Jumat, 27 Januari 2012

Sepenggal Kisah Kebimbangan

Malam ini, angin seolah sedang menggemakan takbirnya, besar, dan cukup kencang, menyebabkan dingin yang begitu menusuk ke tulang. Daun-daun itu  melambai-lambai seolah mengamini takbir sang angin, pohon-pohon bergoyang menikmati indahnya takbir yang di bawa oleh angin.
Bintang-bintang melihat di atas sana bersama jutaan malaikat, melihat takbir dan tasbih yang tak kunjung putus dari makhluk hidup yang ada di Bumi. Jangkrik-jangkrik yang bercerita menambah indahnya malam ini.
Desa ini memang selalu indah, entah malam ataupun siang selalu menunjukan keistimewaannya, tersenyum riang menyambut para penghuninya. Dika duduk termenung di atas kursi depan rumahnya. Suasana gelap mencekram, karena mati lampu sejak sore tadi. Dia sedang di rundung masalah, terlihat wajahnya sangat menyesal. Ya, dia memang sedang menyesali, menyesali kenapa, tadi tugas-tugasnya tidak di save terlebih dahulu, ketika mengerjakannya di rentalan sebelah rumah, sudah mendapat berlembar-lembar, namun listrik mati secara tak di undang, jika tak mati listrik mungkin tidak akan serumit sekarang jadinya. Tugas itu akan dia kumpulkan esok hari.
***
“kenapa ga dikerjakan sekarang?” kata seorang temannya sore itu
“ah masih lama, dikumpulin hari jum’at ini” jawabnya dengan senang
“masih lama sihh, tapi yakin selese??” tambah temannya
“yakin selese, tapi masalahnya ga ada leppy” dia kemudian diam
“ditulis dulu di buku??” temannya terus bertanya, mungkin Dika juga merasa bosan, tapi dia tetap menjawabnya, karena malam itu dia hanya sendiri, ga ada orang lain lagi yang bertanya.
“kerja dua kali dong, ga mau ah, ntar ngerjain di rentalan aja, pas pulang” jawabnya sumringah
“ohh ok deh kalo gitu” balas temannya yang sama
Malam Minggu ketika itu begitu kelabu, langit menangis, memberi bumi berkah, petir mengucapkan salam pada insan manusia, kilat pun ikut bershalawat. Dikamar yang berbantal guling gambar Conan Edogawa Dika berbaring, melihat-lihat sekilas layar ponselnya, menunggu teman-teman dunia maya berkumpul di statusnya. Meskipun kebanyakan hanya meledek tapi itu menjadi hiburan yang indah di malam itu.
Muadzin di surau-surau kini menyapa, adzan isya berkumandang untuk Indonesia bagian barat. Dika langsung bangkit mengambil sarung pemberian ayahandanya di kampung, kemudian, pergi ke mushola depan kosannya, yang hanya di pisahkan oleh gank kecil. Sebisa mungkin ia harus solat berjamaah karena pahalanya berkali-kali lipat, ia juga bisa menghilangkan sepi, ketika mendengarkan sang imam bercerita menunggu hujan reda.
***
mam mushola itu sering di panggil ustazd Ahmad, dia begitu berwibawa, cerita-ceritanya sangat menyentuh di hati pendengarnya termasuk Dika. Kali ini pak ustad bercerita mengenai pergaulan remaja sekarang dalam konteks hukum pacaran.
“mas Dika, punya pacar ngga?” pak ustad mulai berbicara
“ga punya pak, ga tau nih, belum ada yang mau” jawab Dika
“Syukur deh kalo begitu” ucap pak ustad tersenyum
“kok syukur pak, saya galau terus nih, pengen punya pacar” curhat Dika
“hahahahaa, mas Dika, Mas Dika,, pacaran itu hukumnya haram mas,,” kata pak ustad
“ah masa ia sih pak, bisa di halalin ga pak?” tanya Dika dengan lugunya
“oh, jelas bisa” pak ustad tersenyum
“gimana pak caranya?” Dika antusias
“ya dengan menikah” jawab pak ustad
Dika terdiam, laron-laron yang mengerumuti lampu mushola seolah ikut terdiam juga. Dika bimbang.
“kenapa mas Dika, kok terdiam?” kali ini pak ustad yang bertanya.
“harus manikah ya pak, biar halal” Dika lemas
“ia, mas Dika, dalam Al Qur-an surat (Al Isra’ [17] : 32) di jelaskan Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan. “ jelas pak ustad
“loh, pacarankan ga zina, pak ustad?” dia terus bertanya pada imam mushola itu, dia hanyaa ingin mendengar dari pak ustad jika pacaran itu tidak haram.
Dika sebenarnya tahu itu semua, ayahnya sering menjelaskan, tapi Dika tidak puas dengan yang di jelaskan ayahnya Dika ingin jawaban yang berbeda, namun kenyataannya sama.
“zina, tidak hanya melakukan aktivitas seksual yang bukan dengan pasangannya, dalam konteks ini suami atau istrinya. memandang yang bukan muhrim, apalagi menyentuhnya itu termasuk Zina, mas Dika. Sebuah hadist mengatakan Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian. Kan mas Dika tahu sendirikan, anak muda jaman sekarang itu, kalau pacaran, bisa sampe hamil duluan sebelum nikah, Astagfirullah Al Adzim, sedangkan saling memandang dan membayangkannya pun merupakan dosa. Hayoo gimana mas Dika, masih mau pacaran?” tanya pak ustad di akhir penjelasannya
“masih hehehehe” dika terkekeh
“saya punya novel, “ kata pak ustad yang langsung di potong Dika
“wahhh hahaha, keren banget pak ustad, udah tua bacanya novel, hehe maaf pak ustad” dia mulai ceria kembali
“jangan salah mas Dika, novel tuh bagian dari jiwa saya, besok saya bawakan novelnya, di bawa mas Dika saja dulu, pahami dan ambil hikmahnya” jelas pak ustad
“OK, pak ustad, nanti saya selami dalam-dalam setiap huruf dalam lautan kata itu” ucap Dika sok romantis
“mas Dika ternyata Romantis juga ya hahahaa, pipi istrinya nanti pasti merah terus di romatisin sama mas Dika” canda pak ustad
“wahhh, saya jadi malu, pak ustad” dika menunduk menyembunyikan malunya
“alhamdulillah hujannya sudah reda, mari mas Dika pulang” ajak pak ustad
“oh ia pak, mari, Assalamualaikum pak ustad” dika pamit duluan karena memang hanya beberapa langkah saja untuk sampai kosannya
“waalaikum salam warrahmatullahi wabarrakatuh” jawab pak ustad
***
Dikamar Dika merenung, dia teringat bidadari di kelasnya, namanya Laela, berparas bidadari, berotak Aisyah, dan aktif di organisasi. Jilbabnya yang terkadang terhempas oleh angin, menambah pesona yang ada. Seolah bidadari yang turun dari langit, dengan mengepakan sayapnya. Dika terbayang, jika dia dan Laela makan di kantin, berdua, bekejaran di hamparan pasir putih, di iringi deburan ombak yang membelai-belai bibir pantai.
“Astagfirullah Al Adzim, baru tadi pak ustad menjelaskan” ucap Dika
Dia berpikir, bagaimana mungkin dia menikah saat itu juga, belum tentu juga Laela mau di ajaknya menikah. Jika mau, dia dikasih makan apa nantinya, sedangkan dirinya saja masih minta sama orang tua. Jika ia menikah, apa ia kedua orang tua mereka akan terus membiayai hidup mereka. Apabila orang tua Laela menyerahkan semua pada Dika, bagaimana nasibnya, tidak terbayang olehnya jika kulit Laela yang bersinar muali kusam karena kerasnya hidup, karena harus membantu Dika mencari nafkah. Dia juga berfikir, apa masih bisa kuliah nantinya, jika Laela yang kuliah itu tak masalah bagi Dika, tapi dirinya pun masih ingin menimba ilmu, ingin menjadi orang pintar. Ya Allah begitu berat.
Nyamuk-nyamuk malam bernyanyi, seolah mencoba menghibur galaunya hati Dika. Dika terlelap, begitu saja, namun fikirannya, masih berkutat pada indahnya jika bersama Laela, namun, sesekali terganjal oleh kata menikah lebih baik segalanya daripada pacaran.
***
Angin semakin kencang, daun-daun pun banyak yang berguguran, dinginnya malam semakin menusuk tulang, menyadarkan Dika dalam lamunannya. Dia berfikir, kenapa tidak di kerjakan pada malam itu juga. Gurat senyum Laela selalu terlintas begitu saja. Dika bangkit menuju rumahnya, yang bercahaya lilin, seolah menambah hangat suasana rumah. Ayah ibunya mungkin sudah terlelap dalam buaian mimpi yang indah.
Dikamar sudah terbaring seorang anak laki-laki, wajahnya begitu lugu, terlihat wajah capek dalam tidurnya. nyenyak sekali pikir Dika, pasti dia capek, setelah seharian sekolah dan bermain bola. Di selimutinya adiknya itu, di belai rambutnya, matanya memancarkan kasih sayang yang begitu mendalam pada adiknya itu.
Dika pun ikut berbaring, melihat langit-langit kamarnya, yang sudah menua. Memperhatikan cecak-cecak yang berlarian mengejar mangsanya. Tak kalah hebatnya, sang nyamuk pun berusaha menghindar, dengan terbang kesana kemari, bernyanyi-nyanyi, dengan nada ketakutan. Keajaiban Tuhan memang tak ada yang menandingi, termasuk keajaiban cintanya pada Laela. Ketika terlintas Laela, terlintas pula bayangan wajah dosennya, teringat lagi Dika pada tugasnya. Mata nya berusaha terpejam, tapi pikirannya terus melayang pada tugas yang belum selesai di garapnya.
Fajar yang tak kunjung datang, malaikat-malaikat masih bertasbih pada Yang Maha Kuasa. Bintang-bintang pun bertasbih, sang rembulanpun menemani  malaikat dan para bintang yang bertasbih. Makhluk hidup di Bumipun tak kalah riangnya, tasbih, dan takbir terus di lafalkan, seolah-olah terjadi sebuah komunikasi, saling bersahutan antara makhluk yang ada di langit dan di bumi, menyembah kepada Sang Pencipta, Sang Maha Kuasa, Sang Pencipta Kehidupan.

SUMBER:
Inspirasi           : Al Qur’an dan hadist
: Novel Ayat-ayat Cinta, KCB 1 dan 2 (Habiburrahman El Shirazy),
     Hafalan Solat Denisa (Tere Liye)
                        : Mr. Galau :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pernikahan

Maaf kalo Mbak Blog kaget dengan tulisanku kali ini. Maaf.. sudah setahun tidak menyentuhmu sama sekali. Dan yang perlu diperhatikan adalah,...