. sudah setahun tidak menyentuhmu sama sekali. Dan yang perlu diperhatikan adalah,...