Sabtu, 08 Februari 2014

Komunikasi Lintas Budaya : Budaya Kecamatan Salem Brebes



TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP
MATA KULIAH KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
(IDENTIFIKASI BUDAYA DAERAH ASAL)



Disusun oleh:
Endah Hartimulyani  Gumindar
F1C010016



Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2012


Gusaran “Slametannya Anak Perempuan”

Brebes merupakan sebuah kabupaten yang berada di ujung utara Provinsi Jawa Tengah. Struktur geografisnya terdiri dari wilayah pantai dan pegunungan, sehingga menjadikan kabupaten ini, cukup luas, nomor dua di Jawa Tengah setelah Cilacap. Kabupaten ini terdiri dari tiga subwilayah, yaitu wilayah utara, tengah dan selatan. Ketigannya mempunyai keragaman budaya yang memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya ciri khas dari logat ataupun kata-kata dalam bahasanya.
Wilayah selatan Kabupaten Brebes terdiri dari enam kecamatan, yaitu, Kecamatan Paguyangan, Sirampog, Tonjong, Bumiayu, Bantarkawung dan Salem. Keenam kecamatan ini terdapat dua bahasa yaitu, Jawa dan Sunda. Untuk Bahasa Jawa di gunakan di wilayah empat kecamatan (Paguyangan, Tonjong, Sirampog, dan Bumiayu), dan sunda (Salem), sementara kecamatan Bantarkawung menggunakan kedua bahasa itu, Jawa untuk wilayah sebelah timur dan sunda untuk wilayah sebelah barat.
Kecamatan Salem sendiri merupakan sebuah kecamatan yang berada di ujung barat daya, Kabupaten Brebes. Kecamatan ini dikelilingi oleh bukit. Bukit-bukit itu menjadikan Salem bak sebuah mangkuk yang besar jika dilihat dari atas. Akses untuk mencapai kecamatan ini pun cukup susah, selain karena semua jalan yang menuju ke daerah ini naik dan berliku, juga di perparah dengan keadaan jalan yang ruksak.
Akses yang ruksak tidak menjadikan kecamatan ini terbelakang. Kecamatan ini sudah cukup maju jika dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain yang juga sulit di akses. Saat ini hampir sebagian masyarakatnya mempunyai kendaraan sendiri dan hampir sebagian anak-anak lulusan SMP melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Mayoritas mata pencaharian masyarakat di sini adalah petani, kemudian berdagang, merantau dan guru. Meskipun banyak mata pencaharian yang lainnya, tapi biasanya di selingi dengan bertani. Seorang perantau akan kembali ke kecamatan ini jika musim tanam dan panen tiba. Seorang guru akan tetap bertani sepulang mengajar, begitu pula dengan pedagang.
Kecamatan ini sebenarnya sangat kaya akan kebudayaan, namun sayang sebagian besar telah punah. Kecamatan ini juga terkenal sebagai penghasil batik di Kabupaten Brebes. Selain itu pengrajin anyaman pun mewarnai keanekaragaman budaya di sini.
Kesenian di kecamatan ini tidak jauh beda dengan kesenian-kesenian yang ada di Jawa Barat. Yakni ada Calung, Angklung, Dogdog Kaliwon, Jaipongan, Organ Tunggal, dan lain sebagainya. Biasanya kesenian-kesenian itu di hadirkan pada saat hajatan. Hajatan pernikahan, khitanan, dan Gusaran.
Gusaran
Gusaran merupakan acara syukuran anak perempuan. Gusaran sendiri berarti menggosokan uang logam pada gigi. Menurut sejarahnya gusaran ini ada sebagai pengganti khitanan bagi perempuan agar anak perempuan tidak iri pada anak laki-laki yang di slametan kan.
Upacara gusaran ini termasuk salah satu upacara dimana upacara tersebut merupakan sebuah upaya untuk mencari keselamatan diri dari segala gangguan dan kesengsaraan. Upacara ini melingkupi permohonan masyarakat agar dalam menjalani kehidupannya senantiasa memperoleh keselamatan, jauh dari gangguan setan serta penolak bala.
Di kecamatan Salem sendiri tidak semua kampung mempunyai tradisi gusaran. Hanya beberapa bagian saja yang merayakannya. Biasanya tradisi ini hanya dilaksanakan oleh orang-orang yang meyakininya. untuk mengadakan upacara gusaran di kecamatan Salem membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biasanya upacara itu dibarengi dengan hajatan yang cukup mewah untuk sebuah ukuran upacara adat. Mungkin jika di samakan, upacara itu sama mewahnya dengan upacara khitanan. Kemewahan upacara ini tergantung dari ukuran ekonomi yang melaksanakannya.
Kemewahan tradisi ini biasanya ditandai dengan berapa ekor kambing atau sapi yang disembelih pada saat hajatan itu. Hajatan di Kecamatan Salem itu biasanya menyembelih kambing atau sapi. Sebagian penduduk lebih condong menggunakan sapi, mungkin maksudnya biar semua dapat merasakan kebahagian keluarga hajat. Biasanya pada saat hajatan apapun orang-orang yang di undang dengan di tindak (mengundang sodara atau kerabat dekat tanpa kertas undangan) akan membawa baskom atau tenggok yang berisi beras dan di atas beras yang biasanya ditumpangi dengan makanan-makanan lainnya (seperti kue kering, rempeyek, jajanan kering khas pasar, pisang, ataupun sembako seperti minyak sayur, telur dan gula pasir), biasanya hanya dipilih satu macam saja. pada saat di tempat hajat, baskom-baskom yang berisi beras dan makanan lainnya itu, di bawa ke dapur dan di naikan ke para (semacam panggung yang berada di dapur, dan isinya berbagai macam makanan. Makanan dan beras di pisahkan sesuai dengan jenisnya. Lalu baskom itu di turunkan kembali ke bawah setelah diisi oleh berbagai makanan kering atau snack biasanya itu terdiri dari rempeyek, lakar atau rengginang, pisang, krupuk, bubur ketan atau dodol, bolu-bolu, papais atau nagasari dan beberapa snack tambahan lainnya. Lalu di tambah pula dengan ceuleum daging sapi (sayur daging sapi, kuahnya itu biasanya terbuat dari santan yang di campur dengan kaldu sapi dan bumbu-bumbu lalu di tambahkan daging sapi yang di iris kecil-kecil), dan nasi putih yang terbungkus daun jati (sekarang mulai beralih fungsi menggunakan kertas minyak). Setelah di bungkus kembali, baskom-baskom itu dibawa ke depan untuk diambil pemiliknya yang sedang menikmati jajanan yang di sajikan saidul hajat. Sebelum mengambil baskom biasanya orang-orang yang kondangan itu memberikan amplop yang berisi uang kepada si anak yang sedang di gusaran atau di khitan. Di pintu keluar ibu-ibu yang kondangan itu biasanya di beri satu buah ember atau sejenisnya yang berisi nasi putih, di atasnya terapat daging sapi yang di iris tebal biasanya berjumlah dua tusuk, satu tusuk berisi tiga buah, atau satu buah tapi berukuran besar, mie instan, telur rebus, dan krupuk atau snack warung. Ada satu kriteria undangan lagi, yaitu undangan yang menggunakan kertas undangan. Undangan semacam ini biasanya di sebut dengan uleuman. Orang yang menerima uleuman ini akan kondangan hanya dengan membawa amplop yang berisi uang saja. sebelum uang itu di serahkan kepada si penganten sunat atau gusaran, orang itu akan terlebih dahulu makan di prasmanan yang telah di sediakan, makan dengan cara seperti ini dinamakan nyepsi. Setelah nyepsi lalu uang itu di beriakan kepada bujang sunat atau cawene anyar (istilang anak yang sedang di gusaran). Pada saat dipintu keluar orang itu juga akan di beri ember yang berisi sama seperti yang di bagikan kepada undangan tindak. Jika saidul hajat itu mempunyai modal besar maka tradisi gusaran itu akan di embel-embeli oleh hiburan khas desa, seperti pengajian, jaipong dangdut, organ tunggal, wayang golek atau hiburan yang lainnya.
Sejarah Gusaran
Gusaran merupakan adat sunda, namun, tidak semua daerah sunda melakukan tradisi ini. Termasuk di beberapa daerah di kecamatan salem. Menurut sumber, awal mulanya gusaran itu tidak di ketahui secara pasti, namun nenek saya juga pernah melaksanakan tradisi sekali seumur hidup ini. Konon menurut cerita tradisi gusaran ini ada ketika islam memasuki pelataran daerah sunda. Maksudnya dari gusaran itu sendiri adalah memperingati datangnya usia gadis/perawan pada anak perempuan. Agar menjadi gadis itu harus di gusaran, yaitu dengan membuang kekebeul atau kotoran yang ada pada anak-anak. Selain itu juga bermakna untuk mengingatkan si gadis bahwa dia itu sudah akhil baligh, sudah harus rajin beribadah, karena kalau ditinggalkan dosanya sudah di tanggung oleh diri sendiri.
Makna tekstual/konseptual
-Jampi-jampi gusaran
-jampi-jampi nyawer
Ngadahian hurung herang mambrang siang ganda aning manusa wadon sorangan teuka welas teuka asih asih ka raga sia (makna intinya tuh cawene anyar itu harus welas asih ke jiwa dan raganya).
-puji-pujian pada saat khataman Al Qur’an
Marhaban-marhaban yadal husainul ya nabi marhaban
Marhaban-marhaban yadal husainul ya rosul marhaban
-puji-pujian pada saat berdoa setelah khatam
Amin ya Allah amin amin ya Allah, amin ya robbal alamin wagfirlana dunubana minnalloha gofururrohim, Amin ya Allah amin amin ya Allah, amin ya Robbal alamin mugi gusti ngahampura kana dosa abdi sadaya, mugi gusti ngaijabah kana doa abdi sadaya (semoga Allah mengampuni dosa kami semua, semoga Allah mengabulkan doa kami semua).
Makna Ritual
Dalam acara gusaran pada saat hajatan, terdapat hal-hal yang harus dilakukan di antaranya:
1.      Nyekar ke makam
Maknanya yaitu untuk meminta doa restu kepada leluhur yang sudah meninggal. Pada saat saya di gusaran itu, mbah saya membawa dupa (alat untuk membakar kemenyan), terus saya di suruh membaca surat al fatihah, kemudian memanjatkan doa yang intinya minta doa restu pada leluhur (pada saat saya nyekar itu, di mulai dari makam kakek dari ayah saya yang dari nenek saya).
2.      Membersihkan rambut-rambut kecil yang ada di kening
Maksudnya itu untuk mensucikan diri, dimana rambut yang tumbuh di kening itu masih bawaan dari bayi, jadi harus di kerok agar tumbuh yang baru agar semua menjadi suci kembali.
3.      Ngagesrek atau membersihkan kerak-kerak gigi dengan uang logam
Maksudnya juga untuk mensucikan diri. Agar gigi terlihat rapi dan rata, sehingga si cawene anyar itu terlihat lebih cantik dari pada saat anak-anak.
4.      Nyawer
Menaburkan uang di atas cawene anyar yang di payungi. Biasanya selain uang logam ada juga beras putih, kuning yang di iris-iris, dan permen. Biasanya yang menaburkan beras itu adalah wanita-wanita yang sudah berusia 40 tahunan.
Maknanya bahwa semoga hidup cawene anyar itu akan dilingkupi keberkahan, cukup uang, cukup makan intinya itu serba kecukupan.
5.      Katam/ Khataman Al Qur’an
Ini adalah acara terakhir alam ritual gusaran. Pada saat sore setelah Ashar atau malam setelah Isya, Cawene anyar itu mengaji surat Al Fatihah dan surat-surat pendek. Pada saat akan melanjutkan ke surat selanjutnya, di awali terlebih dahulu dengan puji-pujian.
Makna untuk saat ini atau ke depannya
Makna gusaran untuk saat ini masih cukup bermakna. Para anak perempuan pun kebanyakan ingin melakukan tradisi itu. Makna gusaran untuk saat ini dan ke depannya adalah untuk mengingatkan anak perempuan bahwa dia bukan anak-anak lagi, melainkan seorang gadis yang harus selalu melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam. Tradisi ini harus di lestarikan, karena semakin berkurangnya tradisi ini di laksanakan. Ini adalah tradisi yang bagus karena bertujuan untuk kebaikan. Di Salem sendiri tradisi ini sudah cukup berkurang apalagi jika dilihat dengan tidak semua daerah melakukan tradisi ini. Dengan kata lain bahwa masyarakat Salem yang daerahnya menganut tradisi ini harus lebih di beri pengertian akan pentingnya tradisi ini.
Respon Masyarakat
Respon masyarakat untuk tardisi ini pro dan kontra. Untuk di kampung saya itu kebanyakan pro karena mereka sangat menjunjung tinggi tradisi leluhur. Untuk yang kontra biasanya yang tidak menganut adat ini. selain itu dengan mahalnya biaya hajatan di kecamatan Salem sendiri. Ada pula yang kontra karena masih berbau Agama Hindu. Namun apapun responnya, masyarakat tidak mempermasalahkan acara gusaran ini. Mereka lebih melihat niat yang mengadakan acara ini. biasanya niat mereka itu lebih kepada acara slametan untuk si anak perempuan agar tidak mengiri pada kakak atau adiknya yang laki-laki karena di khitan dan di hajatkan
Narasumber
Nama   : Tarmadi
Tempat dan Tahun lahir: Brebes, tahun 1935
Pekerjaan: petani
Alamat: kampung Ciwindu, Wanoja, Kecamatan Salem Brebes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pernikahan

Maaf kalo Mbak Blog kaget dengan tulisanku kali ini. Maaf.. sudah setahun tidak menyentuhmu sama sekali. Dan yang perlu diperhatikan adalah,...