Minggu, 03 Juni 2012

Ketika Feromon Menyapaku

Februari 2012,

Masih ingat dengan catetan facebookku yang berjudul Cinta, Feromon atau... ?, yah itu catetan yang baru aku tulis kemarin dan hari ini aku bertemu dengan feromon itu.

Berawal di sore hari tadi, terjadi rebutan remote televisi, yah, ini memang selalu terjadi di rumahku. Si ibu yang suka sinetron, si ade yang suka kartun dan aku lebih suka tayangan yang bermanfaat daripada kedua tayangan itu. Aku senang sekali karena saingan terberat di rumah yaitu sang kepala keluarga sedang sibuk dengan buku-bukunya untuk ujian sabtu besok. Rebutan pun dimulai, untuk naklukin si ade aku cukup memberikan ponselku dan dia pun akan asyik dengan permainan sepak bola favoritnya itu. Saingan berikutnya adalah si ibu, tidak tahu, aku selalu tidak cocok dengan ibuku sendiri, aku tidak tahu penyebabnya, dan bisa di pastikan setiap kami berdekatan di situ akan ada pertengkaran dan pertengakaran, termasuk masalah nonton televisi. Remote pun kami perebutkan seperti anak kecil yang berebut satu mainan. Tidak ada yang mau mengalah di situ, dan tidak sengaja terpencet angka dua, dan pindahlah channel televisi di rumahku itu, dari awalnya kita nonton Bernard Bear bareng jadi nonton Silet bareng. Dan kita pun diam.

Di episode Silet sore ini adalah tentang kepopuleran POLTENG (Polisi Ganteng), yaitu Bripda Syaeful Bachri, sumpah dia benar-benar ganteng. Dia tuh seolah seorang artis yang dapat peran jadi seorang Satpollantas. Dia menjadi tenar saat mengamankan lalu lintas pada saat perayaan Cap Go Meh di kota Bandung. Karena ketampanannya dia di potret oleh seseorang dari kejauhan, gambar dia di curi, dan di upload ke twitter. Heboh sekali sepertinya di jejaring sosial itu, padahal di twitterku tadi pagi hanya ada dua orang yang mampir (bisa Follow twitterku Endah Velove Lyan).

Ok, tinggalkan twitterku yang sepi, kembali ke gejala feromon. Pada saat melihatnya, badan aku sudah bergetar, mukaku panas, dan merah. Akupun senyum-senyum sendiri karena terlalu gemas melihatnya. Mungkin jika aku jatuh cinta pada seseorang di sekitarku, dan aku di ledek, mukaku akan seperti Lobster goreng, padahal diledekpun mukaku selalu merah meskipun aku ga suka orang itu, apalagi jika suka, hmm panas banget sepertinya ini muka. Sampai tayangan itu habis aku tak memindahkan channel begitu pula si ibu. Tanganku terus ku gerak-gerakan, entah megang apapun, aku remas-remas dan mencoba mengurangi rasa yang meluap dan semakin meluap itu.

Biasanya jika perasaan sudah kacau seperti itu, aku ga bisa mikir dengan jernih, dan kemudian aku akan menceritakannya ke beberapa orang, aku nulis status di facebook, aku sms teman-temanku, dan yang terakhir biasanya akan ku tulis di buku. Tayangan berakhir aku pergi ke kamar dan mengguling-gulingkan tubuhku, aku update status lagi dan aku sms teman-temanku lagi. Seolah-olah aku bangga jika aku lagi jatuh cinta, padahal aku lagi menggigil dan pengen berteriak pengen nangis, dan mencoba mengingkarinya, aku berfikir aku tidak boleh jatuh cinta, aku tidak boleh merasakan itu saat ini, meskipun aku sadar aku takan bisa menampik fitrah dari Tuhan ini, Fitrah yang harus kita kuasai seutuhnya agar tidak terlalu terjerembab ke dalam dosa, karena aku belum boleh terlalu dalam merasakan ini, aku hanya ingin rasa ini akan ku luapkan hanya untuk suamiku kelak, suami yang akan kucintai karenaNya, semoga saja amien.

Sapaan feromon kali ini begitu menyiksa namun cukup singkat. Biasanya aku selalu mencoba menghilangkannya dengan solat kemudian membaca ayat suci Al Quran, namun karena aku sedang kedatangan tamu bulanan, jadi aku nulis kata Syaeful Bachri sebanyak mungkin, aku tambahkan embel-embel I love You di dalamnya. Mungkin aku terlalu lebay, namun begitulah aku jika Feromon itu menyapa hatiku. Asalkan bisa hilang, aku akan melakukan apapun, tentunya yang masih dalam batas kewajaran.

Aku menulis, di sambi smsan kemudian facebookan dan tentu saja sesekali mengguling-gulingkan badanku. Sesekali bayangan bripda yang satu itu hadir dalam pikiranku. Namun saat ku tulis catetan ini, aku malah mencari-cari seperti apa yah dia, aku putar-putar otakku, agar aku bisa mengingatnya, namun yang ada nihil. Hupt aku selalu begini, cepat jatuh cinta, cepat bosan, dan mudah lupa.

Sedikit-sedikit rasa yang tadinya begitu bergetar dan menyiksa itu menjadi pudar. Aku mulai biasa lagi, aku keluar kamar, makan, ngemil dan aku melupakannya. Aku biasa lagi saat ini, namun masih ada sedikit getaran-getaran, akibat dari rasa yang memuncak tadi. Tapi tidak apa-apa, aku menikmatinya.

Tadi sempat aku cari nama Syaeful Bachri di FB, yang ku temukan status orang-orang yang seperti aku, rata-rata sih pada bilang naksir si bripda itu karena kegantengannya, ada juga yang membubuhkan kata POLTENG, atau membandingkannya dengan Norman Kamaru. Hmm, Feromon, Feromon, aku jadi lebih memaknai arti dari feromon itu saat ini, aku menyimpulkan jika Feromon itu rasa nafsu atau kagum yang hanya sesaat. Aku juga memahami jika aku mengungkapkan feromon yang menyapa pada orang-orang yang menyebarkan virus itu pada hatiku, aku yakin mantan pacarku jumlahnya cukup banyak. Untung aku tak pernah mempunyai keberanian akan itu semua, aku selalu berfikir ke depan, aku tak ingin masa depanku hancur hanya karena rasa cinta, aku tak ingin rasa cinta untuk suamiku kelak terkalahkan oleh rasa cintaku pada sang mantan, aku selalu berfikir jika aku menjalin hubungan dengan seorang yang belum tentu akan menjadi milikku itu hanya akan mengumbar nafsu belaka, aku tak ingin waktuku terbuang sia-sia hanya karena ingin berduaan dengan lelaki yang membuatku jatuh cinta, aku berfikir tubuhku terlalu berharga dan mahal jika aku menyerahkannya pada lelaki yang ku cintai tanpa ada ikatan perkawinan, karena aku yakin setiap yang pacaran itu pasti akan melakukannya meskipun hanya pegangan tangan, tanganku terlalu suci dan terlalu bersih untuk dinodai oleh lelaki yang hanya cinta sesaat saja. Aku percaya cinta itu akan hadir karena komitmen, itulah arti cinta sebenarnya, cinta adalah komitmen. Aku selalu berkata orang-orang tua zaman dahulu itu lebih pintar dan beruntung. Mereka menikah karena orang tua, toh anaknya tetap banyak, itu satu pelajaran yang ku ambil jika cinta itu adalah komitmen. Mereka menikah terlebih dahulu baru jatuh cinta, karena pertemuan, karena komunikasi, mereka berinteraksi setelah berkomitmen, dan mereka pun menjadi pasangan yang abadi, dan yang memisahkan hanya kematian, mungkin saja mereka akan di persatukan kembali menjadi penghuni surga, semoga saja amien.

Begitu banyak hikmah dari peristiwa yang kita alami, pintar-pintarnya kita saja yang memahaminya, memaknainya dan mensyukurinya. Hikmah Feromon kali ini, aku jadi lebih tahu tentang feromon itu sendiri, aku jadi bersyukur, aku tak bisa mengungkapkan yang kurasa pada lawan jenisku, aku jadi lebih menghargai kehidupan orang tua jaman dahulu, dan tentu saja berkat Feromon ini tulisan ini hadir di mata kalian. Semoga kisahku ini membawa manfaat buat kita semua. ^_^  percayalah Tuhan itu selalu menyembunyikan hikmah di balik setiap cobaannya, cari dan temukanlah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pernikahan

Maaf kalo Mbak Blog kaget dengan tulisanku kali ini. Maaf.. sudah setahun tidak menyentuhmu sama sekali. Dan yang perlu diperhatikan adalah,...