TUGAS TERSTRUKTUR
SISTEM
POLITIK INDONESIA
“MENGUNGKAP MISTERI HUBUNGAN GOLKAR, MILITER DAN PEMILIHAN UMUM DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA SELAMA ERA ORDE BARU”
Disusun
oleh
Nama : Endah Hartimulyani. G
NIM : F1C010016
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Partai
politik merupakan suatu wadah untuk masyarakat dalam berpartisipasi politik. Partai
politik juga merupakan sarana komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.
Peranan partai politik sangat mempengaruhi sistem politik di suatu negara. Di
Indonesia juga partai politik dijadikan sebagai perantara antara pemerintah
dengan warga negara.
Sebagai
negara yang menganut demokrasi, partai politik di Indonesia juga tumbuh
bagaikan jamur di musim hujan, itu terjadi sebelum runtuhnya Orde Lama. Namun,
pada era Orde Baru, partai politik tidak seberkembang pada masa Orde Lama.
Terkecuali partai Golkar, yang merupakan partai di bawah kepemimpinan Presiden
Soeharto.
Partai
Golkar awalnya bernama Sekber Golkar. Sekber ini merupakan perkumpulan dari
golongan fungsional. Sekber Golkar ini, pada mulanya tidak terkenal. Namun, pada
saat Pemilihan Umum 1971 Sekber ini berubah menjadi partai politik setelah
kemenangannya pada pemilu tersebut. Setiap diadakannya Pemilihan Umum, partai
ini selalu unggul di atas lima puluh persen jauh melampaui target semula sampai
pada tahun1998. Beberapa pengamat melihat bahwa Golkar kini telah menjadi
sebuah Institusi, tapi yang lainnya meragukan bahwa ia bisa bertahan tanpa
dukungan Presiden Soeharto. Partai Golkar ini juga sangat diistimewakan oleh
kalangan militer.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah perkembangan Sekber Golkar setelah menjadi partai politik?
2.
Faktor apakah yang menyebabkan Golkar selalu unggul dalam setiap pemilu
pada era Orde Baru?
3.
Mengapa Partai Golkar sangat diistimewakan oleh kalangan militer? Ada
apa di balik pengistimewaan Partai Golkar dari pada partai lainnya?
C. Tujuan
Penulisan
1.
mengetahui perkembangan Sekber Golkar setelah menjadi partai politik
2.
mengetahui faktor-faktor yang menjadikan Golkar selalu menang dalam
setaip kali pemilu pada era Orde Baru
3.
mengetahui misteri Partai Golkar yang diistimewakan oleh kalangan
militer dan mengetahui yang apa yang ada di balik itu semua.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM POLITIK INDONESIA DAN PARTAI POLITIK
Hampir
semua orang telah mengetahui bahwa dunia politik sering dideskripsikan sebagai
sesuatu yang rumit untuk dipelajari dan dianalisis. Namun, kerumitan itu
terpecahkan menjadi sederhana ketika David Eatson menemukan istilah sistem
politik. Sistem berasal dari bahasa Yunanai yaitu sustem. Secara sederhana
sistem merupakan suatu kesatuan yang utuh berupa rangkaian yang terdiri dari
bagian-bagian yang terkait satu sama lain. Sedangkan politik itu bisa diartikan
sebagai negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan pembagian.
Menurut
David Eatson sistem politik merupakan keseluruhan dari interaksi-interaksi yang
mengatur pembagian nilai secara autoritatif untuk dan atas nama masyarakat.
Sehingga sebagai sesuatu yang otoritatif, hasil akhir sebuah sistem politik
adalah mengikat warga negara.
Walaupun
sistem politik dianggap sebagai suatu hal baru dengan pendekatan sistem dalam
ilmu politik, tetapi sampai sekarang sistem politik tetap relevan dan urgen
yang digunakan oleh para ahli politik lainnya untuk menjelaskan dan memahami
dunia politik. Pendekatan sistem merupakan hal baru dalam ilmu politik walaupun
diketahui pendekatan ini pengembangan dari mazhab behavioralis yang digagas
lebih komprehensif melalui pendekatan sistem dalam melihat atau memandang
interaksi politik.
Menurut
David Eatson didalam sebuah sistem politik itu ada mode-mode analisis, seperti,
sistem (yang berguna memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem tingkah
laku); lingkungan (sistem sebagai wujud dan terbuka untuk pengaru-pengaruh
lingkungan); respon (sistem berguna sebagai usaha-usaha konstruktif dalam
menanggulangi tekanan balik secara intern dan ekstern); umpan balik (kapasitas
suatu sistem yang bertahan karena adanya bentuk-bentuk pengaruh berbalik).
Mode-mode ini berguna untuk menguraikan fenomena politik sebagai pembentuk
sistem yang terbuka, yang memaksanya berhadapan harus dengan masalah yang didorong
oleh keterbukaan terhadap berbagai pengaruh dari sistem-sistem lingkungan yang
ada.
Indonesia
merupakan sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau, beragamnya bahasa
daerah, suku bangsa, seni budaya, agama, kepercayaan dan adat istiadat.
Indonesia merdeka secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sejak
awal merdeka hingga saat ini, Indonesia telah berganti presiden selama enam
kali, yaitu:
1.
Dr. Ir. Soekarno
2.
Jenderal TNI Soerharto
3.
Prof.Dr.Ing. BJ Habibie
4.
K.H Abdurrahman Wahid
5.
Dr. Megawati Soekarno Putri
6.
Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono
Ke
enam presiden itu mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda, dan mempunyai kelemahan
dan kelebihan tersendiri, sesuai dengan sistem politik yang dianut.
Sistem
Politik Indonesia adalah suatu rangkaian kegiatan politik yang di awali dengan
adannya masukan (input) dari masyarakat melalui kelompok kepentingan dan partai
politik kemudian diproses oleh lembaga-lembaga negara kemudian menghasilkan
keputusan-keputusan yang bersifat otoritatif/ mengikat seluruh rakyat
Indonesia.
Pada
sistem politik ini, dibutuhkan kelompok-kelompok kepentingan dan partai politi.
Kelompok kepentingan dalam sistem politik berada pada proses input, yang
melakukan mekanisme tuntutan dan dukungan. Hal ini juga sekaligus membedakan
antara kelompok kepentingan dengan partai politik, karena kelompok kepentingan
tidak memiliki wakil atau tidak mendudukan wakilnnya di lembaga legislatif
sedangkan partai politik memiliki wakil dan menundukan wakilnya sedangkan
partai politik memiliki wakil dan mendudukan wakilnya di lembaga legislatif.
Partai
politik pada umumnya aktif dalam mencari, mengajukan serta memilih calon-calon
pemegang jabatan-jabatan resmi dalam pemerintahan. Karena partai politik itu
berada pada posisi input dan konversi. Posisi input dalam arti mengagregasikan
(mengumpulkan) kepentingan masyarakat, hal ini terjadi melalui mekanisme
pemilihan umum mendudukan wakilnya di lembaga legislatif untuk memperjuangkan
aspirasi masyarakat yang diwakilinya agar menjadi produk kebijakan.
B. SEJARAH LAHIRNYA GOLKAR DAN KETERLIBATAN MILITER DALAM POLITIK.
Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang multi-etnis dan multi agama. Pada awal kemerdekaan
penduduk Indonesia mencapai 179juta jiwa. Kelompok etnis terbesar adalah suku
Jawa, dan kelompok agama terbesar adalah Islam. Sifat multi-etnis dan multi-agama
dari Jawa ataupun Luar Jawa tercermin dalam politik Indonesia maupun dari
dalam-dalam partai politiknya. Munculnya partai-partai politik di Indonesia
merupakan hal yang agak baru. ini berkaitan dengan timbulnya gerakan
kemerdekaan yang dimulai pada awal abad ke-20. Masih diperdebatkan apakah
asosiasi Indonesia yang pertama, Budi Utomo bisa disebut partai politik atau
bukan, mengingat ia lebih merupakan organisasi kebudayaan daripada partai
politik, meskipun tidak ada keraguan bahwa partai politik itu didirikan segera
setelah berdirinya Budi Utomo.
Awal
mula sistem parlementer Indonesia itu, adalah saat partai-partai politik
memerankan peranan yang penting, terjadi pada saat Belanda mengalihkan kekusaan
pada tahun 1949. Peralihan kekuasaan ini menimbulkan konflik bersenjata antara
Indonesia dan Belanda, karena Belanda menolak untuk mengakui kemerdekaan
Indonesia.
Pada
dasarnya Demokrasi Parlementer dikarakteristikan oleh persaingan berbagai partai
politik untuk memproleh kekuasaan, dan kepentingan mereka, dan kepentingan
mereka yang sangat beragam menjadikan koalisi mereka selalu berumur pendek.
Tentara berada di luar parlementer dan kepentingan-kepentingannya tidak bisa
dilindungi di bawah sistem “Demokrasi Konstitusional” itu. Soekarno yang
merupakan tokoh utama, semetara PKI tidak diikutsertakan dalam kabinet. Ketiga
kekuatan politik di atas mendapatkan diri mereka tidak cukup diuntungkan dari
sistem yang ada dan kemudian kecewa. Presiden Soekarno, didukung oleh tentara,
memainkan peranan penting untuk memperlemah Demokrasi Konstitusional. Dia
mengecam partai-partai politik yang punya niat sejak awal untuk membubarkan
diri.
Setelah
terjadi penciutan jumlah partai,
Soekarno dan sejumlah partai yang ada dan didukung oleh tentara memberlakukan
Demokrasi Terpimpin. Di bawah sistem ini, parlementer semakin merosot, dan
bersamaan itu merosot pula partai-partai
politik. Namun, PKI secara meningkat memainkan peranan yang semakin mustahak di
luar parlementer. PKI, dengan dua kekuatan politik, Presiden Soekarno dan
Militer menjadi kakuatan yang sangat berpengaruh pada waktu itu. Tapi, pada
saat pergolakan 1965, PKI dan Soekarno tersingkir dari percaturan; tentara muncul
sebagai aktor politik terpenting.
Tentara
mengembangkan sebuah organisasi tak dikenal yaitu Sekber Golkar. Sekber Golkar
ini menjadi sebuah kuasi partai politik yang dikenal dengan Golongan Karya atau
Golkar. Walaupun demikian tentara tidak pernah menganggap Golkar sebagai partai
politik kecuali sebagai kelompok kekaryaan. Ini dimerupakan sebagian reaksi
terhadap partai-partai politik pada masa lalu. Golkar menganut ideologi sendiri
yaitu ideologi Pancasila.
Kelomok
kekaryaan yang mengistilahkan kelompok mereka dengan kelompok fungsional.
Fungsional di sini tidak berkaitan dengan arti fungsi yang sebenarnya dalam
bahasa Indonesia. fungsi di sini berarti
kelompok yang tidak mengaitkan dirinya denga partai politik atau
organisasi politik.
Pengakuan
resmi keterlibatan Militer dalam politik baru terjadi ketika Presiden Soekarno
membentuk Dewan Nasional pada 6 Mei 1957, setelah peranan partai-partai politik
dilumpuhkan oleh Undang Undang Darurat diberlakukan. Tujuan dibentuknya Dewan
Nasional adalah pura-pura untuk membantu kabinet dalam menjalankan
program-programnya, tapi pada kenyataannya dimaksudkan untuk mengambil alih
peranan partai politik di parlemen. Keanggotaan Dewan Nasional pada awalanya
hanya mencakup “Golongan Fungsionil dalam masyarakat” maupun pejabat-pejabat
militer yang dipandang perlu. Namun, pada 9 Juni 1957, Soekarno berpidato yang
ditunjukan pada personil sipil maupun militer di Serang Jawa Barat, bahwa
keanggotaan Dewan Nasional itu “mencakup person-person dari golongan-golongan
berikut: buruh, petani, intelegensia, seniman, kaum wanita, orang-orang
Kristen, orang Muslim, para pengusaha nasional, personil-personil Angkatan
Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
Setelah
itu tentara mempunyai keyakinan penting tentang peranannya selama rivolusi,
baik sebagai penyelamat diri dan penyelamat negara maupun sebagai pemerintah
yang efektif dibeberapa wilayah pedesaan Jawa, sehingga memberikannya hak untuk
berpartisipasi dalam politik sebagai penjaga dan penyelamat negara yang
didirikannya. Partisipasi politik ini dilaksanakan di dalam sistem parlementer
selalu menimbulkan problem, dan pendefinisian militer (ABRI) sebagai golongan
fungsional pada 1957 merupakan suatu usaha untuk meligimentasi partisispasi
mereka dalam pemerintahan. Menurut doktrin dari Angkatan Darat bahwa militer
tidak akan berusaha mengambil alih pemerintahan dan secara politik tidak akan
tidak aktif. Namun, meskipun demikian militer menuntut hak perwakilan tetap di
dalam kabinet, legislatif, dan pemerintahan.
Kendati
demikian, posisi militer di dalam Dewan Nasional, tidaklah begitu menonjol.
Soekarno dan sipil masih menguasai lembaga politik yang baru didirikan itu.
Dengan di intensifkannya kampanye pembebasan Irian Barat oleh tentara untuk
meningkatkan tentara di kancah dunia politik. Dan terbukti mereka semakin
meningkat, dengan mendirirkan berbagai macam Badan Kerjasama atau yang
disingkat dengan BKS, antara militer dan sipil. Istilah Golongan Karya atau
Golongan Fungsional dikenal setelah pembentukan Front ini.
Melihat
kekuatan Militer yang semakin bertambah Presiden Soekarno menganggap ini sebuah
ancaman baginya. Bisa dimengerti jika kemudian ia ingin mengekang pengaruhnya.
Pada saat itu tentara tidak cukup kuat untuk tumbuh menjadi interdependen,
mendukung Soekarno. Kemudian Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden dengan
menjalankan demokrasi terpimpin dan di berlakukannya UUD 1945, dan dekrit itu didukung
pula oleh tentara.
Pada
tahun 1959 Soekarno mendirikan sebuah front Nasional untuk menggantikan front
pembebasan Irian Barat yang dikuasai oleh militer. Awalnya front ini ditentang
oleh PKI namun kemudian PKI juga ikut melebarkan sayapnya di Front ini.
Walaupun sebagian besar jabatan dipegang oleh tentara dan tokoh-tokoh
antikomunis, tetapi PKI berhasil mengendalikan beberapa jabatan penting.
Pengaruh
PKI dan kekuatan-kekuatan sayap kiri semakin kuat, ini menyebabkan kelompok
anti PKI dan tentara mulai gelisah. Tentara mulai mendirikan berbagai
Organisasi seperti SUAD, BPPK, MKKI dan
termasuk sekber Golkar.
PKI
di bawah perlindungan Presiden Soekarno semakin militan dan semakin
berpengaruh. PKI serta organisasi-organisasinya mengklaim memiliki enggota
lebih dari 27juta anggota. Tentara yang berada di bawah tekanan untuk
dinasakomisasikan, tetapi ia menolak untuk melakukannya. Menanggapi kekuatan
PKI yang semakin meningkat, dilaporkan bahwa para jenderal Angkatan Darat
sering mengadakan pertemuan untuk membahas situasi.
Politik
Luar Negri Indonesia yang agresif juga menguntungkan bagi perkembangan PKI.
Indonesia semakin bergerak mendekati Blok Timur. Selama konfrontasi muncul
usulan untuk membentuk “angkatan kelima” yakni pembentukan satuan tentara,
petani, buruh di bawah kendali PKI, dan ini didukung oleh Soekarno dan RRC.
Inflasi
dan harga mulai melambung tinggi,
mencapai 900 persen pertahun. Perekonomian dan stuktur politik pun mulai
menjelang keruntuhannya. Desas-sesus Soekarno yang sakit parah pun semakin
membuat situsi tidak jelas dan tidak ada kepastian. Di bawah bayang-bayang
seperti itu gerakan 30 september pun terjadi sebagai kudeta. Kudeta yang
memakan korban enam jenderal senior ini juga memaksa Soekarno untuk menyerahkan
jabatannya secara terpaksa.
Untuk
menghadapi PKI, Soeharto mengambil alih kepemimpinan presiden, setelah
dikeluarkannya Supersemar yakni, surat perintah dari Presiden Soekarno sebagai
presiden seumur hidup, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Pemimpin
Besar Revolusi kepada Jenderal Soeharto.
Surat perintah ini diberikan dalam menghadapi suasana darurat politik
pasca G30S/PKI. Tugas Soeharto pada saat itu sebagaimana tertuang dalam
supersemar yaitu, mengamankan keadaan dan membawa masyarakat keluar dari
kekacauan dan suasana darurat politik. Kekuasaan untuk mengatasi keadaan yang
dimiliki Soekarno diserahkan kepada Soeharto.
C. GOLKAR, PERAN MILITER DAN ENAM
KALI PEMILU
Setelah
Soekarno mundur secara terpaksa dan hancurnya PKI, militer menjadi aktor
politik terpenting saat itu, termasuk Soeharto yang merupakan dari kalangan
militer untuk menjadi presiden.
Golkar dan Pemilu 1971
Pemerintah
tampaknya telah benar-benar siap untuk menghadapi pemilu. Partai pemmerintah,
sekber Golkar, telah membuat “akselerasi modernisasi” untuk Indonesia dalam
jangka 25 tahun mendatang sebagai tema pokok kampanye pemilu. Sekber Golkar
yang menjadi simbol dari pembangunan yang pesat dan modernisasi, menampilkan
dirinya sebagai alternatif satu-satunya untuk modernisasi Indonesia.
Ada
yang harus diketahui tentang sekber Golkar pada waktu itu,
1.
Sebelum pemilu 1971, terutama menyangkut komponen-komponennya yang
beragam. Setelah pertemuan di Hankam dan kekalahan Kino untuk menjadi sebuah
unit interdependen dalam pemilu, anggota kino, khususnya Trikarya, tidak lagi
aktif dalam masa persiapan pemilu. Benar bahwa beberapa orang ketua Kino juga
termasuk dalam kepemimpinan Golkar, tapi tampaknya mereka tidak berpartisipasi
aktif dalam kampanye. Golkar pun jatuh ke tangan Moertopo.
2.
Kokarmendagri (Korps Karyawan Kementrian Luar Negeri), tampak sekali
faksi Moertopo-Soekawati berada di balik semua ini. Tujuannya untuk menggalang
dukungan kepada Golkar selama pemilu. Akan tetapi jauh sebelum dibentuknya
korps-korps karyawan ini, sudah ada kokarmendagri yang cukup kuat. Tidak diragukan lagi bahwa
kokarmendagri memberikan sumbangan yang penting dalam kemenangan sekber Golkar
pada pemilihan umum. Di samping itu Kokarmendagri juga membuat peraturan untuk
pegawai negeri, bahwa pegawai negeri harus memiliki “mono-loyalitas”, dan
pegawai negri tidak boleh menjadi anggota partai manapun. Ketika pemilihan umum
semua pegawai negri di instruksikan untuk memilih sekber Golkar.
3.
Pejabat-pejabat Militer dan para kepala desa dimobilisasi untuk menjamin
agar penduduk desa memilih Golkar. Namun demikian, pejabat-pejabat Militer
lokal sering bertindak secara interdependen dari Bapilu untuk menunjukan bahwa
mereka memiliki ekuatan pemilu di atasnya.
Hasil
dari itu semua, Golkar memenangkan pemilu periode 1971.
Setelah
pemilu sekber Golkar melakukan reorganisasi termasuk merubah namanya menjadi
Golkar. Sebuah publikasi Golkar menyatakan bahwa presiden Soeharto telah
dimintai saran tentang reorganisasi itu melau Letjen Darjatmo yang kemudian
menyampaikan petunjuk Soeharto kepada Golkar. Itu berarti Soeharto telah
terlibat dalam proses itu. Sangat mencurigakan lagi pada saat akan diadakan Munas
pertama setelah pemilu ketua Golkar Sokowati meninggal dunia.
Setelah
tiga tahun pemilu tepatnya pada tanggal 15 Januari 1974, terjadi sebuah
kerusuhan yang dikenal dengan keruseuhan 15 januari atau Malari. Kerusuhan itu
dipicu karena penguasa dinilai terlalu membuka diri pada asing, terutama pada
Jepang. Pemerintah orde Baru pimpinan Soeharto telah melanggar aturan
Demokrasi.
Golkar dan Pemilu 1977
Oposisi
terhadap pemerintahan Soeharto mulai muncul setelah pemilu 1971, terutama dari
mahasiswa, kelompok-kelompok Muslim, dan para cendekiawan, dengan dukungan dari
suatu lapisan tertentu dikalangan militer. Oposisi ini muncul kembali menjelang akhir
1977. Oposisi paling mencolok berasal dari kalangan Mahasiswa. Mereka bersikap
kritis terhadap kebijaksanaan pembangunan yang diterapkan pemerintah dan
meluasnya kesenjangan pendapatan. Mereka juga mengecam pemerintah karena telah
berjangkitnya korupsi.
Pada pemilu tahun 1977 ini ada tiga partai yang
mengikuti pemilihan, pertama Partai Persatuan Pembangunan, kedua Partai
Demokrasi Indonesia, dan yang terakhir Golkar
Pada
pemilu 1977 in juga mengandung unsur kejanggalan, yaitu:
1.
Golkar menyatukan berbagai unsur kekuatan politik terhadap partai lawan,
yang memungkinkan konflik internal yang semakin besar, sehingga Golkar menjadi
pemenang dalam pemilu.
2.
Pemerintah Orde Baru juga melakukan intervensi politik kedalam partai,
agar partai selalu dalam keadaan “mandul”. Misalkan saja, pemerintah melarang
Guruh Soekarnoputra untuk menjadi juru kampanye PDI, rezim khawatir kalau
kharisma Soekarno muncul melalui Guruh. Rhoma Irama pun dilarang berkampanye
untuk memenangkan PPP. Ini dimaksudkan agar pemikiran rakyat hannya tertuju
pada Golkar.
3.
Adanya pertemuan selama tiga hari yang membahas masalah-masalah yang
ada. Ada spekulasi bahwa beberapa orang jenderal tidak setuju dengan Soeharto
tetapi akhirnya mau setelah dibujuk untuk memberikan dukungan mereka.
4.
Adanya penahanan yang dilakukan pemerintah terhadap mahasiswa ataupun
kaum muslim yang melakukan perlawanan.
5.
Menjelang pemilu calon presiden hanya satu-satunya yaitu Soeharto,
mereka cukup berhasil dalam mengendalikan situasi.
6.
Kabinet baru Soeharto berasal dari kalangan militer dan sipil, Soeharto
tidak menggunakan kelompok Golkar lama.
Setelah
pemilu berlangsung, para pengkritik pemerintah mengadakan sebuah kongres yaitu
kongres Kosgoro, pada kongres yang ke empat kalinya ini, ketua umum kongres
Kosgoro berkomentar bahwa kaum intelektual Indonesia harus berorientasi pada
rakyat, dan sebagai negara konstitusional Undang-undang harus ditegakkan,
hubungan antara Golkar, Militer dan Pemerintahpun harus diperbaiki dan Golkar
tidak perlu bergantung pada militer dan pemerintah.
Golkar dan Pemilu 1982
Pemilu
1977 telah memenangkan Soeharto sebagai Presiden semakin memperkuat posisi Golkar. Pada saat
yang sama, pemerintah menjadi semakin terlibat pada masalah stabilitas politik
dan kemudian memperkenalkan pengawasan yang lebih ketat terhadap oposisi,
khusunya dari Mahasiswa dan kelompok-kelompok Islam. Despolitisi Mahasiswa dan
pengawasan terhadap pengaruh Islam poitik adalah dua langkah yang diambil
pemerintah.
Pemerintah
mengeluarkan RUU NKK (Rancangan Undang Undang Normalisasi Kehidupan Kampus),
RUU NKK itu berisi tentang Mahasiswa yang tidak perlu untuk mengikuti kegiatan
di luar kampus. Pemerintah berusaha untuk mengganti dewan-dewan dengan pilihan
rektor, mahasiswa menganggap bahwa pemerintah akan mengganti dewan-dewan dengan
dewan-dewan baru yang pro-pemerintah. Ini semua semakin membuat mahasiswa
berontak.
Pada
awal 1982 keputusan presiden tentang kampanye dikeluarkan, peraturan ini mulai
diberlakukan sejak 5 Januari 1982. Peraturan ini semakin ketat dari peraturan
sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1.
Peraturan ini menetapkan bahwa
kontestan harus menyerahkan rencana kampanyenya tujuh hari sebelum proses
kampanye dimulai.
2.
Proses kampanye hanya berlangsung 14 hari.
3.
Banak calon-calon yang dibatalkan karena pejabat yang menyeleksi tidak
suka.
4.
Menteri Penerangan Moertopo mendesak kepada anggota Korpri untuk
melakukan kampanye dikalangan mereka sendiri untuk memilih Golkar. Selain itu
Moertopo juga menginstruksikan kepada para pejabat jajaran penerangan di daerah
untuk memilih Golkar, jika tidak memilih Golkar mereka tidak Loyal
5.
Sebelum pemilu 1982 pemerintah telah mengangkat kepala desa menjadi
pagawai negeri, dengan itu kepala desa telah menjadi bagian dari anggota korpri,
sebuah strategi efektif yang dilakukan pemerintah karena sistem “bapak-anak”
masih mengakar kuat.
Terdapat
perasaan yang tidak puas dikalangan masyarakat terutama yang sadar politik,
sempat terpikir oleh mereka untuk untuk mencipatakan golongan putih, tapi
akhirnya mereka juga ikut untuk berpartisipasi dalam “pesta demokrasi”
tersebut. Hasil dari pemilu itu Golkar tetap menjadi yang terdepan.
Golkar dan Pemilu 1987
Pemerintahan
tahun 1982-1987 telah menyampaikan lima RUU tentang pancasila yang akan
diamandemen, RUU itu yaitu, RUU pemilu, RUU DPR/MPR, RUU amandemen parpol dan
Golkar, RUU Referendum, RUU Organisasi Massa. RUU itu disampaikan oleh mentri
dalam negri dengan embel-embel bahwa RUU itu sangat penting untuk kehidupan
bangsa dan negara dan kelangsungan dari apa yang disebut dengan “demokrasi
Pancasila”
Jika
pemerintah telah sukses dengan RUU Pancasilanya, Golkar juga telah sukses
mereorganisasikan dirinya, dan mentransforasikan menjadi semacam “partai
kader”. Ini dimaksudkan untuk membuat organisasi itu sebagai gerakan politik
yang lebih efektif di bawah kendali Soeharto pribadi. Dalam mereorganisasikan
dirinya Golkar juga telah mendapatkan Ketua Umum baru yaitu Soedharmono. Di
bawah kepemimpinan Soedharmono, cara mengrekrut kader pun menggunakan cara
baru, yaitu pendaftaran untuk menjadi kader itu dilakukan secara sukarela. Akan
tetapi meskipun begitu para pegawai negeri kebanyakan memilih Golkar daripada
partai politik.
Untuk
maju pada pemilu 1987 Golkar telah siap. Apalagi setelah disahkannya
reorganisasi Golkar dan disahkannya Undang-Undang yang berhubungan dengan
Pancasila.
Golkar
juga merubah strategi berkampanyenya, yaitu memberikan peluang yang lebih besar
kepada wanita dan calon-calon di bawah usia 40 tahun. Meningkatnya calon-calon
wanita dan usia muda dalam daftar Golkar dimaksudkan untuk menarik dukungan
dari pemilih wanita dan usia muda yang jumlahnya 20% dari populasi pemilih.
Dalam
berkampanye pun Golkar sangat di untungkan, pertama dengan adanya tentara di
balakang Golkar kemenangan pemilu 1987 pun semakin tidak diragukan lagi. Kedua
sebagai partai oemerintah Golkar telah diberi fasilitas-fasilitas resmi jauh
sebelum kampanye dimulai, ketiga pemerintah menggunakan jabatannya untuk
berkampanye kepada anak buahnya, keempat di desa-desa pemerintah memasang
listrik dan air minum, untuk meraih simpati dari rakyat, dan kemudian rakyat
memilih Golkar pada pemilu 1987.
Pada
pemilu tahun 1987 peranan tentara tidak begitu mencolok selama berlangsungnya
pemilu. Beberapa pengamat mengatakan bahwa pemilu kali ini merupakan pemilu
yang peling netral karena tentara bediri di atas semua pihak. Namun, tetap
Golkar yang memenangkan pemilu.
Golkar dan Pemilu 1992
Politik
Indonesia dan khususnya Golkar telah mengalami perkembangan yang baru. Dengan
mundurnya angkatan 45 ABRI sebagai pemimpin tampaknya pengaruh presiden
Soeharto tidak sebesar dulu. Di samping itu, ABRI tidak lagi sekompak dulu, dan
dukungan ABRI terhadap presiden pun tidak sebulat dulu. Menghadapi pemilu 1992
Presiden Soeharto menginginkan dukungan lebih banyak dari golongan Islam. Maka
pemerintah pun semakin gencar mencari langkah-langkah untuk merangkul golongan
Islam, yang antara lain dengan cara perginya presiden sekeluarga untuk
menunaikan ibadah haji serta didirikannya Bank Muamalat Indonesia.
Tidak
bisa disangkal lagi Golkar telah mempersiapkan diri untuk menggoyang pemilu
1992. Dipimpin oleh Soeharto pada tahun 1990 Golkar mengadakan rapim Golkar
selama empat hari. Soeharto menegaskan bahwa pemilu 1992 bukanlah sekedar ajang
kegiatan untuk memperoleh jumlah suara tetapi harus melakukan kegiatan utama
yaitu melakukan peran pembangunan dan modernisasi. Dengan kata lain bahwa
Golkar akan memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Golkar juga tidak akan menjaga
jarak dengan ABRI maupun Birokrasi, karena Golkar akan mempertahankan
hubungannya seperti selama ini. Namun, sikap ABRI terhadap Golkar kurang
kompak. Ada sebagian pensiuanan ABRI yang bergabung dengan PDI.
Pada
pemilihan calon legislatif, Golkar mempunyai strategi baru, yaitu dengan
mencoret calon yang terlampau vokal dan latar belakangnya tidak seuai. Ada
beberapa calon yang berasal dari kalangan Birokrasi dan ABRI yng tersingkir.
Rupanya presiden dalam pemilu keli ini lebih menitik beratkan pada calon yang
beragama Islam.
Pada
tanggal 9 Juni pemilu dilaksanakan,. 90,91% pemilih telah melakukan pemilihan.
Prosesnya cukup lancar meskipun bentrokan dimana-mana. Ada yang beranggapan
bahwa lancarnya pemilu kali ini adalah karena sikap netralnya ABRI ketika
pemilu berlangsung.
Golkar
menang kembali dalam pemilu kali ini, dengan memperoleh 68,1%suara, ini
melenceng dari target karena ketidaksenangan pemilih di kota-kota terhadap
kesenjangan ekonomi dan sosial selama ini. Golkar menang juga karena masih
adanya tekanan halus dari pemerintah pada pegawai negri untuk memilih Golkar.
Golkar dan Pemilu 1997
Politik tahun 1995 boleh jadi dibilang sebuah politik
yang menggairahkan. Sejumlah polemik yang di antaranya adalah suksesi, partai
yang di pinggirkan, kekebalan hukum pejabat, bisnis anak pejabat (pembangunan
Tol oleh anak Presiden Soeharto), kabinet yang tak kompak dan lain-lain. Selain
itu juga ada kejutan-kejutan dari istana yakni, anggota F-ABRI dipangkas
menjadi 25%, sistem pemilu dan dwifungsi ABRI diteliti, dan konflik-konfik NU
dan PDI semakin berkepanjangan.
Pada tahun 1996 merupakan warning up menuju pemilu 1997, ditahun1996 dilakukan pendaftaran
pemilih, menetapkan calon jumlah DPR dan DPRD dan pengajuan calon legislatif
periode 1997-2002.
Golkarpun sudah melakukan persiapan, persiapannya sama
seperti pemilu-pemilu sebelumnya yakni, dengan merekrut calon terutama golongan
kaum wanita, calon-calon muda dan calon-calon yang beragama Islam. Meskipun
telah memangkas anggota ABRI, Golkar tidak kehilangan banyak suara justru
Golkar menang kembali sesuai dengan prediksi masyarakat di dalam maupaun di luar
negeri. Dengan berkampanye menggunakan cara mengiming-imingi akan memberantas
korupsi dan kolusi, kemudian dengan mengumbar janji bahwa jika Golkar menang
akan menghayati demokrasi secara benar. Golkar memperoleh suara 74% dari total
keseluruhan. Presiden Soeharto pun merasa senang akan kemenangan tersebut.
Namun, kemenangan Golkar ini, membawa dampak yang lebih buruk pada Negara Indonesia. setelah pemilu berlangsung
banyak pemberontakan dimana-mana, pertiakaian, pertumpahan darah, terjadi di
berbagai sudut Indonesia.
Dan benar saja pemberontakan pun terjadi dimana-mana
puncaknya pada bulan Mei 1998, di Jakarta dengan sebuta tragedi Trisakti yang
mengakibatkan beberapa mahasiswa meninggal karena pemerontakan tersebut.
Soeharto dipaksa untuk mundur karena memang sudah benar-benar keterlaluan.
Soeharto telah menghina bangsa Indonesia dengan ketidakjujuran dalam setiap
pemilu. Soeharto mundur secara paksa pada tanggal 13 Mei 1998, dan kemudian
bulan Agustusnya digantikan oleh presiden sementara yaitu BJ.Habibie.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari pembahasan di atas adalah bahwa hubungan militer dengan Golkar berawal
dari masuknya militer pada kelompok Fungsional tahun 1957. Dengan bergabungnya
di dalam kelompok fungsional, militer juga berhak untuk masuk kepada
pemerintahan atau parlementer. Namun, meskipun begitu yang tetap memegang
kendali adalah anggota masyarakat sipil. Militer berjaya pada saat adanya
peristiwa G30S/PKI, karena bisa mengambil alih kekuasaan dari PKI dan Soekarno
yang telah membuat Supersemar yang isinya adalah menyerahkan kekuasaan dari
Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup kepada jenderal Soeharto.
Golkar merupakan sebuah sekber yang didirikan oleh militer, sekber ini kemudian
maju pada pemilu 1971, dan keluar sebagai pemenang. Sistem politik Demokrasi
yang di anut bangsa Indonesia sepertinya tidak berlaku pada saat Golkar dan
militer (Jenderal Soeharto) berkuasa, karena pada saat itu, Demokrasi dipenuhi
dengan sikap otoriter sang presiden. Pada pemilu 1977 presiden melarang dua
partai lawan (PDI dan PPP) melakukan kampanye dengan menggunakan orang-orang
ternama seperti Guruh Soekarno Putra untuk PDI, dan Rhoma Irama untuk PPP. Sampai pada pemilu 1987 Golkar selalu menang
dengan berbagai strateginya yang memang melenceng dari yang namanya kejujuran.
Golkar menjadi parati Keder atau partai negara dengan dukungan militer. Pada
masa orde baru tahun 1971 sampai tahun 1987, kabinet yang mengisi terdiri dari
sipil dan militer. Karena seperti yang sudah diketahui bahwa militer adalah
ayah kandung dari Golkar, sehingga militer sangat berpengaruh terhadap Golkar.
Namun, pada pemillu 1992 dan 1997 militer tidak terlalu berpengaruh terhadap
Golkar, menurut beberapa pengamat politik ABRI sudah mulai netral. Pada pemilu
tahun 1992 dan 1997 Golkar juga sangat memprioritaskan pemilih itu yang
beragama Islam dan wanita, karena jumlahnya sangat menjanjikan untuk perolehan
suara. Masa kepemimpinan Soeharto berakhir pada 13 Mei 1998.
B.
Saran
Saran
terhadap kaum intelektual masa kini adalah kita sebagai kaum intelektual harus
berani memerangi sesuatu yang menurut kita salah, kita tidak boleh taku pada
para penguasa, karena mereka juga manusia biasa. Bila ada kejadian seperti Orde
Baru lagi, kita harus kompak dan harus lebih cerdas daripada pemerintah, kita
harus bisa meruntuhkan pemerintahan yang seperti itu, jumalh kita lebih banyak
daripada para pemerintah itu. Intinya, kita tidak boleh selalu menurut kepada
para penguasa karena penguasa itu tidak selamanya benar.
Daftar
pustaka
Fatah, Eep Saefulloh, Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru. PUSTAKA
PELAJAR. Yogyakarta .1998.
Gafar Afan, dkk, Orde Baru. CV RAMADHANI. Solo.1990
Suryadinata, Leo,Golkar dan Militer.LP3ES.Jakarta.1995
Suryadi, Budi, Kerangka Analisis Sistem Politik Indonesia.IRCISoD.Jogjakarta.2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar