Senin, 25 Mei 2015

PERNIKAHAN

Ketika usia sudah menginjak kepala dua, pasti pertanyaan tentang calon pasangan terus datang. Apalagi ketika ada acara keluarga, hampir setiap orang menanyakannya. Tidaklah heran, di usia tersebut memanglah sudah cukup pantas untuk menyandang status sebagai istri ataupun suami. 

Bagi sebagian orang, menikah merupakan sebuah proses halal untuk melanjutkan keturunan. Maka tidak heran, banyak dari mereka yang hanya asal menikah. Banyak yang tidak memikirkan bagaimana tahapan ke depannya, seperti bagaimana kondisi suami atau istri, baik itu dalam hal finansial maupun hal lainnya.

Cinta?, ya, cinta memang sering menjadi landasan utama sebuah pernikahan. Namun, meskipun begitu, kita tidak boleh dibutakan oleh cinta, yang datang sebelum menikah. Karena belum tentu, setelah menikah, cintanya akan tetap sama dengan cinta yang ada sebelum pernikahan. Penulis yakin, hal tersebut pastilah banyak perbedaannya.

Sebelum menikah, kita dibutakan oleh khayalan-khayalan indah setelah menikah nanti. Kita lupa melihat kekurangan-kekurangan pasangan, yang mungkin nantinya akan menjadi momok permasalahan dalam pernikahan itu sendiri. Kita lupa untuk mempersiapkan diri, bahwa apapun yang terjadi, akan menerimanya dengan ikhlas. 

Sedikit pasangan yang dapat menerima kekurangan masing-masing di awal pernikahan. Pastilah ada sedikit keluhan yang dirasakan oleh pribadi masing-masing. Namun, hal tersebut dapat dilewati dengan saling menerima satu sama lain.

Apa jadinya, bila hal tersebut tidak terjadi?. Hati terus berontak akan kekurangan pasangan. Padalah sebelum menikah sudah tahu, pasangan memang seperti itu. Penulis melihat di beberapa jejaring sosial, banyak ibu muda yang mengeluhkan kekurangan pasangannya. Dan yang mengagetkannya usia pernikahan mereka dirasa sudah bukan masa adaptasi lagi. Tetapi, tetap saja mengeluhkan kekurangan pasangannya yang memang sudah diketahui sejak masa pacaran. 

Apakah yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi? 
Apakah karena faktor pernikahan dini?
Kuncinya hanya sederhana, yaitu ikhlas dan ambilah hikmahnya. Ketika seseorang yang selalu mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa yang dialaminya, niscaya, keikhlasan juga akan terbentuk dengan sendirinya. Saling menerima kekurangan masing-masing memanglah bukan perkara mudah, namun dengan mengambil hikmah, untuk saling melengkapi pastilah keikhlasanpun akan teraih dengan mudah. Jadi, meskipun usia dini namun emosi sudah matang dan bisa memahami akan hikmah dari sebuah peristiwa, pastilah  dapat menerima kekurangan masing-masing.





*terus masalahnya,, kapan penulis akan membuka diri, dan menerima kekurangan orang lain, agar dijenjang pernikahan nanti dapat menerima kekurangan pasangan dengan ikhlas?
jawabannya: entahlah, semoga secepatnya heheeee.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pernikahan

Maaf kalo Mbak Blog kaget dengan tulisanku kali ini. Maaf.. sudah setahun tidak menyentuhmu sama sekali. Dan yang perlu diperhatikan adalah,...