Sabtu, 08 Februari 2014

Sistem Politik Indonesia : dosennya pro orla, jadi tugasnya tentang orba wkwkwkk



TUGAS TERSTRUKTUR
SISTEM POLITIK INDONESIA
MENGUNGKAP MISTERI HUBUNGAN  GOLKAR, MILITER DAN PEMILIHAN UMUM  DALAM  SISTEM POLITIK INDONESIA SELAMA ERA ORDE BARU


Disusun oleh
Nama        : Endah Hartimulyani. G
NIM : F1C010016



JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang masalah

Partai politik merupakan suatu wadah untuk masyarakat dalam berpartisipasi politik. Partai politik juga merupakan sarana komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat. Peranan partai politik sangat mempengaruhi sistem politik di suatu negara. Di Indonesia juga partai politik dijadikan sebagai perantara antara pemerintah dengan warga negara.

Sebagai negara yang menganut demokrasi, partai politik di Indonesia juga tumbuh bagaikan jamur di musim hujan, itu terjadi sebelum runtuhnya Orde Lama. Namun, pada era Orde Baru, partai politik tidak seberkembang pada masa Orde Lama. Terkecuali partai Golkar, yang merupakan partai di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Partai Golkar awalnya bernama Sekber Golkar. Sekber ini merupakan perkumpulan dari golongan fungsional. Sekber Golkar ini, pada mulanya tidak terkenal. Namun, pada saat Pemilihan Umum 1971 Sekber ini berubah menjadi partai politik setelah kemenangannya pada pemilu tersebut. Setiap diadakannya Pemilihan Umum, partai ini selalu unggul di atas lima puluh persen jauh melampaui target semula sampai pada tahun1998. Beberapa pengamat melihat bahwa Golkar kini telah menjadi sebuah Institusi, tapi yang lainnya meragukan bahwa ia bisa bertahan tanpa dukungan Presiden Soeharto. Partai Golkar ini juga sangat diistimewakan oleh kalangan militer.



B.    Rumusan Masalah

Dari permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah perkembangan Sekber Golkar setelah menjadi partai politik?
2.      Faktor apakah yang menyebabkan Golkar selalu unggul dalam setiap pemilu pada era Orde Baru?
3.      Mengapa Partai Golkar sangat diistimewakan oleh kalangan militer? Ada apa di balik pengistimewaan Partai Golkar dari pada partai lainnya?


C.   Tujuan Penulisan

1.      mengetahui perkembangan Sekber Golkar setelah menjadi partai politik
2.      mengetahui faktor-faktor yang menjadikan Golkar selalu menang dalam setaip kali pemilu pada era Orde Baru
3.      mengetahui misteri Partai Golkar yang diistimewakan oleh kalangan militer dan mengetahui yang apa yang ada di balik itu semua.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    SISTEM POLITIK INDONESIA DAN PARTAI POLITIK

Hampir semua orang telah mengetahui bahwa dunia politik sering dideskripsikan sebagai sesuatu yang rumit untuk dipelajari dan dianalisis. Namun, kerumitan itu terpecahkan menjadi sederhana ketika David Eatson menemukan istilah sistem politik. Sistem berasal dari bahasa Yunanai yaitu sustem. Secara sederhana sistem merupakan suatu kesatuan yang utuh berupa rangkaian yang terdiri dari bagian-bagian yang terkait satu sama lain. Sedangkan politik itu bisa diartikan sebagai negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan pembagian.

Menurut David Eatson sistem politik merupakan keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai secara autoritatif untuk dan atas nama masyarakat. Sehingga sebagai sesuatu yang otoritatif, hasil akhir sebuah sistem politik adalah mengikat warga negara.

Walaupun sistem politik dianggap sebagai suatu hal baru dengan pendekatan sistem dalam ilmu politik, tetapi sampai sekarang sistem politik tetap relevan dan urgen yang digunakan oleh para ahli politik lainnya untuk menjelaskan dan memahami dunia politik. Pendekatan sistem merupakan hal baru dalam ilmu politik walaupun diketahui pendekatan ini pengembangan dari mazhab behavioralis yang digagas lebih komprehensif melalui pendekatan sistem dalam melihat atau memandang interaksi politik.

Menurut David Eatson didalam sebuah sistem politik itu ada mode-mode analisis, seperti, sistem (yang berguna memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem tingkah laku); lingkungan (sistem sebagai wujud dan terbuka untuk pengaru-pengaruh lingkungan); respon (sistem berguna sebagai usaha-usaha konstruktif dalam menanggulangi tekanan balik secara intern dan ekstern); umpan balik (kapasitas suatu sistem yang bertahan karena adanya bentuk-bentuk pengaruh berbalik). Mode-mode ini berguna untuk menguraikan fenomena politik sebagai pembentuk sistem yang terbuka, yang memaksanya berhadapan harus dengan masalah yang didorong oleh keterbukaan terhadap berbagai pengaruh dari sistem-sistem lingkungan yang ada.

Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau, beragamnya bahasa daerah, suku bangsa, seni budaya, agama, kepercayaan dan adat istiadat. Indonesia merdeka secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sejak awal merdeka hingga saat ini, Indonesia telah berganti presiden selama enam kali, yaitu:
1.      Dr. Ir. Soekarno
2.      Jenderal TNI Soerharto
3.      Prof.Dr.Ing. BJ Habibie
4.      K.H Abdurrahman Wahid
5.      Dr. Megawati Soekarno Putri
6.      Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono
Ke enam presiden itu mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda, dan mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri, sesuai dengan sistem politik yang dianut.

Sistem Politik Indonesia adalah suatu rangkaian kegiatan politik yang di awali dengan adannya masukan (input) dari masyarakat melalui kelompok kepentingan dan partai politik kemudian diproses oleh lembaga-lembaga negara kemudian menghasilkan keputusan-keputusan yang bersifat otoritatif/ mengikat seluruh rakyat Indonesia.

Pada sistem politik ini, dibutuhkan kelompok-kelompok kepentingan dan partai politi. Kelompok kepentingan dalam sistem politik berada pada proses input, yang melakukan mekanisme tuntutan dan dukungan. Hal ini juga sekaligus membedakan antara kelompok kepentingan dengan partai politik, karena kelompok kepentingan tidak memiliki wakil atau tidak mendudukan wakilnnya di lembaga legislatif sedangkan partai politik memiliki wakil dan menundukan wakilnya sedangkan partai politik memiliki wakil dan mendudukan wakilnya di lembaga legislatif.


Partai politik pada umumnya aktif dalam mencari, mengajukan serta memilih calon-calon pemegang jabatan-jabatan resmi dalam pemerintahan. Karena partai politik itu berada pada posisi input dan konversi.  Posisi input dalam arti mengagregasikan (mengumpulkan) kepentingan masyarakat, hal ini terjadi melalui mekanisme pemilihan umum mendudukan wakilnya di lembaga legislatif untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya agar menjadi produk kebijakan.

B.     SEJARAH LAHIRNYA GOLKAR DAN KETERLIBATAN MILITER DALAM  POLITIK.

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multi-etnis dan multi agama. Pada awal kemerdekaan penduduk Indonesia mencapai 179juta jiwa. Kelompok etnis terbesar adalah suku Jawa, dan kelompok agama terbesar adalah Islam. Sifat multi-etnis dan multi-agama dari Jawa ataupun Luar Jawa tercermin dalam politik Indonesia maupun dari dalam-dalam partai politiknya. Munculnya partai-partai politik di Indonesia merupakan hal yang agak baru. ini berkaitan dengan timbulnya gerakan kemerdekaan yang dimulai pada awal abad ke-20. Masih diperdebatkan apakah asosiasi Indonesia yang pertama, Budi  Utomo bisa disebut partai politik atau bukan, mengingat ia lebih merupakan organisasi kebudayaan daripada partai politik, meskipun tidak ada keraguan bahwa partai politik itu didirikan segera setelah berdirinya Budi Utomo.

Awal mula sistem parlementer Indonesia itu, adalah saat partai-partai politik memerankan peranan yang penting, terjadi pada saat Belanda mengalihkan kekusaan pada tahun 1949. Peralihan kekuasaan ini menimbulkan konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda, karena Belanda menolak untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

Pada dasarnya Demokrasi Parlementer dikarakteristikan oleh persaingan berbagai partai politik untuk memproleh kekuasaan, dan kepentingan mereka, dan kepentingan mereka yang sangat beragam menjadikan koalisi mereka selalu berumur pendek. Tentara berada di luar parlementer dan kepentingan-kepentingannya tidak bisa dilindungi di bawah sistem “Demokrasi Konstitusional” itu. Soekarno yang merupakan tokoh utama, semetara PKI tidak diikutsertakan dalam kabinet. Ketiga kekuatan politik di atas mendapatkan diri mereka tidak cukup diuntungkan dari sistem yang ada dan kemudian kecewa. Presiden Soekarno, didukung oleh tentara, memainkan peranan penting untuk memperlemah Demokrasi Konstitusional. Dia mengecam partai-partai politik yang punya niat sejak awal untuk membubarkan diri.

Setelah terjadi penciutan jumlah partai, Soekarno dan sejumlah partai yang ada dan didukung oleh tentara memberlakukan Demokrasi Terpimpin. Di bawah sistem ini, parlementer semakin merosot, dan bersamaan itu  merosot pula partai-partai politik. Namun, PKI secara meningkat memainkan peranan yang semakin mustahak di luar parlementer. PKI, dengan dua kekuatan politik, Presiden Soekarno dan Militer menjadi kakuatan yang sangat berpengaruh pada waktu itu. Tapi, pada saat pergolakan 1965, PKI dan Soekarno tersingkir dari percaturan; tentara muncul sebagai aktor politik terpenting.
Tentara mengembangkan sebuah organisasi tak dikenal yaitu Sekber Golkar. Sekber Golkar ini menjadi sebuah kuasi partai politik yang dikenal dengan Golongan Karya atau Golkar. Walaupun demikian tentara tidak pernah menganggap Golkar sebagai partai politik kecuali sebagai kelompok kekaryaan. Ini dimerupakan sebagian reaksi terhadap partai-partai politik pada masa lalu. Golkar menganut ideologi sendiri yaitu ideologi Pancasila.

Kelomok kekaryaan yang mengistilahkan kelompok mereka dengan kelompok fungsional. Fungsional di sini tidak berkaitan dengan arti fungsi yang sebenarnya dalam bahasa Indonesia. fungsi di sini berarti  kelompok yang tidak mengaitkan dirinya denga partai politik atau organisasi politik.

Pengakuan resmi keterlibatan Militer dalam politik baru terjadi ketika Presiden Soekarno membentuk Dewan Nasional pada 6 Mei 1957, setelah peranan partai-partai politik dilumpuhkan oleh Undang Undang Darurat diberlakukan. Tujuan dibentuknya Dewan Nasional adalah pura-pura untuk membantu kabinet dalam menjalankan program-programnya, tapi pada kenyataannya dimaksudkan untuk mengambil alih peranan partai politik di parlemen. Keanggotaan Dewan Nasional pada awalanya hanya mencakup “Golongan Fungsionil dalam masyarakat” maupun pejabat-pejabat militer yang dipandang perlu. Namun, pada 9 Juni 1957, Soekarno berpidato yang ditunjukan pada personil sipil maupun militer di Serang Jawa Barat, bahwa keanggotaan Dewan Nasional itu “mencakup person-person dari golongan-golongan berikut: buruh, petani, intelegensia, seniman, kaum wanita, orang-orang Kristen, orang Muslim, para pengusaha nasional, personil-personil Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut.

Setelah itu tentara mempunyai keyakinan penting tentang peranannya selama rivolusi, baik sebagai penyelamat diri dan penyelamat negara maupun sebagai pemerintah yang efektif dibeberapa wilayah pedesaan Jawa, sehingga memberikannya hak untuk berpartisipasi dalam politik sebagai penjaga dan penyelamat negara yang didirikannya. Partisipasi politik ini dilaksanakan di dalam sistem parlementer selalu menimbulkan problem, dan pendefinisian militer (ABRI) sebagai golongan fungsional pada 1957 merupakan suatu usaha untuk meligimentasi partisispasi mereka dalam pemerintahan. Menurut doktrin dari Angkatan Darat bahwa militer tidak akan berusaha mengambil alih pemerintahan dan secara politik tidak akan tidak aktif. Namun, meskipun demikian militer menuntut hak perwakilan tetap di dalam kabinet, legislatif, dan pemerintahan.

Kendati demikian, posisi militer di dalam Dewan Nasional, tidaklah begitu menonjol. Soekarno dan sipil masih menguasai lembaga politik yang baru didirikan itu. Dengan di intensifkannya kampanye pembebasan Irian Barat oleh tentara untuk meningkatkan tentara di kancah dunia politik. Dan terbukti mereka semakin meningkat, dengan mendirirkan berbagai macam Badan Kerjasama atau yang disingkat dengan BKS, antara militer dan sipil. Istilah Golongan Karya atau Golongan Fungsional dikenal setelah pembentukan Front ini.

Melihat kekuatan Militer yang semakin bertambah Presiden Soekarno menganggap ini sebuah ancaman baginya. Bisa dimengerti jika kemudian ia ingin mengekang pengaruhnya. Pada saat itu tentara tidak cukup kuat untuk tumbuh menjadi interdependen, mendukung Soekarno. Kemudian Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden dengan menjalankan demokrasi terpimpin dan di berlakukannya UUD 1945, dan dekrit itu didukung pula oleh tentara.

Pada tahun 1959 Soekarno mendirikan sebuah front Nasional untuk menggantikan front pembebasan Irian Barat yang dikuasai oleh militer. Awalnya front ini ditentang oleh PKI namun kemudian PKI juga ikut melebarkan sayapnya di Front ini. Walaupun sebagian besar jabatan dipegang oleh tentara dan tokoh-tokoh antikomunis, tetapi PKI berhasil mengendalikan beberapa jabatan penting.
Pengaruh PKI dan kekuatan-kekuatan sayap kiri semakin kuat, ini menyebabkan kelompok anti PKI dan tentara mulai gelisah. Tentara mulai mendirikan berbagai Organisasi seperti SUAD, BPPK, MKKI dan  termasuk sekber Golkar.

PKI di bawah perlindungan Presiden Soekarno semakin militan dan semakin berpengaruh. PKI serta organisasi-organisasinya mengklaim memiliki enggota lebih dari 27juta anggota. Tentara yang berada di bawah tekanan untuk dinasakomisasikan, tetapi ia menolak untuk melakukannya. Menanggapi kekuatan PKI yang semakin meningkat, dilaporkan bahwa para jenderal Angkatan Darat sering mengadakan pertemuan untuk membahas situasi.

Politik Luar Negri Indonesia yang agresif juga menguntungkan bagi perkembangan PKI. Indonesia semakin bergerak mendekati Blok Timur. Selama konfrontasi muncul usulan untuk membentuk “angkatan kelima” yakni pembentukan satuan tentara, petani, buruh di bawah kendali PKI, dan ini didukung oleh Soekarno dan RRC.

Inflasi dan harga mulai melambung tinggi,  mencapai 900 persen pertahun. Perekonomian dan stuktur politik pun mulai menjelang keruntuhannya. Desas-sesus Soekarno yang sakit parah pun semakin membuat situsi tidak jelas dan tidak ada kepastian. Di bawah bayang-bayang seperti itu gerakan 30 september pun terjadi sebagai kudeta. Kudeta yang memakan korban enam jenderal senior ini juga memaksa Soekarno untuk menyerahkan jabatannya secara terpaksa.

Untuk menghadapi PKI, Soeharto mengambil alih kepemimpinan presiden, setelah dikeluarkannya Supersemar yakni, surat perintah dari Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Pemimpin Besar Revolusi kepada Jenderal Soeharto.  Surat perintah ini diberikan dalam menghadapi suasana darurat politik pasca G30S/PKI. Tugas Soeharto pada saat itu sebagaimana tertuang dalam supersemar yaitu, mengamankan keadaan dan membawa masyarakat keluar dari kekacauan dan suasana darurat politik. Kekuasaan untuk mengatasi keadaan yang dimiliki Soekarno diserahkan kepada Soeharto.

C.    GOLKAR,  PERAN  MILITER  DAN  ENAM  KALI  PEMILU

Setelah Soekarno mundur secara terpaksa dan hancurnya PKI, militer menjadi aktor politik terpenting saat itu, termasuk Soeharto yang merupakan dari kalangan militer untuk menjadi presiden.

Golkar dan Pemilu 1971

Pemerintah tampaknya telah benar-benar siap untuk menghadapi pemilu. Partai pemmerintah, sekber Golkar, telah membuat “akselerasi modernisasi” untuk Indonesia dalam jangka 25 tahun mendatang sebagai tema pokok kampanye pemilu. Sekber Golkar yang menjadi simbol dari pembangunan yang pesat dan modernisasi, menampilkan dirinya sebagai alternatif satu-satunya untuk modernisasi Indonesia.

Ada yang harus diketahui tentang sekber Golkar pada waktu itu,
1.      Sebelum pemilu 1971, terutama menyangkut komponen-komponennya yang beragam. Setelah pertemuan di Hankam dan kekalahan Kino untuk menjadi sebuah unit interdependen dalam pemilu, anggota kino, khususnya Trikarya, tidak lagi aktif dalam masa persiapan pemilu. Benar bahwa beberapa orang ketua Kino juga termasuk dalam kepemimpinan Golkar, tapi tampaknya mereka tidak berpartisipasi aktif dalam kampanye. Golkar pun jatuh ke tangan Moertopo.
2.      Kokarmendagri (Korps Karyawan Kementrian Luar Negeri), tampak sekali faksi Moertopo-Soekawati berada di balik semua ini. Tujuannya untuk menggalang dukungan kepada Golkar selama pemilu. Akan tetapi jauh sebelum dibentuknya korps-korps karyawan ini, sudah ada kokarmendagri  yang cukup kuat. Tidak diragukan lagi bahwa kokarmendagri memberikan sumbangan yang penting dalam kemenangan sekber Golkar pada pemilihan umum. Di samping itu Kokarmendagri juga membuat peraturan untuk pegawai negeri, bahwa pegawai negeri harus memiliki “mono-loyalitas”, dan pegawai negri tidak boleh menjadi anggota partai manapun. Ketika pemilihan umum semua pegawai negri di instruksikan untuk memilih sekber Golkar.
3.      Pejabat-pejabat Militer dan para kepala desa dimobilisasi untuk menjamin agar penduduk desa memilih Golkar. Namun demikian, pejabat-pejabat Militer lokal sering bertindak secara interdependen dari Bapilu untuk menunjukan bahwa mereka memiliki ekuatan pemilu di atasnya.
Hasil dari itu semua, Golkar memenangkan pemilu periode 1971.

Setelah pemilu sekber Golkar melakukan reorganisasi termasuk merubah namanya menjadi Golkar. Sebuah publikasi Golkar menyatakan bahwa presiden Soeharto telah dimintai saran tentang reorganisasi itu melau Letjen Darjatmo yang kemudian menyampaikan petunjuk Soeharto kepada Golkar. Itu berarti Soeharto telah terlibat dalam proses itu. Sangat mencurigakan lagi pada saat akan diadakan Munas pertama setelah pemilu ketua Golkar Sokowati meninggal dunia.

Setelah tiga tahun pemilu tepatnya pada tanggal 15 Januari 1974, terjadi sebuah kerusuhan yang dikenal dengan keruseuhan 15 januari atau Malari. Kerusuhan itu dipicu karena penguasa dinilai terlalu membuka diri pada asing, terutama pada Jepang. Pemerintah orde Baru pimpinan Soeharto telah melanggar aturan Demokrasi.

Golkar dan Pemilu 1977

Oposisi terhadap pemerintahan Soeharto mulai muncul setelah pemilu 1971, terutama dari mahasiswa, kelompok-kelompok Muslim, dan para cendekiawan, dengan dukungan dari suatu lapisan tertentu dikalangan militer.  Oposisi ini muncul kembali menjelang akhir 1977. Oposisi paling mencolok berasal dari kalangan Mahasiswa. Mereka bersikap kritis terhadap kebijaksanaan pembangunan yang diterapkan pemerintah dan meluasnya kesenjangan pendapatan. Mereka juga mengecam pemerintah karena telah berjangkitnya korupsi.
Pada  pemilu tahun 1977 ini ada tiga partai yang mengikuti pemilihan, pertama Partai Persatuan Pembangunan, kedua Partai Demokrasi Indonesia, dan yang terakhir Golkar

Pada pemilu 1977 in juga mengandung unsur kejanggalan, yaitu:
1.      Golkar menyatukan berbagai unsur kekuatan politik terhadap partai lawan, yang memungkinkan konflik internal yang semakin besar, sehingga Golkar menjadi pemenang dalam pemilu.
2.      Pemerintah Orde Baru juga melakukan intervensi politik kedalam partai, agar partai selalu dalam keadaan “mandul”. Misalkan saja, pemerintah melarang Guruh Soekarnoputra untuk menjadi juru kampanye PDI, rezim khawatir kalau kharisma Soekarno muncul melalui Guruh. Rhoma Irama pun dilarang berkampanye untuk memenangkan PPP. Ini dimaksudkan agar pemikiran rakyat hannya tertuju pada Golkar.
3.      Adanya pertemuan selama tiga hari yang membahas masalah-masalah yang ada. Ada spekulasi bahwa beberapa orang jenderal tidak setuju dengan Soeharto tetapi akhirnya mau setelah dibujuk untuk memberikan dukungan mereka. 
4.      Adanya penahanan yang dilakukan pemerintah terhadap mahasiswa ataupun kaum muslim yang melakukan perlawanan.
5.      Menjelang pemilu calon presiden hanya satu-satunya yaitu Soeharto, mereka cukup berhasil dalam mengendalikan situasi.
6.      Kabinet baru Soeharto berasal dari kalangan militer dan sipil, Soeharto tidak menggunakan kelompok Golkar lama.

Setelah pemilu berlangsung, para pengkritik pemerintah mengadakan sebuah kongres yaitu kongres Kosgoro, pada kongres yang ke empat kalinya ini, ketua umum kongres Kosgoro berkomentar bahwa kaum intelektual Indonesia harus berorientasi pada rakyat, dan sebagai negara konstitusional Undang-undang harus ditegakkan, hubungan antara Golkar, Militer dan Pemerintahpun harus diperbaiki dan Golkar tidak perlu bergantung pada militer dan pemerintah.

Golkar dan Pemilu 1982

Pemilu 1977 telah memenangkan Soeharto sebagai Presiden  semakin memperkuat posisi Golkar. Pada saat yang sama, pemerintah menjadi semakin terlibat pada masalah stabilitas politik dan kemudian memperkenalkan pengawasan yang lebih ketat terhadap oposisi, khusunya dari Mahasiswa dan kelompok-kelompok Islam. Despolitisi Mahasiswa dan pengawasan terhadap pengaruh Islam poitik adalah dua langkah yang diambil pemerintah.

Pemerintah mengeluarkan RUU NKK (Rancangan Undang Undang Normalisasi Kehidupan Kampus), RUU NKK itu berisi tentang Mahasiswa yang tidak perlu untuk mengikuti kegiatan di luar kampus. Pemerintah berusaha untuk mengganti dewan-dewan dengan pilihan rektor, mahasiswa menganggap bahwa pemerintah akan mengganti dewan-dewan dengan dewan-dewan baru yang pro-pemerintah. Ini semua semakin membuat mahasiswa berontak.

Pada awal 1982 keputusan presiden tentang kampanye dikeluarkan, peraturan ini mulai diberlakukan sejak 5 Januari 1982. Peraturan ini semakin ketat dari peraturan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1.       Peraturan ini menetapkan bahwa kontestan harus menyerahkan rencana kampanyenya tujuh hari sebelum proses kampanye dimulai.
2.      Proses kampanye hanya berlangsung 14 hari.
3.      Banak calon-calon yang dibatalkan karena pejabat yang menyeleksi tidak suka.
4.      Menteri Penerangan Moertopo mendesak kepada anggota Korpri untuk melakukan kampanye dikalangan mereka sendiri untuk memilih Golkar. Selain itu Moertopo juga menginstruksikan kepada para pejabat jajaran penerangan di daerah untuk memilih Golkar, jika tidak memilih Golkar mereka tidak Loyal
5.      Sebelum pemilu 1982 pemerintah telah mengangkat kepala desa menjadi pagawai negeri, dengan itu kepala desa telah menjadi bagian dari anggota korpri, sebuah strategi efektif yang dilakukan pemerintah karena sistem “bapak-anak” masih mengakar kuat.
Terdapat perasaan yang tidak puas dikalangan masyarakat terutama yang sadar politik, sempat terpikir oleh mereka untuk untuk mencipatakan golongan putih, tapi akhirnya mereka juga ikut untuk berpartisipasi dalam “pesta demokrasi” tersebut. Hasil dari pemilu itu Golkar tetap menjadi yang terdepan.

Golkar dan Pemilu 1987

Pemerintahan tahun 1982-1987 telah menyampaikan lima RUU tentang pancasila yang akan diamandemen, RUU itu yaitu, RUU pemilu, RUU DPR/MPR, RUU amandemen parpol dan Golkar, RUU Referendum, RUU Organisasi Massa. RUU itu disampaikan oleh mentri dalam negri dengan embel-embel bahwa RUU itu sangat penting untuk kehidupan bangsa dan negara dan kelangsungan dari apa yang disebut dengan “demokrasi Pancasila”

Jika pemerintah telah sukses dengan RUU Pancasilanya, Golkar juga telah sukses mereorganisasikan dirinya, dan mentransforasikan menjadi semacam “partai kader”. Ini dimaksudkan untuk membuat organisasi itu sebagai gerakan politik yang lebih efektif di bawah kendali Soeharto pribadi. Dalam mereorganisasikan dirinya Golkar juga telah mendapatkan Ketua Umum baru yaitu Soedharmono. Di bawah kepemimpinan Soedharmono, cara mengrekrut kader pun menggunakan cara baru, yaitu pendaftaran untuk menjadi kader itu dilakukan secara sukarela. Akan tetapi meskipun begitu para pegawai negeri kebanyakan memilih Golkar daripada partai politik.

Untuk maju pada pemilu 1987 Golkar telah siap. Apalagi setelah disahkannya reorganisasi Golkar dan disahkannya Undang-Undang yang berhubungan dengan Pancasila.

Golkar juga merubah strategi berkampanyenya, yaitu memberikan peluang yang lebih besar kepada wanita dan calon-calon di bawah usia 40 tahun. Meningkatnya calon-calon wanita dan usia muda dalam daftar Golkar dimaksudkan untuk menarik dukungan dari pemilih wanita dan usia muda yang jumlahnya 20% dari populasi pemilih.

Dalam berkampanye pun Golkar sangat di untungkan, pertama dengan adanya tentara di balakang Golkar kemenangan pemilu 1987 pun semakin tidak diragukan lagi. Kedua sebagai partai oemerintah Golkar telah diberi fasilitas-fasilitas resmi jauh sebelum kampanye dimulai, ketiga pemerintah menggunakan jabatannya untuk berkampanye kepada anak buahnya, keempat di desa-desa pemerintah memasang listrik dan air minum, untuk meraih simpati dari rakyat, dan kemudian rakyat memilih Golkar pada pemilu 1987.

Pada pemilu tahun 1987 peranan tentara tidak begitu mencolok selama berlangsungnya pemilu. Beberapa pengamat mengatakan bahwa pemilu kali ini merupakan pemilu yang peling netral karena tentara bediri di atas semua pihak. Namun, tetap Golkar yang memenangkan pemilu.

Golkar dan Pemilu 1992

Politik Indonesia dan khususnya Golkar telah mengalami perkembangan yang baru. Dengan mundurnya angkatan 45 ABRI sebagai pemimpin tampaknya pengaruh presiden Soeharto tidak sebesar dulu. Di samping itu, ABRI tidak lagi sekompak dulu, dan dukungan ABRI terhadap presiden pun tidak sebulat dulu. Menghadapi pemilu 1992 Presiden Soeharto menginginkan dukungan lebih banyak dari golongan Islam. Maka pemerintah pun semakin gencar mencari langkah-langkah untuk merangkul golongan Islam, yang antara lain dengan cara perginya presiden sekeluarga untuk menunaikan ibadah haji serta didirikannya Bank Muamalat Indonesia.

Tidak bisa disangkal lagi Golkar telah mempersiapkan diri untuk menggoyang pemilu 1992. Dipimpin oleh Soeharto pada tahun 1990 Golkar mengadakan rapim Golkar selama empat hari. Soeharto menegaskan bahwa pemilu 1992 bukanlah sekedar ajang kegiatan untuk memperoleh jumlah suara tetapi harus melakukan kegiatan utama yaitu melakukan peran pembangunan dan modernisasi. Dengan kata lain bahwa Golkar akan memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Golkar juga tidak akan menjaga jarak dengan ABRI maupun Birokrasi, karena Golkar akan mempertahankan hubungannya seperti selama ini. Namun, sikap ABRI terhadap Golkar kurang kompak. Ada sebagian pensiuanan ABRI yang bergabung dengan PDI.

Pada pemilihan calon legislatif, Golkar mempunyai strategi baru, yaitu dengan mencoret calon yang terlampau vokal dan latar belakangnya tidak seuai. Ada beberapa calon yang berasal dari kalangan Birokrasi dan ABRI yng tersingkir. Rupanya presiden dalam pemilu keli ini lebih menitik beratkan pada calon yang beragama Islam.

Pada tanggal 9 Juni pemilu dilaksanakan,. 90,91% pemilih telah melakukan pemilihan. Prosesnya cukup lancar meskipun bentrokan dimana-mana. Ada yang beranggapan bahwa lancarnya pemilu kali ini adalah karena sikap netralnya ABRI ketika pemilu berlangsung.

Golkar menang kembali dalam pemilu kali ini, dengan memperoleh 68,1%suara, ini melenceng dari target karena ketidaksenangan pemilih di kota-kota terhadap kesenjangan ekonomi dan sosial selama ini. Golkar menang juga karena masih adanya tekanan halus dari pemerintah pada pegawai negri untuk memilih Golkar.

Golkar dan Pemilu 1997

Politik tahun 1995 boleh jadi dibilang sebuah politik yang menggairahkan. Sejumlah polemik yang di antaranya adalah suksesi, partai yang di pinggirkan, kekebalan hukum pejabat, bisnis anak pejabat (pembangunan Tol oleh anak Presiden Soeharto), kabinet yang tak kompak dan lain-lain. Selain itu juga ada kejutan-kejutan dari istana yakni, anggota F-ABRI dipangkas menjadi 25%, sistem pemilu dan dwifungsi ABRI diteliti, dan konflik-konfik NU dan PDI semakin berkepanjangan.

Pada tahun 1996 merupakan warning up menuju pemilu 1997, ditahun1996 dilakukan pendaftaran pemilih, menetapkan calon jumlah DPR dan DPRD dan pengajuan calon legislatif periode 1997-2002.

Golkarpun sudah melakukan persiapan, persiapannya sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya yakni, dengan merekrut calon terutama golongan kaum wanita, calon-calon muda dan calon-calon yang beragama Islam. Meskipun telah memangkas anggota ABRI, Golkar tidak kehilangan banyak suara justru Golkar menang kembali sesuai dengan prediksi masyarakat di dalam maupaun di luar negeri. Dengan berkampanye menggunakan cara mengiming-imingi akan memberantas korupsi dan kolusi, kemudian dengan mengumbar janji bahwa jika Golkar menang akan menghayati demokrasi secara benar. Golkar memperoleh suara 74% dari total keseluruhan. Presiden Soeharto pun merasa senang akan kemenangan tersebut. Namun, kemenangan Golkar ini, membawa dampak yang lebih buruk pada  Negara Indonesia. setelah pemilu berlangsung banyak pemberontakan dimana-mana, pertiakaian, pertumpahan darah, terjadi di berbagai sudut Indonesia.

Dan benar saja pemberontakan pun terjadi dimana-mana puncaknya pada bulan Mei 1998, di Jakarta dengan sebuta tragedi Trisakti yang mengakibatkan beberapa mahasiswa meninggal karena pemerontakan tersebut. Soeharto dipaksa untuk mundur karena memang sudah benar-benar keterlaluan. Soeharto telah menghina bangsa Indonesia dengan ketidakjujuran dalam setiap pemilu. Soeharto mundur secara paksa pada tanggal 13 Mei 1998, dan kemudian bulan Agustusnya digantikan oleh presiden sementara yaitu BJ.Habibie.










BAB III
PENUTUP




A.    Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah bahwa hubungan militer dengan Golkar berawal dari masuknya militer pada kelompok Fungsional tahun 1957. Dengan bergabungnya di dalam kelompok fungsional, militer juga berhak untuk masuk kepada pemerintahan atau parlementer. Namun, meskipun begitu yang tetap memegang kendali adalah anggota masyarakat sipil. Militer berjaya pada saat adanya peristiwa G30S/PKI, karena bisa mengambil alih kekuasaan dari PKI dan Soekarno yang telah membuat Supersemar yang isinya adalah menyerahkan kekuasaan dari Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup kepada jenderal Soeharto. Golkar merupakan sebuah sekber yang didirikan oleh militer, sekber ini kemudian maju pada pemilu 1971, dan keluar sebagai pemenang. Sistem politik Demokrasi yang di anut bangsa Indonesia sepertinya tidak berlaku pada saat Golkar dan militer (Jenderal Soeharto) berkuasa, karena pada saat itu, Demokrasi dipenuhi dengan sikap otoriter sang presiden. Pada pemilu 1977 presiden melarang dua partai lawan (PDI dan PPP) melakukan kampanye dengan menggunakan orang-orang ternama seperti Guruh Soekarno Putra untuk PDI, dan Rhoma Irama untuk PPP.  Sampai pada pemilu 1987 Golkar selalu menang dengan berbagai strateginya yang memang melenceng dari yang namanya kejujuran. Golkar menjadi parati Keder atau partai negara dengan dukungan militer. Pada masa orde baru tahun 1971 sampai tahun 1987, kabinet yang mengisi terdiri dari sipil dan militer. Karena seperti yang sudah diketahui bahwa militer adalah ayah kandung dari Golkar, sehingga militer sangat berpengaruh terhadap Golkar. Namun, pada pemillu 1992 dan 1997 militer tidak terlalu berpengaruh terhadap Golkar, menurut beberapa pengamat politik ABRI sudah mulai netral. Pada pemilu tahun 1992 dan 1997 Golkar juga sangat memprioritaskan pemilih itu yang beragama Islam dan wanita, karena jumlahnya sangat menjanjikan untuk perolehan suara. Masa kepemimpinan Soeharto berakhir pada 13 Mei 1998.


B.     Saran
Saran terhadap kaum intelektual masa kini adalah kita sebagai kaum intelektual harus berani memerangi sesuatu yang menurut kita salah, kita tidak boleh taku pada para penguasa, karena mereka juga manusia biasa. Bila ada kejadian seperti Orde Baru lagi, kita harus kompak dan harus lebih cerdas daripada pemerintah, kita harus bisa meruntuhkan pemerintahan yang seperti itu, jumalh kita lebih banyak daripada para pemerintah itu. Intinya, kita tidak boleh selalu menurut kepada para penguasa karena penguasa itu tidak selamanya benar.






Daftar pustaka



Fatah, Eep Saefulloh, Catatan  Atas  Gagalnya Politik Orde Baru. PUSTAKA PELAJAR. Yogyakarta .1998.

Gafar Afan, dkk, Orde Baru. CV RAMADHANI. Solo.1990

Suryadinata, Leo,Golkar dan Militer.LP3ES.Jakarta.1995

Suryadi, Budi, Kerangka Analisis Sistem Politik Indonesia.IRCISoD.Jogjakarta.2006




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pernikahan

Maaf kalo Mbak Blog kaget dengan tulisanku kali ini. Maaf.. sudah setahun tidak menyentuhmu sama sekali. Dan yang perlu diperhatikan adalah,...