TUGAS
UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP
MATA
KULIAH KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
(IDENTIFIKASI BUDAYA
DAERAH ASAL)
Disusun oleh:
Endah
Hartimulyani Gumindar
F1C010016
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2012
Gusaran “Slametannya Anak Perempuan”
Brebes merupakan sebuah kabupaten yang berada di ujung utara Provinsi Jawa Tengah. Struktur geografisnya terdiri dari wilayah pantai dan pegunungan, sehingga menjadikan kabupaten ini, cukup luas, nomor dua di Jawa Tengah setelah Cilacap. Kabupaten ini terdiri dari tiga subwilayah, yaitu wilayah utara, tengah dan selatan. Ketigannya mempunyai keragaman budaya yang memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya ciri khas dari logat ataupun kata-kata dalam bahasanya.
Wilayah selatan
Kabupaten Brebes terdiri dari enam kecamatan, yaitu, Kecamatan Paguyangan,
Sirampog, Tonjong, Bumiayu, Bantarkawung dan Salem. Keenam kecamatan ini
terdapat dua bahasa yaitu, Jawa dan Sunda. Untuk Bahasa Jawa di gunakan di wilayah
empat kecamatan (Paguyangan, Tonjong, Sirampog, dan Bumiayu), dan sunda
(Salem), sementara kecamatan Bantarkawung menggunakan kedua bahasa itu, Jawa
untuk wilayah sebelah timur dan sunda untuk wilayah sebelah barat.
Kecamatan Salem
sendiri merupakan sebuah kecamatan yang berada di ujung barat daya, Kabupaten
Brebes. Kecamatan ini dikelilingi oleh bukit. Bukit-bukit itu menjadikan Salem
bak sebuah mangkuk yang besar jika dilihat dari atas. Akses untuk mencapai
kecamatan ini pun cukup susah, selain karena semua jalan yang menuju ke daerah
ini naik dan berliku, juga di perparah dengan keadaan jalan yang ruksak.
Akses yang
ruksak tidak menjadikan kecamatan ini terbelakang. Kecamatan ini sudah cukup
maju jika dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain yang juga sulit di akses.
Saat ini hampir sebagian masyarakatnya mempunyai kendaraan sendiri dan hampir
sebagian anak-anak lulusan SMP melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Mayoritas mata
pencaharian masyarakat di sini adalah petani, kemudian berdagang, merantau dan
guru. Meskipun banyak mata pencaharian yang lainnya, tapi biasanya di selingi
dengan bertani. Seorang perantau akan kembali ke kecamatan ini jika musim tanam
dan panen tiba. Seorang guru akan tetap bertani sepulang mengajar, begitu pula dengan
pedagang.
Kecamatan ini
sebenarnya sangat kaya akan kebudayaan, namun sayang sebagian besar telah
punah. Kecamatan ini juga terkenal sebagai penghasil batik di Kabupaten Brebes.
Selain itu pengrajin anyaman pun mewarnai keanekaragaman budaya di sini.
Kesenian di
kecamatan ini tidak jauh beda dengan kesenian-kesenian yang ada di Jawa Barat.
Yakni ada Calung, Angklung, Dogdog Kaliwon, Jaipongan, Organ Tunggal, dan lain
sebagainya. Biasanya kesenian-kesenian itu di hadirkan pada saat hajatan. Hajatan
pernikahan, khitanan, dan Gusaran.
Gusaran
Gusaran
merupakan acara syukuran anak perempuan. Gusaran sendiri berarti menggosokan
uang logam pada gigi. Menurut sejarahnya gusaran ini ada sebagai pengganti
khitanan bagi perempuan agar anak perempuan tidak iri pada anak laki-laki yang
di slametan kan.
Upacara gusaran
ini termasuk salah satu upacara dimana upacara tersebut merupakan sebuah upaya
untuk mencari keselamatan diri dari segala gangguan dan kesengsaraan. Upacara
ini melingkupi permohonan masyarakat agar dalam menjalani kehidupannya
senantiasa memperoleh keselamatan, jauh dari gangguan setan serta penolak bala.
Di kecamatan
Salem sendiri tidak semua kampung mempunyai tradisi gusaran. Hanya beberapa
bagian saja yang merayakannya. Biasanya tradisi ini hanya dilaksanakan oleh
orang-orang yang meyakininya. untuk mengadakan upacara gusaran di kecamatan
Salem membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biasanya upacara itu dibarengi
dengan hajatan yang cukup mewah untuk sebuah ukuran upacara adat. Mungkin jika
di samakan, upacara itu sama mewahnya dengan upacara khitanan. Kemewahan
upacara ini tergantung dari ukuran ekonomi yang melaksanakannya.
Kemewahan
tradisi ini biasanya ditandai dengan berapa ekor kambing atau sapi yang disembelih
pada saat hajatan itu. Hajatan di Kecamatan Salem itu biasanya menyembelih
kambing atau sapi. Sebagian penduduk lebih condong menggunakan sapi, mungkin
maksudnya biar semua dapat merasakan kebahagian keluarga hajat. Biasanya pada
saat hajatan apapun orang-orang yang di undang dengan di tindak (mengundang sodara atau kerabat dekat tanpa kertas undangan)
akan membawa baskom atau tenggok yang berisi beras dan di atas beras yang
biasanya ditumpangi dengan makanan-makanan lainnya (seperti kue kering,
rempeyek, jajanan kering khas pasar, pisang, ataupun sembako seperti minyak
sayur, telur dan gula pasir), biasanya hanya dipilih satu macam saja. pada saat
di tempat hajat, baskom-baskom yang berisi beras dan makanan lainnya itu, di
bawa ke dapur dan di naikan ke para
(semacam panggung yang berada di dapur, dan isinya berbagai macam makanan.
Makanan dan beras di pisahkan sesuai dengan jenisnya. Lalu baskom itu di turunkan
kembali ke bawah setelah diisi oleh berbagai makanan kering atau snack biasanya
itu terdiri dari rempeyek, lakar atau rengginang, pisang, krupuk, bubur ketan
atau dodol, bolu-bolu, papais atau
nagasari dan beberapa snack tambahan lainnya. Lalu di tambah pula dengan
ceuleum daging sapi (sayur daging sapi, kuahnya itu biasanya terbuat dari
santan yang di campur dengan kaldu sapi dan bumbu-bumbu lalu di tambahkan
daging sapi yang di iris kecil-kecil), dan nasi putih yang terbungkus daun jati
(sekarang mulai beralih fungsi menggunakan kertas minyak). Setelah di bungkus
kembali, baskom-baskom itu dibawa ke depan untuk diambil pemiliknya yang sedang
menikmati jajanan yang di sajikan saidul hajat. Sebelum mengambil baskom
biasanya orang-orang yang kondangan itu memberikan amplop yang berisi uang
kepada si anak yang sedang di gusaran atau di khitan. Di pintu keluar ibu-ibu
yang kondangan itu biasanya di beri satu buah ember atau sejenisnya yang berisi
nasi putih, di atasnya terapat daging sapi yang di iris tebal biasanya
berjumlah dua tusuk, satu tusuk berisi tiga buah, atau satu buah tapi berukuran
besar, mie instan, telur rebus, dan krupuk atau snack warung. Ada satu kriteria
undangan lagi, yaitu undangan yang menggunakan kertas undangan. Undangan
semacam ini biasanya di sebut dengan uleuman. Orang yang menerima uleuman ini
akan kondangan hanya dengan membawa amplop yang berisi uang saja. sebelum uang
itu di serahkan kepada si penganten sunat atau gusaran, orang itu akan terlebih
dahulu makan di prasmanan yang telah di sediakan, makan dengan cara seperti ini
dinamakan nyepsi. Setelah nyepsi lalu uang itu di beriakan kepada bujang sunat
atau cawene anyar (istilang anak yang sedang di gusaran). Pada saat dipintu
keluar orang itu juga akan di beri ember yang berisi sama seperti yang di
bagikan kepada undangan tindak. Jika saidul hajat itu mempunyai modal besar
maka tradisi gusaran itu akan di embel-embeli oleh hiburan khas desa, seperti
pengajian, jaipong dangdut, organ tunggal, wayang golek atau hiburan yang
lainnya.
Sejarah Gusaran
Gusaran merupakan
adat sunda, namun, tidak semua daerah sunda melakukan tradisi ini. Termasuk di
beberapa daerah di kecamatan salem. Menurut sumber, awal mulanya gusaran itu
tidak di ketahui secara pasti, namun nenek saya juga pernah melaksanakan tradisi
sekali seumur hidup ini. Konon menurut cerita tradisi gusaran ini ada ketika
islam memasuki pelataran daerah sunda. Maksudnya dari gusaran itu sendiri
adalah memperingati datangnya usia gadis/perawan pada anak perempuan. Agar
menjadi gadis itu harus di gusaran, yaitu dengan membuang kekebeul atau kotoran yang ada pada anak-anak. Selain itu juga
bermakna untuk mengingatkan si gadis bahwa dia itu sudah akhil baligh, sudah
harus rajin beribadah, karena kalau ditinggalkan dosanya sudah di tanggung oleh
diri sendiri.
Makna tekstual/konseptual
-Jampi-jampi
gusaran
-jampi-jampi
nyawer
Ngadahian hurung
herang mambrang siang ganda aning manusa wadon sorangan teuka welas teuka asih
asih ka raga sia (makna intinya tuh cawene anyar itu harus welas asih ke jiwa
dan raganya).
-puji-pujian
pada saat khataman Al Qur’an
Marhaban-marhaban
yadal husainul ya nabi marhaban
Marhaban-marhaban
yadal husainul ya rosul marhaban
-puji-pujian
pada saat berdoa setelah khatam
Amin ya Allah
amin amin ya Allah, amin ya robbal alamin wagfirlana dunubana minnalloha
gofururrohim, Amin ya Allah amin amin ya Allah, amin ya Robbal alamin mugi gusti ngahampura kana dosa abdi sadaya,
mugi gusti ngaijabah kana doa abdi sadaya (semoga Allah mengampuni dosa
kami semua, semoga Allah mengabulkan doa kami semua).
Makna Ritual
Dalam acara
gusaran pada saat hajatan, terdapat hal-hal yang harus dilakukan di antaranya:
1.
Nyekar ke makam
Maknanya
yaitu untuk meminta doa restu kepada leluhur yang sudah meninggal. Pada saat
saya di gusaran itu, mbah saya membawa dupa (alat untuk membakar kemenyan),
terus saya di suruh membaca surat al fatihah, kemudian memanjatkan doa yang
intinya minta doa restu pada leluhur (pada saat saya nyekar itu, di mulai dari
makam kakek dari ayah saya yang dari nenek saya).
2.
Membersihkan rambut-rambut kecil yang ada di
kening
Maksudnya
itu untuk mensucikan diri, dimana rambut yang tumbuh di kening itu masih bawaan
dari bayi, jadi harus di kerok agar tumbuh yang baru agar semua menjadi suci
kembali.
3.
Ngagesrek atau membersihkan kerak-kerak gigi
dengan uang logam
Maksudnya
juga untuk mensucikan diri. Agar gigi terlihat rapi dan rata, sehingga si
cawene anyar itu terlihat lebih cantik dari pada saat anak-anak.
4.
Nyawer
Menaburkan
uang di atas cawene anyar yang di payungi. Biasanya selain uang logam ada juga beras
putih, kuning yang di iris-iris, dan permen. Biasanya yang menaburkan beras itu
adalah wanita-wanita yang sudah berusia 40 tahunan.
Maknanya
bahwa semoga hidup cawene anyar itu akan dilingkupi keberkahan, cukup uang,
cukup makan intinya itu serba kecukupan.
5.
Katam/ Khataman Al Qur’an
Ini
adalah acara terakhir alam ritual gusaran. Pada saat sore setelah Ashar atau
malam setelah Isya, Cawene anyar itu mengaji surat Al Fatihah dan surat-surat
pendek. Pada saat akan melanjutkan ke surat selanjutnya, di awali terlebih
dahulu dengan puji-pujian.
Makna untuk saat ini atau ke depannya
Makna gusaran
untuk saat ini masih cukup bermakna. Para anak perempuan pun kebanyakan ingin
melakukan tradisi itu. Makna gusaran untuk saat ini dan ke depannya adalah
untuk mengingatkan anak perempuan bahwa dia bukan anak-anak lagi, melainkan
seorang gadis yang harus selalu melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam.
Tradisi ini harus di lestarikan, karena semakin berkurangnya tradisi ini di
laksanakan. Ini adalah tradisi yang bagus karena bertujuan untuk kebaikan. Di
Salem sendiri tradisi ini sudah cukup berkurang apalagi jika dilihat dengan
tidak semua daerah melakukan tradisi ini. Dengan kata lain bahwa masyarakat
Salem yang daerahnya menganut tradisi ini harus lebih di beri pengertian akan
pentingnya tradisi ini.
Respon Masyarakat
Respon
masyarakat untuk tardisi ini pro dan kontra. Untuk di kampung saya itu
kebanyakan pro karena mereka sangat menjunjung tinggi tradisi leluhur. Untuk
yang kontra biasanya yang tidak menganut adat ini. selain itu dengan mahalnya
biaya hajatan di kecamatan Salem sendiri. Ada pula yang kontra karena masih
berbau Agama Hindu. Namun apapun responnya, masyarakat tidak mempermasalahkan
acara gusaran ini. Mereka lebih melihat niat yang mengadakan acara ini. biasanya
niat mereka itu lebih kepada acara slametan untuk si anak perempuan agar tidak
mengiri pada kakak atau adiknya yang laki-laki karena di khitan dan di hajatkan
Narasumber
Nama : Tarmadi
Tempat dan Tahun
lahir: Brebes, tahun 1935
Pekerjaan: petani
Alamat: kampung
Ciwindu, Wanoja, Kecamatan Salem Brebes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar