Malam ini, angin seolah
sedang menggemakan takbirnya, besar, dan cukup kencang, menyebabkan dingin yang
begitu menusuk ke tulang. Daun-daun itu
melambai-lambai seolah mengamini takbir sang angin, pohon-pohon bergoyang
menikmati indahnya takbir yang di bawa oleh angin.
Bintang-bintang melihat
di atas sana bersama jutaan malaikat, melihat takbir dan tasbih yang tak
kunjung putus dari makhluk hidup yang ada di Bumi. Jangkrik-jangkrik yang
bercerita menambah indahnya malam ini.
Desa ini memang selalu
indah, entah malam ataupun siang selalu menunjukan keistimewaannya, tersenyum
riang menyambut para penghuninya. Dika duduk termenung di atas kursi depan
rumahnya. Suasana gelap mencekram, karena mati lampu sejak sore tadi. Dia
sedang di rundung masalah, terlihat wajahnya sangat menyesal. Ya, dia memang
sedang menyesali, menyesali kenapa, tadi tugas-tugasnya tidak di save terlebih
dahulu, ketika mengerjakannya di rentalan sebelah rumah, sudah mendapat
berlembar-lembar, namun listrik mati secara tak di undang, jika tak mati
listrik mungkin tidak akan serumit sekarang jadinya. Tugas itu akan dia
kumpulkan esok hari.
***
“kenapa ga dikerjakan
sekarang?” kata seorang temannya sore itu
“ah masih lama,
dikumpulin hari jum’at ini” jawabnya dengan senang
“masih lama sihh, tapi
yakin selese??” tambah temannya
“yakin selese, tapi
masalahnya ga ada leppy” dia kemudian diam
“ditulis dulu di
buku??” temannya terus bertanya, mungkin Dika juga merasa bosan, tapi dia tetap
menjawabnya, karena malam itu dia hanya sendiri, ga ada orang lain lagi yang
bertanya.
“kerja dua kali dong,
ga mau ah, ntar ngerjain di rentalan aja, pas pulang” jawabnya sumringah
“ohh ok deh kalo gitu”
balas temannya yang sama
Malam Minggu ketika itu
begitu kelabu, langit menangis, memberi bumi berkah, petir mengucapkan salam
pada insan manusia, kilat pun ikut bershalawat. Dikamar yang berbantal guling
gambar Conan Edogawa Dika berbaring, melihat-lihat sekilas layar ponselnya,
menunggu teman-teman dunia maya berkumpul di statusnya. Meskipun kebanyakan
hanya meledek tapi itu menjadi hiburan yang indah di malam itu.
Muadzin di surau-surau
kini menyapa, adzan isya berkumandang untuk Indonesia bagian barat. Dika
langsung bangkit mengambil sarung pemberian ayahandanya di kampung, kemudian,
pergi ke mushola depan kosannya, yang hanya di pisahkan oleh gank kecil. Sebisa
mungkin ia harus solat berjamaah karena pahalanya berkali-kali lipat, ia juga
bisa menghilangkan sepi, ketika mendengarkan sang imam bercerita menunggu hujan
reda.
***
mam mushola itu sering
di panggil ustazd Ahmad, dia begitu berwibawa, cerita-ceritanya sangat
menyentuh di hati pendengarnya termasuk Dika. Kali ini pak ustad bercerita mengenai
pergaulan remaja sekarang dalam konteks hukum pacaran.
“mas Dika, punya pacar
ngga?” pak ustad mulai berbicara
“ga punya pak, ga tau
nih, belum ada yang mau” jawab Dika
“Syukur deh kalo
begitu” ucap pak ustad tersenyum
“kok syukur pak, saya
galau terus nih, pengen punya pacar” curhat Dika
“hahahahaa, mas Dika,
Mas Dika,, pacaran itu hukumnya haram mas,,” kata pak ustad
“ah masa ia sih pak,
bisa di halalin ga pak?” tanya Dika dengan lugunya
“oh, jelas bisa” pak
ustad tersenyum
“gimana pak caranya?”
Dika antusias
“ya dengan menikah”
jawab pak ustad
Dika terdiam,
laron-laron yang mengerumuti lampu mushola seolah ikut terdiam juga. Dika
bimbang.
“kenapa mas Dika, kok
terdiam?” kali ini pak ustad yang bertanya.
“harus manikah ya pak,
biar halal” Dika lemas
“ia, mas Dika, dalam Al
Qur-an surat (Al Isra’ [17] : 32) di jelaskan “Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk
jalan”. “ jelas pak ustad
“loh, pacarankan ga
zina, pak ustad?” dia terus bertanya pada imam mushola itu, dia hanyaa ingin
mendengar dari pak ustad jika pacaran itu tidak haram.
Dika sebenarnya tahu
itu semua, ayahnya sering menjelaskan, tapi Dika tidak puas dengan yang di
jelaskan ayahnya Dika ingin jawaban yang berbeda, namun kenyataannya sama.
“zina, tidak hanya
melakukan aktivitas seksual yang bukan dengan pasangannya, dalam konteks ini
suami atau istrinya. memandang yang bukan muhrim, apalagi menyentuhnya itu
termasuk Zina, mas Dika. Sebuah hadist mengatakan “Jagalah kemaluan kalian,
tundukkanlah
pandangan-pandangan kalian dan
tahanlah tangan-tangan kalian”. Kan mas Dika tahu sendirikan, anak muda
jaman sekarang itu, kalau pacaran, bisa sampe hamil duluan sebelum nikah,
Astagfirullah Al Adzim, sedangkan saling memandang dan membayangkannya pun
merupakan dosa. Hayoo gimana mas Dika, masih mau pacaran?” tanya pak ustad di
akhir penjelasannya
“masih hehehehe” dika
terkekeh
“saya punya novel, “
kata pak ustad yang langsung di potong Dika
“wahhh hahaha, keren
banget pak ustad, udah tua bacanya novel, hehe maaf pak ustad” dia mulai ceria
kembali
“jangan salah mas Dika,
novel tuh bagian dari jiwa saya, besok saya bawakan novelnya, di bawa mas Dika
saja dulu, pahami dan ambil hikmahnya” jelas pak ustad
“OK, pak ustad, nanti
saya selami dalam-dalam setiap huruf dalam lautan kata itu” ucap Dika sok
romantis
“mas Dika ternyata
Romantis juga ya hahahaa, pipi istrinya nanti pasti merah terus di romatisin
sama mas Dika” canda pak ustad
“wahhh, saya jadi malu,
pak ustad” dika menunduk menyembunyikan malunya
“alhamdulillah hujannya
sudah reda, mari mas Dika pulang” ajak pak ustad
“oh ia pak, mari,
Assalamualaikum pak ustad” dika pamit duluan karena memang hanya beberapa
langkah saja untuk sampai kosannya
“waalaikum salam
warrahmatullahi wabarrakatuh” jawab pak ustad
***
Dikamar Dika merenung,
dia teringat bidadari di kelasnya, namanya Laela, berparas bidadari, berotak
Aisyah, dan aktif di organisasi. Jilbabnya yang terkadang terhempas oleh angin,
menambah pesona yang ada. Seolah bidadari yang turun dari langit, dengan
mengepakan sayapnya. Dika terbayang, jika dia dan Laela makan di kantin, berdua,
bekejaran di hamparan pasir putih, di iringi deburan ombak yang membelai-belai
bibir pantai.
“Astagfirullah Al
Adzim, baru tadi pak ustad menjelaskan” ucap Dika
Dia berpikir, bagaimana
mungkin dia menikah saat itu juga, belum tentu juga Laela mau di ajaknya
menikah. Jika mau, dia dikasih makan apa nantinya, sedangkan dirinya saja masih
minta sama orang tua. Jika ia menikah, apa ia kedua orang tua mereka akan terus
membiayai hidup mereka. Apabila orang tua Laela menyerahkan semua pada Dika,
bagaimana nasibnya, tidak terbayang olehnya jika kulit Laela yang bersinar
muali kusam karena kerasnya hidup, karena harus membantu Dika mencari nafkah.
Dia juga berfikir, apa masih bisa kuliah nantinya, jika Laela yang kuliah itu
tak masalah bagi Dika, tapi dirinya pun masih ingin menimba ilmu, ingin menjadi
orang pintar. Ya Allah begitu berat.
Nyamuk-nyamuk malam
bernyanyi, seolah mencoba menghibur galaunya hati Dika. Dika terlelap, begitu
saja, namun fikirannya, masih berkutat pada indahnya jika bersama Laela, namun,
sesekali terganjal oleh kata menikah lebih baik segalanya daripada pacaran.
***
Angin semakin kencang,
daun-daun pun banyak yang berguguran, dinginnya malam semakin menusuk tulang,
menyadarkan Dika dalam lamunannya. Dia berfikir, kenapa tidak di kerjakan pada
malam itu juga. Gurat senyum Laela selalu terlintas begitu saja. Dika bangkit
menuju rumahnya, yang bercahaya lilin, seolah menambah hangat suasana rumah.
Ayah ibunya mungkin sudah terlelap dalam buaian mimpi yang indah.
Dikamar sudah terbaring
seorang anak laki-laki, wajahnya begitu lugu, terlihat wajah capek dalam
tidurnya. nyenyak sekali pikir Dika, pasti dia capek, setelah seharian sekolah
dan bermain bola. Di selimutinya adiknya itu, di belai rambutnya, matanya
memancarkan kasih sayang yang begitu mendalam pada adiknya itu.
Dika pun ikut
berbaring, melihat langit-langit kamarnya, yang sudah menua. Memperhatikan
cecak-cecak yang berlarian mengejar mangsanya. Tak kalah hebatnya, sang nyamuk
pun berusaha menghindar, dengan terbang kesana kemari, bernyanyi-nyanyi, dengan
nada ketakutan. Keajaiban Tuhan memang tak ada yang menandingi, termasuk
keajaiban cintanya pada Laela. Ketika terlintas Laela, terlintas pula bayangan
wajah dosennya, teringat lagi Dika pada tugasnya. Mata nya berusaha terpejam,
tapi pikirannya terus melayang pada tugas yang belum selesai di garapnya.
Fajar yang tak kunjung
datang, malaikat-malaikat masih bertasbih pada Yang Maha Kuasa. Bintang-bintang
pun bertasbih, sang rembulanpun menemani malaikat dan para bintang yang bertasbih. Makhluk
hidup di Bumipun tak kalah riangnya, tasbih, dan takbir terus di lafalkan,
seolah-olah terjadi sebuah komunikasi, saling bersahutan antara makhluk yang
ada di langit dan di bumi, menyembah kepada Sang Pencipta, Sang Maha Kuasa,
Sang Pencipta Kehidupan.
SUMBER:
SUMBER:
Inspirasi : Al Qur’an dan hadist
:
Novel Ayat-ayat Cinta, KCB 1 dan 2 (Habiburrahman El Shirazy),
Hafalan Solat Denisa (Tere Liye)
Hafalan Solat Denisa (Tere Liye)
: Mr. Galau :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar