Sore
semakin beranjak perut laparpun tak kunjung menampakan kesudahannya. Tiba-tiba
dengan seenaknya si Rosalina teman satu kelas di kampus, SMS “mau ikut ke Dieng
ngga Ndah?, bayarnya Cuma 30000 sama anak-anak UKI”
Hatipun
terlonjak,, apa?? 30000 ke Dieng sumpah mau banget. Dengan gesitnya para jempol
pun beradu dengan keypad handphone Nokia 101ku,, huahh mau banget. Setelah meyakinkan
beneran di ajak atau ngga, akupun
langsung kabur ke Indomart, buat beli perlengkapan, sekalian nyari pengganjal
perut ahihiii.
Wahh,,
sudah kebayang-bayang deh, ketemu anak yang rambutnya gimbal, ketemu papaya dan
cabe khas dieng, dan dua gunung yang selalu memikat hati, Sindoro Sumbing. Wahh
keren banget, karena emang hobi banget sama yang namanya memandangi gunung, tak
pernah terlanda bosan. Kadang ketika pagi cerah sering banget nongkrong di
depan kosan buat sekedar bersapa dengan Gunung Slamet yang entah kapan dapat
terdaki (semoga saja diberi kesempatan untuk mendakinya #pengenbanget tapi
belum kuat huhuu).
Kembali
ke awal. Masih pagi, jam empat pagi tepatnya. Alarmku berbunyi beberapa kali,
Muadzinpun sudah terdengar di kejauhan sana. Adzan Subuh yang benar-benar
membuat mata ini terbuka juga, #mujarab. Jarang-jrang di Purwokerto mandi pukul
04.00 WIB, tidak sedingin air Salem namun cukup membuat menggigil, tapi
sesudahnya, membuat tubuh menjadi hangat, #keren banget, mungkin tubuh
mengeluarkan senjatanya untuk melawan air yang menusuk itu, Tuhan memang segalanya.
Setelah solat Subuh dan siap-siap, langsung cus ke kosannya si Sofi (habis
perang dingin langsung wisata,, keren ya pay hahahhaaa).
Menunggu
sekitar satu jam untuk pemberangkatan, Indonesia memang jagonya deh soal
ngaret, tapi tak apalah, karena Dieng sudah di depan mata. Setelah masuk bis,
dan mendapatkan teman sebangku, cewek lucu, rame, dan kompak hahahaa,, Siti
Khoerotul, anak Sosiologi 2013, asli Bukit Teja Purbalingga. Dengan cerianya
dia bercerita tentang kehidupan dan adik yang banyak, kalau tidak salah 3 ya
dek?? Hhehe maaf ya teman sebangkumu ini lupa hehe. Dia juga bercerita tentang
Klampok yang dekat, tentang seringnya berkunjung ke Banjarnegara dan pantai
yang belum terjamah di Kebumen, wahh sepertinya indah sekali.
Bis
biru milik Universitas Jenderal Soedirman pun terus melaju. Rombongan UKI FISIP
UNSOED ini pun, masih menikmati ayat-ayat Al Qur’an yang dilafalkan bersama.
Tuhan lindungi perjalanan kami J. Begitu segenap do’a yang
dipanjatkan dalam hati ini. Percakapan demi percakapan pun terus berlanjut
dengan disambut berbagi makanan, whahah rame sekali empat bangku depan ini.
Tak
terasa Banjarnegarapun sudah hampir terlewati, gunung itu iahh gunung itu, yang
dulu terlihat dari Purworejo. Sindoro-Sumbing. Konon katanya dua gunung itu merupakan
nama dua kaka beradik dari sepasanmg petani yang ada di tinggal di sekitar
sana. Namun, siang itu masih terkubur kabut, awanpun enggan menjauh darinya.
Namun,
setelah memasuki kawasan Tieng, Gunung itu menjelma menjadi panorama yang
mungkin takan terlupa. Berjejer rapi, terterpa sinar mentari terbias menjadi
sangat Subhannalloh indahnya, tak terkata. Bersama Siti, ramai berdua bahkan
hingga berdiri, demi memandangi dua gunung kembar yang indah itu. Tidak lebih
tinggi dari Slamet, Sumbing dengan tinggi 3125 dpl dan Sindoro lebih dari 3400
(kalo ngga sala n ga ketuker,, maaf ya, kan namanya juga kembar susah di bedain
hehehe #ngeles), hanya selisih sedikit, namun tetap mempesona. Ahh, jadi
teringat cerita teman KKN yang kabur demi menemui kekasihnya, katanya di
bonceng kekasih, membelah dua gunung kembar itu di pagi hari, ahh Tuhan
Romantis sekali.
Cukup
untuk dua gunung itu, meskipun takkan pernah cukup untuk menceritakannya. Dieng
pun di depan mata, lika liku jalan semakin terpancar, jurang-jurang di
pinggirpun tak terelakan, namun terbayar dengan pemandangan yang sungguh luar
biasa indahnya. Sungguh luar biasa. Subhannalloh, terimakasih untuk hari ini.
Setelah
memasuki kawasan Wisata Dieng kita akan disuguhi oleh batu-batu alam yang
menakjubkan. Kitapun akan berakrab ria dengan batu batu yang menggantung.
Setelah itu kawasan candi Arjuna pun terlihat di depan mata.
Sebelum
ke candi, kita ke kawah sikidang dulu. Bau belerang yang menyangat tak
terpelakan dari hidung ini, suhu pun sangat dingin, hingga membuat kepala
pusing. Apalagi buatku yang memang tidak terlalu kuat dingin yang sebegitu dinginnya.
Meskipun anak gunung hidungku sangat sensitive, langsung ke kepala, sehingga
membuat penat jika terkena suhu dibawah 20 derajat celcius. Setelah turun,
makan siang di atas pondokan lalu solat dhuhur. Selanjutnya kami melanjutkan ke
arah kawah.
Di
kawasan sikidang ini banyak pedagang menjajakan dagangannya, apa isinya? Nanti
dulu,, ke kawah dulu yukk…
Kawahnya
tidak begitu lebar dan tidak begitu curam seperti Tangkuban Perahu. Namun
panasnya terbayang sangat. Letupan air belerangpun terus memunculkan baunya.
Dihadapan sana dinding terjal menghiasi, Nampak sangat mempesona. Saying ga
sempet naik, karena ngga kuat dingin huhuhuuu. Setelah berlama-lama di sana,
peserta yang lain outbond, aku dan sofi melarikan diri menemui estri dan teman
sebangkuku yang ternyata sudah kabur lebih dulu. Di sana kami berbelanja ria.
Aku
membeli satu dus carica, dua gantung cabe Dieng, wortel dan kentang buat si
mbah (ibu kos). Wahh sumpah seandainya membawa uang saku lebih banyak, aku
pasti akan memborong lebih banyak lagi, aku yakin seyakin yakinnya (hahaha,
melihat pengalaman terdahulu, yang sangat hobi sekali belanja di kawasan
wisata).
Oke
kembali ke nuansanya. Dingin sedingin-dinginnya, suhunya sekitar 10-15o C.
Dingin banget kayak di kulkas. Pas pipis kalian bakal terkaget kaget hehehee,,
jadi sebelum ke Dieng saya sarankan untuk pipis ceboknya pakai air es. Seperti
itulah rasanya, huahahaha. Suara kenthonganpun tak lepas dari pendengaran, jadi
tradisionalnya sangat kental.
Seusai
belanja ria di deket kawah dan sedikit kecewa, si sopay sama estray dapet yang
lebih murahh arghhhhhhhhh. Rombongan turun ke kawasan Candi Arjuna, awalnya mau
ke telaga warna, tapi karena ada kendala jadi kami hanya ke candi arjuna,
kebetulan waktu juga sudah sore.
Dari
jalan raya ternyata jaraknya cukup jauh, jadi harus berjalan di antara
pepohonan dan bunga-bunga. Masih indah masih hijau. Foto-foto di dekat candi,
menikmati panaroma yang ada, dan melihat beberapa manusia dengan pakaian ala
kerajaan, namun aku tidak menyambangi, lebih memilih berjemur di pinggiran
jalan setapak. Setelah sosialisasi IPT, kamipun foto bersama, dan kembali ke
parkiran. Sempet tergoda untuk belanja
lagi, namun apa daya, uangku tertinggal di bis, (Alhamdulillah jadi tidak
belanja lagi J
).
Turun
jam 5 kurang, dengan matahari yang belum jua turun. Kami Maghrib di Wonosobo,
dengan penderitaanku menahan pup. Ya Ampun baru kali ini pengen Pup nyampe
segitunya. Untung ada WC di samping rumah makan, akhirnya bias pup juga
Alhamdulillah.
Setelah
solat, bis melaju ke Purwokerto. Di jalan sempet di kerok teman sebangku
tercinta, terimakasih ya dekk, karena masuk angina, dan bisa terlelap, ketika
bis membelah banjarnegara dan Purbalingga.
Dan
akhirnya sampai ke kosan dengan di anat Sofi dalam keadaan selamat. Ditemani bulan
sabit yang sedikit tertutup awan.
Terimakasih
Allah, UKI FISIP UNSOED dan Ocha, atas pengalama yang indah ini.
Dieng
semoga aku bisa menemuimu kembali.
Aku
kangen kamu :*.
Grendeng,
11 Nopember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar